Upaya untuk mengkaji ulang kurikulum
pelajaran agama kembali diopinikan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU), KH Said Aqil Sirodj : "Yang
diperhatikan adalah kurikulum pelajaran agama di sekolah. Saya melihat
pelajaran agama di sekolah yang disampaikan sejarah perang, misalnya perang
badar, perang uhud, pantesan radikal," katanya dalam acara konferensi
wilayah PW NU Jatim di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Ahad (republika.co.id,29/7).
Jelas pernyataan yang harus
diwaspadai, setidaknya karena dua alasan. Pertama, pernyataan tersebut adalah
pernyataan berupa tuduhan tanpa bukti dan data valid. Bagaimana tidak, materi
tentang perang Rasululullah sudah disampaikan kepada siswa di madrasah, mulai
dari madrasah ibidaiyah hingga aliyah. Dan tentu sudah ada jutaan lulusan, dan
jelas jutaan siswa yang telah lulus tersebut dituduh berpotensi menjadi
generasi radikal versi penuduh. Sungguh tuduhan yang sangat serampangan,
apalagi jika menilik latar belakang Ketum PBNU yang akhir-akhir ini memang
sering memberikan pernyataan yang menyakitkan hati umat Islam. Tuduhan yang
dilontarkan demi menyenangkan musuh-musuh Islam dan semakin memojokkan umat
Islam yang semakin menguat keinginannya untuk menerapkan syariah Islam kaffah.
Terlebih lagi, materi tentang perang jelas ada dalam kitab sirah, selama ini
tidak ada masalah. Karena memang hal tersebut adalah bagian dari khasanah
keilmuan Islam. Tuduhan-tuduhan semacam ini, yang dengan terang-terangan
menuduh ayat Alquran sebagai pemicu intoleransi di tengah masyarakat, seolah
dengan mempelajari Alquran akan terbentuk sosok yang kejam. Ini adalah tuduhan
yang serius, padahal Alquran seluruh isinya tidak ada sedikitpun keraguan di
dalamnya, Alquran adalah petunjuk dalam kehidupan. Bagaimana mungkin
mempelajari Alquran dan mengamalkannya dicap sebagai pemicu radikalisme versi
musuh Islam?
Kedua, upaya untuk mereduksi materi
agama di sekolah juga merupakan bagian dari upaya penguatan sekularisasi yang
merusak Islam. Agama semakin dijauhkan dari umat dan kehidupan. Umat dibuat
semakin awam dengan ajaran agamanya sendiri. Menghilangkan materi-materi
tertentu, semisal perang juga akan berdampak pada tidak diajarkannya ayat-ayat Alquran
tentang perang. Maka ini adalah upaya untuk mengambil ayat Alquran sebagian dan
meninggalkan sebagian yang lain, jelas ini adalah perbuatan yang diharamkan. Sebagaimana
firman Allah SWT dalam Alquran yang artinya : “Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab
(Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang
yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia,
dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah
tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (al-Baqarah: 85). Memang ayat
tersebut adalah celaan bagi orang-orang Yahudi, namun ayat tersebut juga
berlaku untuk umat Islam yang haram mengambil sebagian ayat Alquran dan
meninggalkan sebagian yang lain, dengan alasan menuruti apa yang diinginkan
saja.
Upaya mengkaji kurikulum agama
dan lebih tepatnya agama Islam adalah bentuk penguatan sekularisme, Islam
sebagai agama yang sempurna dikebiri hanya diambil yang terkait dengan ibadah
ruhiyah dan dalam kehidupan pribadi semata, dan ini adalah ciri khas dari
pemikiran sekularsime, pemisahan agama dari kehidupan. Tujuannya satu, agar
tidak terbersit dalam pikiran umat Islam untuk menerapkan Islam secara kaffah,
ini adalah konsekuensi logis. Mengenal syariah saja tidak apalagi berkeinginan
untuk menerapkannya. Dan inilah yang diinginkan orang-orang liberal. Padahal
sejatinya, Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan,
ajarannya bisa menjadi rahmat untuk seluruh alam.
Gagasan untuk mengkaji ulang materi
agama di sekolah, pernyataan-pernyataan yang cenderung melecehkan syariah,
menuduh ajaran Islam sebagai sesuatu yang negatif akan terus terjadi dalam
sistem demokrasi sekular seperti saat ini, atas nama kebebasan. Namun patut
dicatat, kebebasan itu hanya untuk melecehkan Islam, sebaliknya ketika
berkaitan dengan penguatan opini Islam akan dengan mudah dikriminalkan. Ini
semua akan terus terjadi selama tidak ada perubahan sistemik. Maka jika umat
Islam menginginkan perubahan hakiki, mau tidak mau harus dengan perubahan
sistemik, mengubah penerapan sistem kapitalisme secular yang berlindung di
balik jargon demokrasi menjadi penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah.
Wallahu a’lam bishawab.
Nur Aini
Guru Madrasah Ibtidaiyah
Pare Kediri Jawa Timur
No comments:
Post a Comment