Friday, 31 July 2015

Teman Sejati



Mengingat bagaimana dahulu ketika belum ada media sosial

Baik-baik saja meski tidak curhat di medsos
Baik-baik saja meski masalah di depan mata
Baik-baik saja meski masalah tengah mendera
Rizki tetap diberi meski tak kenal smartphone
Ilmu masih bisa didapat meski tak berselancar di internet


Sekarang, ketika medsos semakin banyak
Punya masalah update status
Seneng sedikit update status
Sebelum makan upload foto
Lagi bingung n pusing curhat
Marah dengan orang update status
Dengan alasan bisnis chatting terus

Yang pasti, tetap saja dunia maya itu belum tentu nyata
Apa jika sudah berbagi di dunia maya masalah menjadi selesai ?
Kesulitan bisa diatasi ?
Punya banyak teman di dunia maya akan bisa langsung membantu ?

Yang jelas dalam kehidupan, dunia nyata sungguh berarti.
Ikut halqah, dapat ilmu dan bisa ngobrol dengan teman
Datang ke Majelis Taklim, dapat ilmu, menjalin ikhuwah, didoakan malaikat, bisa sedekah meski hanya dengan memberi senyuman di wajah

Ngobrol n  main ke tetangga dapat lauk-pauk

Ngobrol bersama teman-teman, dengan nada guyon ingin diberi hadiah handuk. Alhamdulillah, langsung ada yang merespon.
Karena ngomongnya di hadapan beberapa orang, yang kasih pun tidak satu orang saja.




Minta oleh-oleh dari teman yang pergi ke Mataram terealisasi dapat dodol rumput laut



Jadi ingat, apa yang terjadi kemarin pagi
Tahun ajaran baru, ibu-ibu yang mengantar siswa TK yang masih satu kompleks dengan tempat mengajar
Masih banyak yang menunggu anak-anak mereka di luar sambil duduk-duduk. Terlihat dari kejauhan, banyak orang tapi tidak saling berbicara, sibuk dengan gadget masing-masing.
Ah … mereka sibuk ngobrol dengan orang yang tak terlihat di mata, mengabaikan orang-orang yang nyata di samping mereka.


Teman sejati itu teman di dunia nyata, kawan !

Pare, 31 Juli 2015


Thursday, 30 July 2015

Poligami



Sedang heboh postingan ini



Nama memang sama, tapi itu bukan akun saya.

Tapi tak hendak membahas tentang poligami secara mendetail, sementara ini mengikuti pendapat yang ada dalam buku system pergaulan dalam Islam. Dibahas dalam satu bab khusus. Bisa dibaca disini http://hizbut-tahrir.or.id/2014/06/12/sistem-pergaulan-dalam-islam/ bab Poligami

Namun ada poin yang perlu menjadi perhatian khusus. Pertama, poligami adalah salah satu hal yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dan setiap perbuatan terikat pada hukum syara’. Terkait dengan poligami, maka hukum asalnya adalah mubah, jadi boleh dilakukan juga boleh juga tidak dilakukan. Namun tetap memegang prinsip memilih kemubahan, apakah mendekati pada keutamaan ( sunah , wajib) atau malah mendekatkan pada keburukan ( makruh, haram).

Jadi terkait hukum poligami harus dikembalikan kepada hukum syara’, bukan penilaian pribadi dan perasaan. Terkadang karena tidak mau poligami, menghukuminya haram. Namun ketika ngebet poligami hukumnya jadi sunah atau malahan jadi wajib. Tetap berpijak pada hukum syara’.

Kedua, seringkali ada yang beranggapan jika poligami adalah sunah Rasul bermakna perbuatan yang jika dikerjakan berpahala jika ditinggalkan tidak apa-apa ( sunah  /  mandzub). Anggapan ini perlu diperjelas lagi. Harus jelas dan paham tentang makna as sunah, paham tentang meneladai perbuatan Rasulullah saw.

Secara detail bisa dibaca di buku system peraturan hidup dalam Islam http://hizbut-tahrir.or.id/2007/12/11/buku-buku-dalam-pdf/ bab  As-Sunah dan Meneladani Perbuatan Rasulullah SAW.
As sunah bermakna hadits nabi tidak selalu melahirkan hukum sunah/mandzub. Jadi apa yang berasal dari Rasulullah saw bisa  berupa hukum mubah, sunah, wajib, makruh dan haram. Jadi tidak bisa disimpulkan poligami yang juga pernah dijalani oleh Rasulullah saw otomatis hukumnya sunah. Meneladani perbuatan Rasulullah pun juga harus diteliti terlebih dahulu. Karena ada aktivitas yang khusus bagi Rasulullah saw saja, diantaranya adalah Rasulullah boleh menikahi lebih dari empat wanita.

