srikayaku.wordpress.com
Membangun
masjid adalah aktivitas fisik yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw ketika
tiba di Madinah. Rasulullah saw
membangun masjid di tempat penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail, dua anak
yatim dari Bani Najjar yang diasuh Muadz bin Afra’. Masjid dibangun di tempat
tersebut dengan kerelaan Sahl dan Suhail. Kaum muslimin dari kaum Muhajirin dan
kaum Anshar ikut terlibat dalam pembangunan masjid (Sirah Nabawiyah Ibnu
Hisyam, hlm. 449 ). Karena masjid adalah sentral negara resmi, dari sentral
Negara resmi ini diundangkan undang-undang, di dalam sentral Negara resmi ini
semua persoalan didiskusikan, dari
sentral Negara resmi ini disiarkan semua
keterangan, dan di dalam sentral Negara resmi ini diselesaikan setiap bentuk
perselisihan dan permusuhan (Qol’ahji, Sirah Nabawiyah : Sisi Politis
Perjuangan Rasulullah saw Sirah Nabawiyah, hlm. 149). Hal ini membuktikan bahwa
masjid adalah sarana vital dalam dakwah Islam.
Begitu pula
yang dilakukan para wali yang mendakwahkan Islam di Jawa. Raden Fatah, seorang
pangeran Majapahit yang memimpin Kadipaten Bintoro (Demak ) dengan bantuan para
wali mendirikan Masjid Demak pada tahun 1466. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim
hingga Sunan Gunung Jati yang merupakan wali termuda bahu membahu membangun
Masjid Demak. Di masjid para wali membina umat dengan tsaqofah Islam. Dan di
masjid inilah para wali berkumpul untuk menyusun strategi gerak dakwah.
Menyusun konsep untuk mengopinikan Islam di tengah masyarakat yang carut marut
seiring dengan memudarnya kejayaan Majapahit. Majapahit semakin mundur
sepeninggal Patih Gajah Mada, Hayam Wuruk sebagai raja saat itu tak bisa
berbuat banyak. Perebutan tahta hingga berakhir dengan perang saudara tak
terelakkan. Morat-mariting Paregreg
(kekacauan perang saudara), menjadi awal
penderitaan rakyat. Perebutan kekuasan yang berlarut-larut membuat keadaan
Majapahait semakin lumpuh. Sawah ladang
terbengkalai, lalu-lintas perdagangan kacau karena suap yang merajalela,
perampokan meningkat sedangkan para punggawa malah saling curiga. Akibatnya
rakyat hidup dalam ketakutan yang liar tanpa perlindungan. Tentu saja situasi
ini menjadi perhatian para wali. Kondisi rakyat yang haus pencerahan dan
perlindungan merupakan peluang yang sangat baik bagi dakwah Islam pada rakyat yang sebelumnya sejahtera
namun menderita dalam sekejap mata akibat ulah penguasa mereka. Masyarakat yang
sudah tidak percaya lagi dengan para penguasa Majapahit sudah tidak tergoda
untuk kembali bangkit dengan konsep Majapahit yang telah nyata membawa petaka.
Rakyat menyadari sepenuh hati keberadaan mereka dalam tubuh Kerajaan Majapahit
tak lebih dari budak yang dimanfaatkan untuk membangun lambang-lambang
mercusuar Majapahit. Membangun candi-candi yang tersebar di seluruh wilayah,
simbol agama lambang kemegahan Majapahit yang tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyat. Jadilah mereka rakyat
yang memeluk agama sebagaimana penguasa namun tak menikmati kesejahteraan
sebagaimana penguasa mereka. Di sinilah Islam muncul sebagai satu-satunya alternatif
untuk membuat rakyat sejahtera.
