Friday, 24 August 2018

Suami-Istri : Berilmu, Saling Mengerti dan Menjaga Komunikasi



Bertanya lewat pesan :
Jika suami memerintahkan A dituruti nggak sih ?
Kalo minta B ?
Inginnya C ?
Dsb

He..he..kalo keyboard HP lagi error jawab pertanyaan simple seperti itu jadi ribet.
Jawabnya sebenarnya juga sederhana : Selama tidak melanggar hukum syara’,  hukum asal istri itu taat suami, jadi jangan nanya satu per satu.

Maka yang perlu dipelajari bersama adalah suami tahu apa saja  yang tidak melanggar hukum syara’ sehingga tidak meminta atau memerintahkan kepada istri apa-apa yang melanggar hukum syara’. Begitu juga dengan istri, belajar apa saja yang sesuai hukum syara’ agar ketika apapun yang diperintahkan suami selama tidak melanggar hukum syara’ ya nggak usah banyak alasan.

Yang kedua, pengertian dan komunikasi. Suami mengerti apa yang selayaknya diinginkan dan diperintahkan kepada istri, tidak berposisi sebagai orang yang sewenang-wenang. Dan istri pun menyampaikan dengan cara yang baik ketika ada yang tidak bisa dilakukan.

Berikut beberapa dalil terkait wajibnya istri taat suami dan kewajiban saling menyayangi dalam kehidupan suami istri :
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.” (TQS ar-Rûm [30]: 21)

Dari Rasulullah saw :
“Sungguh, aku suka berhias untuk  isteriku, sebagaimana ia berhias untukku. Aku pun suka meminta agar ia memenuhi hakku yang wajib ia tunaikan untukku, dan ia pun juga minta dipenuhi haknya yang  wajib  aku  tunaikan  untuknya.  Sebab,  Allah  SWT  telah berfirman (yang artinya): Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.” (TQS al-Baqarah [2]: 228)

Rasulullah  SAW  telah berpesan kepada  kaum  pria tentang urusan  kaum  wanita.  Imam  Muslim  dalam Shahîh-nya  telah meriwayatkan dari Jâbir bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda dalam khutbah beliau pada saat haji Wada‘:
“Bertakwalah kalian kepada Allah  dalam  urusan  kaum  wanita, karena  sesungguhnya  kalian  telah mengambil  mereka  dengan amanat dari Allah, dan  kalian  pun  telah menjadikan kemaluan mereka halal bagi kalian dengan kalimat Allah. Kalian memiliki hak atas isteri-isteri kalian agar mereka tidak memasukkan ke tempat tidur kalian seorang  pun  yang tidak  kalian  sukai.  Jika mereka melakukan tindakan itu, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak kuat (tidak menyakitkan/meninggalkan  bekas). Sebaliknya, mereka pun memiliki hak terhadap kalian untuk mendapatkan rezeki dan pakaian (nafkah) mereka menurut cara yang makruf.”

Diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:
“Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada keluarga (isteri)-nya. Dan aku adalah orang yang paling baik dari kalian terhadap keluarga (isteri)-ku.”(HR al-Hâkim dan Ibn Hibbân dari jalur ’Aisyah RA)

“Jika seorang isteri tidur malam meninggalkan tempat tidur suaminya niscaya  para  malaikat  akan  melaknatnya  sampai  ia  kembali.” (Muttafaq ’alayh dari jalur Abû Hurayrah)

Rasulullah SAW pernah bertanya kepada seorang wanita:
“Apakah engkau sudah bersuami?” Wanita itu menjawab: “Ya”. Beliau lantas bersabda: “Sesungguhnya ia (suamimu) adalah surga  atau nerakamu.” (HR al-Hâkim dari jalur bibinya Husayn bin Mihshin)

Imam  al-Bukhârî  meriwayatkan  bahwa  Nabi  SAW  pernah bersabda:
“Tidak halal  bagi seorang wanita berpuasa sementara suaminya ada di rumah, kecuali dengan izinnya. Tidak halal pula baginya memberikan izin masuk (kepada orang lain) di rumah suaminya kecuali dengan izinnya. Dan harta apa saja yang dibelanjakannya tanpa  seizin  suaminya,  maka  separuh pahalanya dikembalikan kepada suaminya.”

“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencaricari jalan untuk menyusahkannya.” (TQS an-Nisâ [4]: 34)

Dan masih banyak lagi dalil-dalilnya.
Lebih lanjut bisa baca di buku Sistem Pergaulan Dalam Islam bab Penikahan dan bab Kehidupan suami istri bisa googling sendiri atau silakan japri yang minat file nya

Pare, 24 Agustus 2018


Thursday, 16 August 2018

Stop nonton sinetron

Habis heboh tingkat dewa, kelas 3 jam istirahat.