Ketiga, poligami adalah salah satu diantara sekian banyak aktivitas yang dijalani manusia. Ada banyak aktivitas lain yang dilakukan manusia, dan semuanya terikat hukum syara’. Poligami adalah salah satu aktivitas yang dilaksanakan Rasulullah, namun Rasulullah juga banyak melakukan aktivitas lainnya. Jika ada yang menyimpulkan poligami berhukum sunah, tidak otomatis mengejar satu sunah saja. Masih banyak  aktivitas sunah lain yang bisa dikerjakan.

Terakhir, membiasakan diri untuk memahami dan menyikapi segala sesuatu dengan ilmu, terus belajar agar tepat mengambil sikap. Tak perlu gegabah langsung ikutan heboh. Tetap berpegang pada hukum Allah, tidak mengikuti hawa nafsu. Tetap memegang prinsip kaidah amal : berpikir terlebih dahulu, meraih tujuan yang dibenarkan syara’, meniatkan semata karena Allah SWT.

Pare, 30 Juli 2015

Thursday, 9 July 2015

Uangku Memenuhi Almari



                                             

                                                  https://ssl.gstatic.com/ui/v1/zippy/arrow_down.png

Catatan tersimpan 13 Juli 2013

Ingat dengan isu Gayus Tambunan yang katanya punya uang cash dan emas batangan yang disimpan di almari rumah. Tak terbayang berapa banyaknya.

Tak jauh beda saya pun juga punya almari di kamar. Tapi jauh berbeda untuk masalah isinya.
Astaghfirullah, almari pakaian yang hampir penuh. 

Apalagi beberapa waktu lalu sempat khilaf, ke book fair niat beli buku malah tergoda beli baju. Selalu saja pertimbangannya “ mumpung murah”. Rekor, ke book fair uang untuk beli buku tersaingi keperluan yang tak ada hubungannya dengan buku.

Jadilah almari tambah penuh, terpenuhi baju yang dibeli dengan uang. Jadilah “ almari itu penuh dengan uang yang berwujud pakaian”.

Pakaian adalah kebutuhan dasar manusia. Selain sebagai pelindung tubuh sekaligus untuk menutup aurat. Karena manusia yang menciptakan adalah Allah SWT secara otomatis menjalani hidup harusnya sesuai dengan aturan sang Pencipta, salah satunya menutup aurat.

Menutup aurat sudah ada standarnya.  Untuk wanita menutup seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Untuk muslimah ada tambahan mengenakan jilbab di kehidupan umum. Jadi standarnya untuk muslimah dalam sekali keluar hanya butuh : kerudung, pakaian rumah, jilbab diatas pakaian rumah. Jadi minimal butuh 3 benda itu yang tampak luar( yang kecil-kecil belum masuk hitungan), dengan catatan baju rumah terusan. Jika terkategori pemalas atas super sibuk sempat nyucinya satu kali dalam seminggu paling banyak masing-masing hanya butuh 7+1 buah ( yang satu buat cadangan) untuk satu minggu. itu saja bisa diatur, beli jilbab dan kerudung dengan warna-warna netral atau senada jadi tidak perlu banyak-banyak. Pilih bahan yang mudah disetrika dan cepat kering tapi tetap nyaman, warna tak cepat pudar. Untuk yang punya bakat “tubuh melar” bisa disiasati dengan memodifikasi. Untuk yang kerja beda lagi, biasanya ada seragam tambahan, tidak masalah. Paling-paling tidak terlalu banyak jenisnya. Belum lagi yang punya balita atau kerja di sawah. Tetapi intinya memang tidak boleh malas, insya Allah pakaian tak banyak bukan masalah. Meski punya banyak koleksi tak mungkin kan mau dipake sekaligus. 

Terkadang untuk masalah baju ini, seringkali menguras anggaran. Seringkali beli baju baru bukan karena benar-benar tak ada baju, tetapi lebih karena keinginan. Tak sadar menjadi korban mode, korban tren warna dan lebih parah lagi jadi korban bisnis pakaian. Yang seharusnya menjadi pertimbangan adalah sesuai hukum syariah dan serasi. Tak perlu mengikuti kebiasaan selebritis yang tak tahu aturan urip ning dunyo kok sakpenake dhewe. 

