Pagi hari arah timur, lantai 2 masjid Darul Falah
Subuh hari ini agak special, di masjid Darul Falah, dipimpin
imam membacakan dua kali al fatihah.
Yang pertama untuk salah seorang pengurus dan jamaah yang
meninggal dunia, Pak Mujari . memang sudah sepuh, saya sendiri juga sudah agak
lupa dengan wajahnya, masih mengingat beliau karena dulu juga berburu tanda
tangan saat Ramadan, salah satunya ke Pak Mujari.
Fatihah kedua untuk pencuri kotak amal masjid sehari
sebelumnya, kotak amal kayu yang lumayan besar dan berat diambil pencuri,
tengah malam. Memang ada cctv tapi sepertinya, pencuri sudah tahu. Wajahnya
sengaja ditutup dan selalu membelakangi kamera. Sengaja dibacakan al fatihah,
mendokan semoga pencuri kotak amal masih diberi kesempatan untuk bertaubat.
Dua sosok yang didoakan dengan profil yang bertolakbelakang.
Semoga amal Pak Mujari diterima oleh Allah, dosanya diampuni, diluaskan
kuburnya dan ditempatkan di surga. Aamiin
Sedangkan untuk pencuri kotak amal, semoga segera bertaubat,
semoga hanya khilaf mencuri sekali saja. Namun ini membuat prihatin, kotak amal
yang isinya belum tentu banyak menjadi sasaran, sudah mencuri, hasilnya
sedikit, jelas berdosa. Tetapi namanya mencuri, sedikit banyak tetap saja
berdosa.
Lemah iman miskin harta, maksiat biasa. Mungkin seperti itu.
Dan tidak perlu malu mengakui, bisa jadi pencurinya juga muslim, muslim tapi
tega banget mengambil harta umat Islam.
Inilah yang harus menjadi renungan kita, muslim di negeri
ini mayoritas namun mayoritas pelaku kriminalitas juga muslim. seolah gelar
terbaik untuk umat Islam tidak ada pengaruhnya sama sekali.
Dari segi individu, muslim yang terbiasa dengan kemaksaiatan
karena tidak paham, tidak berpikir tentang konsekuensi syahadat, tidak paham
dengan kewajiban taat kepada Allah dan Rasulullah. Tidak merasa dekat dengan
Allah, ringan melanggar hukum syara’,
bisa jadi karena tidak tahu dan
tidak mau tahu, yang penting bertahan hidup, mau menjalani hidup seperti apa,
mereka tidak berpikir panjang. Dan ini sangat berkaitan dengan system yang
diterapkan dalam kehidupan. Dalam system
yang saat ini melingkupi negeri ini, edukasi untuk semakin paham dengan ajaran
Islam menjadi tanggung jawab individu ulama, dan itu pun sangat dibatasi.
Edukasi hanya sebatas hal-hal yang bersifat individual (ibadah mahdhah), penyampaian Islam kaffah dari hal individu,
hingga dalam segala bidang termasuk dalam hal politik dan pemerintahan belum
optimal dilakukan. Dan ironinya ketika ada yang menyampaikannya geraknya
dibatasi hingga dikriminalisasi. Negara yang mengadopsi pemikiran secular,
mengatasnamakan bahwa Negara bukan milik satu agama saja berlepas tangan atas
upaya pembentukan pribadi muslim selevel para sahabat,tabiin dan tabiut tabiin.
Memang jutaan hafidz masih lahir di negeri ini, musabaqah
tilawatil quran pun sering digelar, namun menerapkan seluruh perintah dan
larangan di dalam Alquran belum bisa dilaksanakan, jika hanya sebagian memang
masih bisa.
Pesantren dan lembaga keislaman yang mengajarkan tsaqafah
Islam masih mudah didapatkan, namun apa yang diajarkan lebih banyak sebatas
teori belaka, ketika ingin menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan
selalu diberangus dengan dalih ini bukan Negara Islam.
Karena begitulah karakter Negara secular, agama diakui namun
tidak boleh dijadikan pedoman dalam seluruh sendi kehidupan. System seperti ini
sangat berpeluang besar melahirkan banyak orang miskin namun dekat dengan
maksiat, miskin tapi tidak takut dosa. Juga melahirkan orang kaya yang tidak
pandai mensyukuri nikmat. Melahirkan pemimpin yang hanya berpikir pada
kepentingan dunia, tidak bervisi hingga ke akhirat. Melahirkan individu yang
hanya berpikir akan keselamatan diri sendiri,yang penting memperbaiki diri
sendiri, cuek dengan permasalahan umat.
Sangat berbeda jika system Islam yang menjadi pijakan. System
yang kedaulatan ada di hukum syara’ dan pelaksana kekuasaan tetap ada pada
manusia. Dan system Islam akan bisa berjalan ketika system pemerintahannya
berbentuk khilafah. Memang pelaksananya manusia bukan malaikat, bukan makhluk
yang sempurna peluang terjadi penyimpangan juga sangat mungkin ada, namun
setidaknya mengamalkan syariat adalah ibadah, meneladani Rasulullah adalah
ibadah, menjalankan warisan dan wasiat Rasulullah adalah ibadah, mencintai
Allah dan Rasulullah dengan menerapkan aturanNya adalah ibadah.
Apakah menjalankan demokrasi adalah ibadah?
Apakah menerapkan system secular adalah ibadah?
Pare, 14 Desember 2017
No comments:
Post a Comment