Ada yang menangis, ada yang teriak-teriak marah, mengolok-ngolok, memarahi yang lainnya.
Ternyata gara-gara ga bolo-boloan. Pilih- pilih teman.
Memaklumi, masih kecil.
Tapi sedikit prihatin dengan gaya marah, gaya teriak, gaya ngomongnya. Kok mirip dengan yang ada di sinetron.

Solusinya satu, jangan ijinkan anak nonton sinetron. Dan ortu terutama ibu memberi teladan. Sudahlah jangan mengorbankan anak. Sinetron saat ini amat sangat lebih banyak pengaruh negatif terhadap anak, terutama anak di usia emas 0-8 tahun.

Masa-masa meniru dan merekam. Jika apa yang menjadi contoh dan terekam adalah informasi sampah bisa dipastikan anak kita perilakunya tidak jauh berbeda, perilaku "sampah masyarakat".

Jangan pertaruhkan masa depan anak kita, yakinlah kita masih bisa hidup tanpa melihat sinetron. Masih banyak hal yang lebih bermanfaat daripada sekadar menonton sinetron.

Tidak melihat sinetron juga tidak menghabiskan waktu untuk bermedsos ria, intinya di sini jangan mempertaruhkan masa perkembangan anak dengan hal yang tidak bermanfaat, dampingi dan bimbing anak. Biasakan kebaikan-kebaikan untuk anak, beri teladan. Baik tutur kata, sikap dan kebiasaan baik lainnya. Insya Allah anak-anak kita akan menjadi baik pula, menjadi penyejuk di dunia menjadi anak saleh yang pahala dari doanya akan terus mengalir hingga ke akhirat.

Wahai orang-orang yang beriman, lindungi dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.

Pare, 15 Agustus 2018

Tuesday, 14 August 2018

Revisi Kurikulum Agama, Sekularisasi Semakin Nyata



Upaya untuk mengkaji ulang kurikulum pelajaran agama kembali diopinikan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU), KH Said Aqil Sirodj : "Yang diperhatikan adalah kurikulum pelajaran agama di sekolah. Saya melihat pelajaran agama di sekolah yang disampaikan sejarah perang, misalnya perang badar, perang uhud, pantesan radikal," katanya dalam acara konferensi wilayah PW NU Jatim di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Ahad (republika.co.id,29/7).
Jelas pernyataan yang harus diwaspadai, setidaknya karena dua alasan. Pertama, pernyataan tersebut adalah pernyataan berupa tuduhan tanpa bukti dan data valid. Bagaimana tidak, materi tentang perang Rasululullah sudah disampaikan kepada siswa di madrasah, mulai dari madrasah ibidaiyah hingga aliyah. Dan tentu sudah ada jutaan lulusan, dan jelas jutaan siswa yang telah lulus tersebut dituduh berpotensi menjadi generasi radikal versi penuduh. Sungguh tuduhan yang sangat serampangan, apalagi jika menilik latar belakang Ketum PBNU yang akhir-akhir ini memang sering memberikan pernyataan yang menyakitkan hati umat Islam. Tuduhan yang dilontarkan demi menyenangkan musuh-musuh Islam dan semakin memojokkan umat Islam yang semakin menguat keinginannya untuk menerapkan syariah Islam kaffah. Terlebih lagi, materi tentang perang jelas ada dalam kitab sirah, selama ini tidak ada masalah. Karena memang hal tersebut adalah bagian dari khasanah keilmuan Islam. Tuduhan-tuduhan semacam ini, yang dengan terang-terangan menuduh ayat Alquran sebagai pemicu intoleransi di tengah masyarakat, seolah dengan mempelajari Alquran akan terbentuk sosok yang kejam. Ini adalah tuduhan yang serius, padahal Alquran seluruh isinya tidak ada sedikitpun keraguan di dalamnya, Alquran adalah petunjuk dalam kehidupan. Bagaimana mungkin mempelajari Alquran dan mengamalkannya dicap sebagai pemicu radikalisme versi musuh Islam?
Kedua, upaya untuk mereduksi materi agama di sekolah juga merupakan bagian dari upaya penguatan sekularisasi yang merusak Islam. Agama semakin dijauhkan dari umat dan kehidupan. Umat dibuat semakin awam dengan ajaran agamanya sendiri. Menghilangkan materi-materi tertentu, semisal perang juga akan berdampak pada tidak diajarkannya ayat-ayat Alquran tentang perang. Maka ini adalah upaya untuk mengambil ayat Alquran sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, jelas ini adalah perbuatan yang diharamkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran yang artinya : “Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (al-Baqarah: 85). Memang ayat tersebut adalah celaan bagi orang-orang Yahudi, namun ayat tersebut juga berlaku untuk umat Islam yang haram mengambil sebagian ayat Alquran dan meninggalkan sebagian yang lain, dengan alasan menuruti apa yang diinginkan saja.
 Upaya mengkaji kurikulum agama dan lebih tepatnya agama Islam adalah bentuk penguatan sekularisme, Islam sebagai agama yang sempurna dikebiri hanya diambil yang terkait dengan ibadah ruhiyah dan dalam kehidupan pribadi semata, dan ini adalah ciri khas dari pemikiran sekularsime, pemisahan agama dari kehidupan. Tujuannya satu, agar tidak terbersit dalam pikiran umat Islam untuk menerapkan Islam secara kaffah, ini adalah konsekuensi logis. Mengenal syariah saja tidak apalagi berkeinginan untuk menerapkannya. Dan inilah yang diinginkan orang-orang liberal. Padahal sejatinya, Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, ajarannya bisa menjadi rahmat untuk seluruh alam.
Gagasan untuk mengkaji ulang materi agama di sekolah, pernyataan-pernyataan yang cenderung melecehkan syariah, menuduh ajaran Islam sebagai sesuatu yang negatif akan terus terjadi dalam sistem demokrasi sekular seperti saat ini, atas nama kebebasan. Namun patut dicatat, kebebasan itu hanya untuk melecehkan Islam, sebaliknya ketika berkaitan dengan penguatan opini Islam akan dengan mudah dikriminalkan. Ini semua akan terus terjadi selama tidak ada perubahan sistemik. Maka jika umat Islam menginginkan perubahan hakiki, mau tidak mau harus dengan perubahan sistemik, mengubah penerapan sistem kapitalisme secular yang berlindung di balik jargon demokrasi menjadi penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah. Wallahu a’lam bishawab.