Silakan menghitung pakaian di almari masing-masing ya? Jika memang sudah cukup, stop beli baju. Jika berlebihan segera berikan untuk orang yang membutuhkan.

beli baju buat anak saja yang memang dalam masa pertumbuhan jadi pasti perlu baju. 

Tuesday, 7 July 2015

Peran Masjid Demak dalam Pergerakan Dakwah




                                           srikayaku.wordpress.com

Membangun masjid adalah aktivitas fisik yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw ketika  tiba di Madinah. Rasulullah saw membangun masjid di tempat penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail, dua anak yatim dari Bani Najjar yang diasuh Muadz bin Afra’. Masjid dibangun di tempat tersebut dengan kerelaan Sahl dan Suhail. Kaum muslimin dari kaum Muhajirin dan kaum Anshar ikut terlibat dalam pembangunan masjid (Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, hlm. 449 ). Karena masjid adalah sentral negara resmi, dari sentral Negara resmi ini diundangkan undang-undang, di dalam sentral Negara resmi ini semua persoalan  didiskusikan, dari sentral Negara resmi  ini disiarkan semua keterangan, dan di dalam sentral Negara resmi ini diselesaikan setiap bentuk perselisihan dan permusuhan (Qol’ahji, Sirah Nabawiyah : Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw Sirah Nabawiyah, hlm. 149). Hal ini membuktikan bahwa masjid adalah sarana vital dalam dakwah Islam.

Begitu pula yang dilakukan para wali yang mendakwahkan Islam di Jawa. Raden Fatah, seorang pangeran Majapahit yang memimpin Kadipaten Bintoro (Demak ) dengan bantuan para wali mendirikan Masjid Demak pada tahun 1466. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim hingga Sunan Gunung Jati yang merupakan wali termuda bahu membahu membangun Masjid Demak. Di masjid para wali membina umat dengan tsaqofah Islam. Dan di masjid inilah para wali berkumpul untuk menyusun strategi gerak dakwah. Menyusun konsep untuk mengopinikan Islam di tengah masyarakat yang carut marut seiring dengan memudarnya kejayaan Majapahit. Majapahit semakin mundur sepeninggal Patih Gajah Mada, Hayam Wuruk sebagai raja saat itu tak bisa berbuat banyak. Perebutan tahta hingga berakhir dengan perang saudara tak terelakkan. Morat-mariting Paregreg (kekacauan perang saudara),  menjadi awal penderitaan rakyat. Perebutan kekuasan yang berlarut-larut membuat keadaan Majapahait semakin lumpuh.  Sawah ladang terbengkalai, lalu-lintas perdagangan kacau karena suap yang merajalela, perampokan meningkat sedangkan para punggawa malah saling curiga. Akibatnya rakyat hidup dalam ketakutan yang liar tanpa perlindungan. Tentu saja situasi ini menjadi perhatian para wali. Kondisi rakyat yang haus pencerahan dan perlindungan merupakan peluang yang sangat baik bagi dakwah  Islam pada rakyat yang sebelumnya sejahtera namun menderita dalam sekejap mata akibat ulah penguasa mereka. Masyarakat yang sudah tidak percaya lagi dengan para penguasa Majapahit sudah tidak tergoda untuk kembali bangkit dengan konsep Majapahit yang telah nyata membawa petaka. Rakyat menyadari sepenuh hati keberadaan mereka dalam tubuh Kerajaan Majapahit tak lebih dari budak yang dimanfaatkan untuk membangun lambang-lambang mercusuar Majapahit. Membangun candi-candi yang tersebar di seluruh wilayah, simbol agama lambang kemegahan Majapahit yang tidak ada hubungannya dengan  kesejahteraan rakyat. Jadilah mereka rakyat yang memeluk agama sebagaimana penguasa namun tak menikmati kesejahteraan sebagaimana penguasa mereka. Di sinilah  Islam muncul sebagai satu-satunya alternatif untuk membuat rakyat sejahtera. 

