Tuesday 7 July 2015

Peran Masjid Demak dalam Pergerakan Dakwah




                                           srikayaku.wordpress.com

Membangun masjid adalah aktivitas fisik yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw ketika  tiba di Madinah. Rasulullah saw membangun masjid di tempat penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail, dua anak yatim dari Bani Najjar yang diasuh Muadz bin Afra’. Masjid dibangun di tempat tersebut dengan kerelaan Sahl dan Suhail. Kaum muslimin dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar ikut terlibat dalam pembangunan masjid (Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, hlm. 449 ). Karena masjid adalah sentral negara resmi, dari sentral Negara resmi ini diundangkan undang-undang, di dalam sentral Negara resmi ini semua persoalan  didiskusikan, dari sentral Negara resmi  ini disiarkan semua keterangan, dan di dalam sentral Negara resmi ini diselesaikan setiap bentuk perselisihan dan permusuhan (Qol’ahji, Sirah Nabawiyah : Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw Sirah Nabawiyah, hlm. 149). Hal ini membuktikan bahwa masjid adalah sarana vital dalam dakwah Islam.

Begitu pula yang dilakukan para wali yang mendakwahkan Islam di Jawa. Raden Fatah, seorang pangeran Majapahit yang memimpin Kadipaten Bintoro (Demak ) dengan bantuan para wali mendirikan Masjid Demak pada tahun 1466. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim hingga Sunan Gunung Jati yang merupakan wali termuda bahu membahu membangun Masjid Demak. Di masjid para wali membina umat dengan tsaqofah Islam. Dan di masjid inilah para wali berkumpul untuk menyusun strategi gerak dakwah. Menyusun konsep untuk mengopinikan Islam di tengah masyarakat yang carut marut seiring dengan memudarnya kejayaan Majapahit. Majapahit semakin mundur sepeninggal Patih Gajah Mada, Hayam Wuruk sebagai raja saat itu tak bisa berbuat banyak. Perebutan tahta hingga berakhir dengan perang saudara tak terelakkan. Morat-mariting Paregreg (kekacauan perang saudara),  menjadi awal penderitaan rakyat. Perebutan kekuasan yang berlarut-larut membuat keadaan Majapahait semakin lumpuh.  Sawah ladang terbengkalai, lalu-lintas perdagangan kacau karena suap yang merajalela, perampokan meningkat sedangkan para punggawa malah saling curiga. Akibatnya rakyat hidup dalam ketakutan yang liar tanpa perlindungan. Tentu saja situasi ini menjadi perhatian para wali. Kondisi rakyat yang haus pencerahan dan perlindungan merupakan peluang yang sangat baik bagi dakwah  Islam pada rakyat yang sebelumnya sejahtera namun menderita dalam sekejap mata akibat ulah penguasa mereka. Masyarakat yang sudah tidak percaya lagi dengan para penguasa Majapahit sudah tidak tergoda untuk kembali bangkit dengan konsep Majapahit yang telah nyata membawa petaka. Rakyat menyadari sepenuh hati keberadaan mereka dalam tubuh Kerajaan Majapahit tak lebih dari budak yang dimanfaatkan untuk membangun lambang-lambang mercusuar Majapahit. Membangun candi-candi yang tersebar di seluruh wilayah, simbol agama lambang kemegahan Majapahit yang tidak ada hubungannya dengan  kesejahteraan rakyat. Jadilah mereka rakyat yang memeluk agama sebagaimana penguasa namun tak menikmati kesejahteraan sebagaimana penguasa mereka. Di sinilah  Islam muncul sebagai satu-satunya alternatif untuk membuat rakyat sejahtera. 