Raden Fatah sebagai
pewaris Majapahit, tidak tinggal diam
menyaksikan huru-hara yang terjadi di Majapahit. Pada tahun 1478 pangeran muda
yang masih berusia 23 tahun bangkit menyelamatkan negara Majapahit. Beliau
tidak menemukan bumi Majapahit mampu mengemban pemulihan ketertiban dan
keamanan negara. Maka beliau mengambil alih kepemimpinan negara dan memindahkan
pusat pemerintahan di pantai utara Jawa, di Demak atau Bintoro. Raden Fatah
seperti juga segolongan punggawa dan kawula Majapahit yang menyadari keadaan
tidak melihat eksistensi ibukota Majapahit dapat dipertahankan. Wilwotikto
sebagai ibu negara Majapahit telah ambruk. Maka harus dibangun lagi negara baru
untuk menyelamatkan rakyat dan nusantara. Mengambil Islam sebagai dasar negara
adalah hak Raden Fatah, seperti juga raja-raja Majapahit sebelumnya mengambil
Hindu-Budha sebagai dasar negara. Kerajaan Demak berdiri dengan mendapat
dukungan rakyat dan pembesar Istana, jika tidak dengan dukungan mereka pastilah
Raden Fatah juga akan berakhir seperti ketika Bhre Wirabumi memproklamirkan
dirinya sebagai raja Majapahit menggantikan Hayam Wuruk ayahnya, Bhre Wirabumi dipancung
Wikramawardhana, iparnya.
Kerajaan Demak
berdiri untuk mengambil alih Majapahit. Kerajaan Demak dijalankan dengan Masjid
Demak sebagai pusat roda pemerintahan. Raden Fatah menjadi raja Demak dengan
gelar Sultan Al Fattah Alamsyah Akbar. Ayah Raden Fatah, Sri Kertabhumi raja
Majapahit yang terakhir, tidak dibunuh, akan tetapi di bawa ke Demak untuk
diselamatkan dari komplotan yang mendendam. Dia pun tidak dipaksa untuk menukar
agama. Sedangkan Majapahit sendiri tetap ada, namun keberadaannya hanyalah
sebagai bagian Demak. Majapahit di bawah kekuasaan Girindrawardhana tetap
sebagai bagian Demak yang rakyatnya tetap bergama Hindu-Budha. Namun
Girindrawardhana pada akhirnya berkhianat, dia bersengkokol dengan Portugis
untuk melawan Demak (Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di
Indonesia, hlm. 245).
Demikianlah,
Kerajaan Demak berdiri dengan perjuangan para wali yang didahului dengan proses
dakwah. Bergerak memahamkan masyarakat tentang kerusakan sistem yang saat itu
menaungi mereka. Bergerak dengan strategi matang yang disusun di markas dakwah,
yaitu Masjid Demak. Dari sini terlihat jelas peran masjid sebagai sarana penting
dalam pergerakan dakwah. Sebagaimana Rasulullah saw yang juga memulai
eksistensi negara Islam dari masjid. Demikian juga para pengemban dakwah yang
berjuang untuk menegakkan kembali negara Islam tidak boleh mengabaikan
pentingnya masjid dalam dakwah. Belajar dari para walisongo yang telah berjasa
dalam membangun masjid Demak juga Kerajaan Demak.
Namun seiring
dengan hegemoni ide sekuler, masjid saat ini lebih identik sebagai tempat pelaksanaan ibadah sholat saja. Oleh
karena itu memanfaatkan masjid sebagai titik sentral gerakan dakwah,
mengembalikan masjid sebagai pusat kajian Islam mutlak diperlukan. Bukan
mengambil alih masjid secara fisik, namun mengembalikan fungsi masjid
sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah. Memulai dakwah mengembalikan
negara khilafah islamiyah dari masjid, yaitu dengan menggencarkan opini
kewajiban menerapkan hukum Allah secara sempurna melalui kajian di masjid
maupun ceramah dan khutbah, di saat umat Islam berkumpul, untuk sholat maupun
sengaja datang ke masjid untuk mengkaji Islam. Dengan begitu masyarakat akan
semakin tahu, paham dan akhirnya sadar bahwa sistem yang saat ini diterapkan
adalah sistem rusak dan merusak sehingga mereka butuh perubahan, mereka sadar
bahwa negara khilafah islamiyah adalah satu-satunya model terbaik negara yang
menyejahterakan.
Daftar Bacaan :
Ibnu Hisyam. Sirah Nabawiyah Ibnu
Hisyam I ( Terjemahan Fadhli Bahri, Lc) (Jakarta : PT Darul Falah). 2009.
Qol’ahji, Prof. DR. Muh Rawwas.
Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw. (Terjemahan tim A
Izzah) ( Bogor: Al Azhar Press). Cetakan I. 2006
id.wikipedia.org.
Kerajaan Demak, Masjid Demak, Walisongo.
Zuhri, KH. Saifuddin. Sejarah
Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. (Bandung : PT Al Ma’arif).
Cetakan II. 1980
Awesome!
ReplyDelete