Raden Fatah sebagai pewaris  Majapahit, tidak tinggal diam menyaksikan huru-hara yang terjadi di Majapahit. Pada tahun 1478 pangeran muda yang masih berusia 23 tahun bangkit menyelamatkan negara Majapahit. Beliau tidak menemukan bumi Majapahit mampu mengemban pemulihan ketertiban dan keamanan negara. Maka beliau mengambil alih kepemimpinan negara dan memindahkan pusat pemerintahan di pantai utara Jawa, di Demak atau Bintoro. Raden Fatah seperti juga segolongan punggawa dan kawula Majapahit yang menyadari keadaan tidak melihat eksistensi ibukota Majapahit dapat dipertahankan. Wilwotikto sebagai ibu negara Majapahit telah ambruk. Maka harus dibangun lagi negara baru untuk menyelamatkan rakyat dan nusantara. Mengambil Islam sebagai dasar negara adalah hak Raden Fatah, seperti juga raja-raja Majapahit sebelumnya mengambil Hindu-Budha sebagai dasar negara. Kerajaan Demak berdiri dengan mendapat dukungan rakyat dan pembesar Istana, jika tidak dengan dukungan mereka pastilah Raden Fatah juga akan berakhir seperti ketika Bhre Wirabumi memproklamirkan dirinya sebagai raja Majapahit menggantikan Hayam Wuruk ayahnya, Bhre Wirabumi dipancung Wikramawardhana, iparnya. 

Kerajaan Demak berdiri untuk mengambil alih Majapahit. Kerajaan Demak dijalankan dengan Masjid Demak sebagai pusat roda pemerintahan. Raden Fatah menjadi raja Demak dengan gelar Sultan Al Fattah Alamsyah Akbar. Ayah Raden Fatah, Sri Kertabhumi raja Majapahit yang terakhir, tidak dibunuh, akan tetapi di bawa ke Demak untuk diselamatkan dari komplotan yang mendendam. Dia pun tidak dipaksa untuk menukar agama. Sedangkan Majapahit sendiri tetap ada, namun keberadaannya hanyalah sebagai bagian Demak. Majapahit di bawah kekuasaan Girindrawardhana tetap sebagai bagian Demak yang rakyatnya tetap bergama Hindu-Budha. Namun Girindrawardhana pada akhirnya berkhianat, dia bersengkokol dengan Portugis untuk melawan Demak (Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia, hlm. 245).

Demikianlah, Kerajaan Demak berdiri dengan perjuangan para wali yang didahului dengan proses dakwah. Bergerak memahamkan masyarakat tentang kerusakan sistem yang saat itu menaungi mereka. Bergerak dengan strategi matang yang disusun di markas dakwah, yaitu Masjid Demak. Dari sini terlihat jelas peran masjid sebagai sarana penting dalam pergerakan dakwah. Sebagaimana Rasulullah saw yang juga memulai eksistensi negara Islam dari masjid. Demikian juga para pengemban dakwah yang berjuang untuk menegakkan kembali negara Islam tidak boleh mengabaikan pentingnya masjid dalam dakwah. Belajar dari para walisongo yang telah berjasa dalam membangun masjid Demak juga Kerajaan Demak.

Namun seiring dengan hegemoni ide sekuler, masjid saat ini lebih identik sebagai  tempat pelaksanaan ibadah sholat saja. Oleh karena itu memanfaatkan masjid sebagai titik sentral gerakan dakwah, mengembalikan masjid sebagai pusat kajian Islam mutlak diperlukan. Bukan mengambil alih masjid secara fisik, namun mengembalikan fungsi masjid sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah. Memulai dakwah mengembalikan negara khilafah islamiyah dari masjid, yaitu dengan menggencarkan opini kewajiban menerapkan hukum Allah secara sempurna melalui kajian di masjid maupun ceramah dan khutbah, di saat umat Islam berkumpul, untuk sholat maupun sengaja datang ke masjid untuk mengkaji Islam. Dengan begitu masyarakat akan semakin tahu, paham dan akhirnya sadar bahwa sistem yang saat ini diterapkan adalah sistem rusak dan merusak sehingga mereka butuh perubahan, mereka sadar bahwa negara khilafah islamiyah adalah satu-satunya model terbaik negara yang menyejahterakan.

Daftar Bacaan :
Ibnu Hisyam. Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam I ( Terjemahan Fadhli Bahri, Lc) (Jakarta : PT Darul Falah). 2009.
Qol’ahji, Prof. DR. Muh Rawwas. Sirah Nabawiyah Sisi Politis Perjuangan Rasulullah saw. (Terjemahan tim A Izzah) ( Bogor: Al Azhar Press). Cetakan I. 2006
id.wikipedia.org. Kerajaan Demak, Masjid Demak, Walisongo.
Zuhri, KH. Saifuddin. Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia. (Bandung : PT Al Ma’arif). Cetakan II. 1980