Raden Fatah sebagai pewaris  Majapahit, tidak tinggal diam menyaksikan huru-hara yang terjadi di Majapahit. Pada tahun 1478 pangeran muda yang masih berusia 23 tahun bangkit menyelamatkan negara Majapahit. Beliau tidak menemukan bumi Majapahit mampu mengemban pemulihan ketertiban dan keamanan negara. Maka beliau mengambil alih kepemimpinan negara dan memindahkan pusat pemerintahan di pantai utara Jawa, di Demak atau Bintoro. Raden Fatah seperti juga segolongan punggawa dan kawula Majapahit yang menyadari keadaan tidak melihat eksistensi ibukota Majapahit dapat dipertahankan. Wilwotikto sebagai ibu negara Majapahit telah ambruk. Maka harus dibangun lagi negara baru untuk menyelamatkan rakyat dan nusantara. Mengambil Islam sebagai dasar negara adalah hak Raden Fatah, seperti juga raja-raja Majapahit sebelumnya mengambil Hindu-Budha sebagai dasar negara. Kerajaan Demak berdiri dengan mendapat dukungan rakyat dan pembesar Istana, jika tidak dengan dukungan mereka pastilah Raden Fatah juga akan berakhir seperti ketika Bhre Wirabumi memproklamirkan dirinya sebagai raja Majapahit menggantikan Hayam Wuruk ayahnya, Bhre Wirabumi dipancung Wikramawardhana, iparnya. 

Kerajaan Demak berdiri untuk mengambil alih Majapahit. Kerajaan Demak dijalankan dengan Masjid Demak sebagai pusat roda pemerintahan. Raden Fatah menjadi raja Demak dengan gelar Sultan Al Fattah Alamsyah Akbar. Ayah Raden Fatah, Sri Kertabhumi raja Majapahit yang terakhir, tidak dibunuh, akan tetapi di bawa ke Demak untuk diselamatkan dari komplotan yang mendendam. Dia pun tidak dipaksa untuk menukar agama. Sedangkan Majapahit sendiri tetap ada, namun keberadaannya hanyalah sebagai bagian Demak. Majapahit di bawah kekuasaan Girindrawardhana tetap sebagai bagian Demak yang rakyatnya tetap bergama Hindu-Budha. Namun Girindrawardhana pada akhirnya berkhianat, dia bersengkokol dengan Portugis untuk melawan Demak (Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, hlm. 245).

Demikianlah, Kerajaan Demak berdiri dengan perjuangan para wali yang didahului dengan proses dakwah. Bergerak memahamkan masyarakat tentang kerusakan sistem yang saat itu menaungi mereka. Bergerak dengan strategi matang yang disusun di markas dakwah, yaitu Masjid Demak. Dari sini terlihat jelas peran masjid sebagai sarana penting dalam pergerakan dakwah. Sebagaimana Rasulullah saw yang juga memulai eksistensi negara Islam dari masjid. Demikian juga para pengemban dakwah yang berjuang untuk menegakkan kembali negara Islam tidak boleh mengabaikan pentingnya masjid dalam dakwah. Belajar dari para walisongo yang telah berjasa dalam membangun masjid Demak juga Kerajaan Demak.

Namun seiring dengan hegemoni ide sekuler, masjid saat ini lebih identik sebagai  tempat pelaksanaan ibadah sholat saja. Oleh karena itu memanfaatkan masjid sebagai titik sentral gerakan dakwah, mengembalikan masjid sebagai pusat kajian Islam mutlak diperlukan. Bukan mengambil alih masjid secara fisik, namun mengembalikan fungsi masjid sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah. Memulai dakwah mengembalikan negara khilafah islamiyah dari masjid, yaitu dengan menggencarkan opini kewajiban menerapkan hukum Allah secara sempurna melalui kajian di masjid maupun ceramah dan khutbah, di saat umat Islam berkumpul, untuk sholat maupun sengaja datang ke masjid untuk mengkaji Islam. Dengan begitu masyarakat akan semakin tahu, paham dan akhirnya sadar bahwa sistem yang saat ini diterapkan adalah sistem rusak dan merusak sehingga mereka butuh perubahan, mereka sadar bahwa negara khilafah islamiyah adalah satu-satunya model terbaik negara yang menyejahterakan.

Daftar Bacaan :
Ibnu Hisyam. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam I ( Terjemahan Fadhli Bahri, Lc) (Jakarta : PT Darul Falah). 2009.
Qol’ahji, Prof. DR. Muh Rawwas. Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw. (Terjemahan tim A Izzah) ( Bogor: Al Azhar Press). Cetakan I. 2006
id.wikipedia.org. Kerajaan Demak, Masjid Demak, Walisongo.
Zuhri, KH. Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. (Bandung : PT Al Ma’arif). Cetakan II. 1980

1 comment: