Ehm..ehm..ehm.. sepertinya
khilafah semakin hangat diperbincangkan. Baik yang sangat kontra, sedikit
kontra, bilangnya netral saja, mendukung tapi malu-malu, ragu untuk mendukung
tapi agak sepakat, pro dan mendukung dengan sepenuh jiwa. Mau pilih yang mana ?
Ya terserah saja, yang penting ga masuk kriteria fitnah, ga masalah. Toh semua
keputusan kita sendiri yang dimintai pertanggungjawaban. Putuskan semua dengan
ilmu bukan semata karena hawa nafsu. Saya pribadi insya Allah masuk yang terakhir,
dan semoga tetap istiqamah. Amin.
Mungkin ada yang bertanya, “ Ngomongnya
khilafah terus, ga da kerjaan lain apa? “. Waduh, ga gitu juga kali, kalo saya
sih banyak kerjaan, banyak juga yang dipikirkan. Namun ketika sudah berazam
untuk berdakwah melanjutkan kehidupan Islam, maka menjadikan dakwah sebagai
poros adalah sebagai konsekuensi dari keputusan tersebut. Jika tidak
menjadikannya poros ya hasilnya belum tentu optimal. Aktivitas selain dakwah ya
tetap jalan, dakwah itu salah satu kewajiban bagi muslim, masih ada
kewajiban-kewajiban lain yang kelak juga akan dimintai pertanggungjawaban. Tapi
juga bukan berarti beranggapan, lebih baik optimalkan kewajiban-kewajiban lain,
dakwah biar dilakukan orang-orang yang mampu saja. Tidak. Terus melayakkn diri
untuk menjadi pengemban dakwah. Agar tetap bisa menyampaikan Islam, mencegah
kemungkaran. Kuatkan aqliyah dan nafsiyah, insya Allah apapun masalahnya, bisa
terus dihadapi.
Atau ada yang berkata, “ Tidak
usah khilafah terus lah, apa-apa kok solusinya khilafah”. Sistem kehidupan di
dunia ini yang akan menentukan corak kehidupan bermasyarakat dan bernegara
setidaknya ada tiga : komunisme, kapitalisme dan Islam. Ketiga system tersebut
mempunyai cara pandang yang khas dalam memaknai kehidupan. Secara akidah
komunisme tidak mengakui keberadaan Allah, maka wajar tidak mau pake hukum Allah.
Kapitalisme, mengakui agama dan pencipta tapi ga mau pake aturan dari Allah
dalam kehidupan bernegara, maka wajar jika kapitalisme mengambil demokrasi
mengatasnamakan rakyat dalam menentukan hukum. Islam, menjadikan rukun iman
sebagai landasan. Allah sebagai pencipta sekaligus pengatur, Malaikat sebagai “penghubung”
antara Allah dan manusia, Nabi dan Rasul sebagai pembawa risalah, kitab suci
sebagai pedoman dalam kehidupan, sadar bahwa yang dijalani di dunia hanya
sementara dan akan dimintai pertanggungjawaban setelah datangnya kiamat, pasrah
dengan qadla Allah berusaha untuk optimal menjalankan potensi yang ditakdirkan
Allah. Diantara ketiga system itu, secara logis akan membuat seorang muslim
kaffah dalam beragama ya hanya system Islam. Dan Islam akan menjadi corak
kehidupan ketika sistemnya khilafah. Dengan khilafah, semuanya menjadi jelas. Tidak
setengah-setengah, tidak seperti saat ini ketika kapitalisme menjadi system yang
mencengkeram di negeri ini. Keinginan untuk menerapkan Islam akan selalu saja
dijegal. jangan bawa-bawa Islam, jangan sok suci, jangan memaksakan kebenaran,
adanya begini ya sudah jalani saja. Akan terus begitu. Hukum Islam yang
mengatur semua lini kehidupan, baik hubungan manusia dengan dirinya, hubungan
bermasyarakat dan hubungan dengan Allah hanya bisa diterapkan secara sempurna
dalam system Islam. Bukan system yang lain. Yang belum sepakat dengan khilafah memang
wajar, namun juga harus bertanya. Benarkah demokrasi warisan Nabi, benarkah
sekulerisme yang menjadi jalan para sahabat, benarkah system Islam begitu kejam
dan buruknya hingga tak layak diterapkan kembali. Benarkah demokrasi
kapitalisme adalah system yang diridhoi Allah SWT.
Memang perlu waktu untuk
meyakinkan bahwa seharusnya umat menuntut tegaknya khilafah bukan yang lainnya.
Terus menyadarkan bukan malah menghentikan. Terus berada pada thariqah dakwah
Rasulullah. Maka teruslah mengkaji agar semakin tahu bagaimana khilafah
rasyidah tegak dengan metode yang syar’I, bagaimana khilafah bisa memberi
solusi, bagaimana khilafah memperlakukan non muslim, bagaimana khilafah bisa
mewujudkan Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam.
Pare, 13 Mei 2016
No comments:
Post a Comment