Tuesday, 14 August 2018

Revisi Kurikulum Agama, Sekularisasi Semakin Nyata



Upaya untuk mengkaji ulang kurikulum pelajaran agama kembali diopinikan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU), KH Said Aqil Sirodj : "Yang diperhatikan adalah kurikulum pelajaran agama di sekolah. Saya melihat pelajaran agama di sekolah yang disampaikan sejarah perang, misalnya perang badar, perang uhud, pantesan radikal," katanya dalam acara konferensi wilayah PW NU Jatim di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Ahad (republika.co.id,29/7).
Jelas pernyataan yang harus diwaspadai, setidaknya karena dua alasan. Pertama, pernyataan tersebut adalah pernyataan berupa tuduhan tanpa bukti dan data valid. Bagaimana tidak, materi tentang perang Rasululullah sudah disampaikan kepada siswa di madrasah, mulai dari madrasah ibidaiyah hingga aliyah. Dan tentu sudah ada jutaan lulusan, dan jelas jutaan siswa yang telah lulus tersebut dituduh berpotensi menjadi generasi radikal versi penuduh. Sungguh tuduhan yang sangat serampangan, apalagi jika menilik latar belakang Ketum PBNU yang akhir-akhir ini memang sering memberikan pernyataan yang menyakitkan hati umat Islam. Tuduhan yang dilontarkan demi menyenangkan musuh-musuh Islam dan semakin memojokkan umat Islam yang semakin menguat keinginannya untuk menerapkan syariah Islam kaffah. Terlebih lagi, materi tentang perang jelas ada dalam kitab sirah, selama ini tidak ada masalah. Karena memang hal tersebut adalah bagian dari khasanah keilmuan Islam. Tuduhan-tuduhan semacam ini, yang dengan terang-terangan menuduh ayat Alquran sebagai pemicu intoleransi di tengah masyarakat, seolah dengan mempelajari Alquran akan terbentuk sosok yang kejam. Ini adalah tuduhan yang serius, padahal Alquran seluruh isinya tidak ada sedikitpun keraguan di dalamnya, Alquran adalah petunjuk dalam kehidupan. Bagaimana mungkin mempelajari Alquran dan mengamalkannya dicap sebagai pemicu radikalisme versi musuh Islam?
Kedua, upaya untuk mereduksi materi agama di sekolah juga merupakan bagian dari upaya penguatan sekularisasi yang merusak Islam. Agama semakin dijauhkan dari umat dan kehidupan. Umat dibuat semakin awam dengan ajaran agamanya sendiri. Menghilangkan materi-materi tertentu, semisal perang juga akan berdampak pada tidak diajarkannya ayat-ayat Alquran tentang perang. Maka ini adalah upaya untuk mengambil ayat Alquran sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, jelas ini adalah perbuatan yang diharamkan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran yang artinya : “Apakah kamu beriman kepada sebagian al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian di antaramu melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” (al-Baqarah: 85). Memang ayat tersebut adalah celaan bagi orang-orang Yahudi, namun ayat tersebut juga berlaku untuk umat Islam yang haram mengambil sebagian ayat Alquran dan meninggalkan sebagian yang lain, dengan alasan menuruti apa yang diinginkan saja.
 Upaya mengkaji kurikulum agama dan lebih tepatnya agama Islam adalah bentuk penguatan sekularisme, Islam sebagai agama yang sempurna dikebiri hanya diambil yang terkait dengan ibadah ruhiyah dan dalam kehidupan pribadi semata, dan ini adalah ciri khas dari pemikiran sekularsime, pemisahan agama dari kehidupan. Tujuannya satu, agar tidak terbersit dalam pikiran umat Islam untuk menerapkan Islam secara kaffah, ini adalah konsekuensi logis. Mengenal syariah saja tidak apalagi berkeinginan untuk menerapkannya. Dan inilah yang diinginkan orang-orang liberal. Padahal sejatinya, Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh aspek kehidupan, ajarannya bisa menjadi rahmat untuk seluruh alam.
Gagasan untuk mengkaji ulang materi agama di sekolah, pernyataan-pernyataan yang cenderung melecehkan syariah, menuduh ajaran Islam sebagai sesuatu yang negatif akan terus terjadi dalam sistem demokrasi sekular seperti saat ini, atas nama kebebasan. Namun patut dicatat, kebebasan itu hanya untuk melecehkan Islam, sebaliknya ketika berkaitan dengan penguatan opini Islam akan dengan mudah dikriminalkan. Ini semua akan terus terjadi selama tidak ada perubahan sistemik. Maka jika umat Islam menginginkan perubahan hakiki, mau tidak mau harus dengan perubahan sistemik, mengubah penerapan sistem kapitalisme secular yang berlindung di balik jargon demokrasi menjadi penerapan Islam kaffah dalam naungan khilafah. Wallahu a’lam bishawab.

Nur Aini
Guru Madrasah Ibtidaiyah
Pare Kediri Jawa Timur

No comments:

Post a Comment