Nur Aini
Guru Madrasah Ibtidaiyah
Pare Kediri Jawa Timur

Wednesday, 1 August 2018

Sanksi Tanpa Peringatan, Dzalim


Keterangan gambar di akhir tulisan

Aturan jika ada siswa yang membawa mainan ke kelas maka akan mendapat peringatan.

Pertama diingatkan agar mainan tidak dikeluarkan dari tas selama di sekolah.

Kedua jika masih dikeluarkan atau bahkan untuk mainan maka mainan akan disita sementara, diberikan saat jam pulang.

Ketiga jika masih saja tidak mengindahkan peringatan pertama dan kedua maka disita selamanya dan tidak dikembalikan. Jika mainan tidak penting dihancurkan jika mainan masih ada manfaat lain disimpan (misal kelereng), jika mainan mahal orang tua yang mengambil.

Begitulah salah satu aturan main yang diterapkan di sekolah. Peringatan dan edukasi dikedepankan, tidak asal merampas hak siswa, karena bagaimanapun juga bermain  tetap hak anak, namun tetap memberikan arahan kapan waktunya main dan kapan fokus belajar.

Setidaknya itu adalah usaha lembaga pendidikan untuk mendisiplinkan dan mengarahkan siswa agar menjadi siswa yang taat aturan.

Ya, edukasi dan peringatan, bukan sembarang bertindak sewenang-wenang, dzalim hingga memberikan kerugian kepada pihaknyang seharusnya diayomi.

Dan masih mengingat tentang kedzaliman penguasa yang dengan semena-mena mencabut status Badan Hukum Perkumpulan (BHP) HTI. Tanpa satupun surat peringatan, rezim panik nan dzalim mengeluarkan perppu, dan hingga saat ini belum ada ormas keagaman lain yang dibubarkan, hanya HTI. Terlihat jelas ketakutan penguasa dengan keberadaan HTI. Di PTUN, pengadilan yang seharusnya mengadili prosedur penerbitan surat keputusan BHP berubah menjadi pengadilan substantial ide dakwah HTI.

Begitulah kebijakan rezim represif. Rezim anti kritik, rezim yang merasa punya kuasa atas segalanya. Namun kedzaliman pasti akan berakhir, kekuatan dan kekuasaan mereka akan runtuh, pendukungnya akan tercerai-berai.

Allah memang sedang memberi mereka kekuasaan, tapi dengan ijin Allah pula mereka akan hancur lebur. Maka terus saja bertahan dalam kebaikan hingga datangnya kematian, meski kemenangan datang setelah nyawa tak lagi di kandung badan, jejak kebaikan akan tetap mendapat balasan.

Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang yang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). [Yasin : 12].

Terus berdakwah meski hujatan terus dilontarkan, karena dakwah adalah kewajiban, wujud ketaatan, sebagai bukti cinta kepada Allah dan RasulNya, perjuangan menerapkan syariah islam kaffah, agar hidup berkah, agar dicintai Allah, agar mendapat syafaat Rasulullah

Keterangan gambar :
Mainan yang dibeli seorang siswa, dibuat mainan saat pelajaran. Awalnya hanya menyita sementara, tapi karena mogok akhirnya bilang " Damel njenengan mawon Bu", gara-garanya diejek sama temannya, laki-laki kok beli mainan lope-lope.
Bukan merampas, cuma mengamankan agar tidak menganggu belajar.

Pare, 1 Agustus 2018