Masih ada hubungannya dengan note Body Kutho Utek Ndeso
Mengunjungi berbagi tempat di
pelosok Kab Kediri untuk mengadakan kajian Al Qur’an. Di satu sisi salut dengan
semangat para orang tua yang berusaha belajar membaca Al qur’an meski usia
sudah senja. Namun yang sering kali
membuat hati ini seperti teriris adalah alasan para orang tua tersebut.
“ Lha riyin mboten mikir ngaos
mbak, sing penting nyambut damel, nguripi anak-anak” . Begitulah potret
masyarakat di negeri ini, mereka terpaksa mencurahkan seluruh tenaga untuk
bertahan hidup. Membanting tulang memeras keringat mencari sesuap nasi,
membiayai pendidikan anak.
“ Kulo nggih mboten ngertos,
namung saged poso lan solat, niku mawon nggih tumut tiyang-tiyang mboten ngertos nopo syarat rukun”. Potret
masyarakat yang tak mendapatkan informasi bahkan demi melindungi aqidah dan
kewajiban mereka terhadap Allah yang
menciptakan mereka.
“ Mugi-mugi kula taksih saged
blajar ngaos nggih mbak. Kulo wiwit rumiyen niku ndableg. Nggih sekolah, tapi
blas mboten diwulang ngaji Qur’an. Nggih saged pelajaran lintunipun tapi kok
nggih boten kepikiran blajar ngaji”. Tak hanya dulu, sekarang pun tak jauh
berbeda. Sekarang tak lulus UN adalah aib yang luar biasa, namun buta huruf
hijaiyah sudah biasa. Orang tua bingung mencari bimbingan persiapan ujian namun
santai anaknya tak naik evaluasi iqra’. Orang tua stres try out anaknya jelek,
namun tak peduli anaknya belum pernah mengkhatamkan Al-Qur’an.
“ Teng mriki mboten wonten
ingkang mucal ngaji mbak, lha wong ndeso. Radosanipun nggih rusak , nglewati
mbulak”. Ah ... kalo masalah ini saja mereka tak peduli. Tapi ketika masa
kampanye, pelosok desa pun disasar. Poster calon dimana-mana. Begitlah suara
mereka hanya berharga saat pemilu saja
Padahal ini masih satu masalah
saja, yaitu membaca Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat Islam. Agama resmi
yang diakui negara. Belum terkait dengan
kewajiban-kewajiban lain. Belum masalah sholat, puasa, menutup aurat,
mendapatkan makanan yang halal dan thoyyib dan lain sebagainya. Ini hanyalah
hukum yang terkait dengan individu. Belum sistem ekonomi, sistem pergaulan,
sistem pendidikan, sistem pemerintahan yang jelas juga diatur dalam Islam.
Sebuah fakta, negara ini
dijalankan oleh penguasa yang tak peduli,mau rakyatnya sholat, mau tidak puasa,
tidak menutup aurat, hobi judi, hobi miras, mau berpegang teguh pada hukum Allah,
mau mencampakkannya, mau bermaksiat sama sekali tak peduli.
Sebuah fakta, negara ini menganut
sistem kapitalis. Sistem yang muncul akibat perlawanan ilmuwan terhadap
kebijakan gereja di Eropa. Sebuah fakta gereja tak bisa menjawab tantangan
kemajuan jaman. Wajarlah jika ilmuwan tak mau diatur hukum gereja yang memang
tak lengkap dan hanya menghambat aktivitas mereka sebagai ilmuwan (dulu waktu
SD pernah baca di buku bhs. Indonesia tentang kisah Copernicus n Galileo yang
pendapatnya waktu itu menjadi kontroversi, tapi belum ngeh kalo yang mempermasalahkan
adalah pihak gereja). Akhirnya lahirlah, sebuah kesepakatan. Gereja tak perlu ikut
campur urusan negara, jadilah agama dipisahkan dari kehidupan, fashluddin
‘anilhayah. Agama diakui namun tak boleh digunakan untuk mengatur negara.
Begitu pula dengan negeri ini.
Mengakui agama tapi berpegang teguh pada demokrasi yang mengijinkan manusia
membuat hukum. Tak ada dalam undang-undang negeri ini kewajiban untuk belajar sekaligus
mengaplikasikan agama. Umat Islam tak kenal Al Qur’an, umat Kristen tak kenal
Injil, orang Budha tak menguasai Tripitaka tak kan jadi masalah. Karena memang
itu dianggap urusan pribadi. Negara tak berhak ikut campur. Dengan kata lain
rakyat mau masuk surga, mau masuk neraka tak pernah memikirkan.
Namanya juga sistem kapitalis,
kapital alias modal yang berkuasa. Yang punya harta lebih berpeluang menikmati
fasilitas. Yang mempunyai modal yang akan menentukan kebijakan. Yang miskin dan
bodoh hanya akan menjadi korban. Sungguh sistem kejam yang membuat manusia
tergila-gila pada dunia dan lalai terhadap kehidupan akhirat. Sistem sampah
yang membuat manusia terjerembab dalam kenistaan karena menjalani hidupnya
semata dalam rangka menuruti hawa nafsunya. Sistem yang mengagungkan kebebasan.
Bebas berperilaku, bebas memiliki apa pun, bebas berpendapat, bebas beragama
(termasuk pula berpindah agama, tak terikat pada hukum agama). Tak ada bedanya
dengan hewan yang tak ambil pusing dengan aturan sang Pencipta (tapi perasaan tak
ada hewan mbalelo dengan kodratnya dech...)
Sebuah fakta, negara ini tak
mempunyai kesungguhan menjaga akidah umat. Negara ini adalah negara kapitalis
yang menjalankan negara ibarat perusahaan. Penguasa produsen rakyat konsumen.
Tak ada produsen yang tak ambil untung. Semua kebijakan hanya demi keuntungan
penguasa semata.
Tak peduli akidah umat rusak yang
penting keuntungan masuk ke saku penguasa. Lihat saja betapa banyak budaya
primitif perusak akidah yang dilestarikan pemerintah demi mengumpulkan
pundi-pundi uang. Masyarakat dibiarkan memelihara adat istiadat syirik.
Pemerintah tak pernah mencerdaskan umat bahwa itu semua bisa menjurumuskan
mereka pada murka Allah. Ah... kok masalah yang tak terindra di dunia, masalah
sepele saja,yaitu membaca kitab suci sama sekali tak ada usaha optimal apalagi
masalah kesejahteraan rakyat tentu tidak akan menjadi prioritas. Penguasa
kapitalis hanya akan mengurus kepentingan para pemilik modal saja.
Sudah nampak dengan jelas, sistem
negeri ini dijalankan atas dasar aturan yang dibuat manusia. Aturan yang hanya
menuruti hawa nafsu belaka. Maka pantas jika hanya menimbulkan bencana.
Sangat berbeda dengan sistem
Khilafah. Sistem yang dijalankan berdasarkan akidah Islam namun juga akan
mengayomi warga negaranya yang non Islam. Khilafah tegak dalam rangka
menerapkan hukum Allah Sang Pencipta manusia. Hanya ada kebaikan dalam sistem
khilafah. Semua yang mengancam, menistakan dan menodai kehormatan manusia
sebagai makhluk paling mulai tak akan
diijinkan. Itu semua dilakukan demi menjaga martabat manusia.
Warga negara akan mengutamakan
ketaqwaan, masyarakat saling mengingatkan dalam kebaikan, negara
menyejahterakan rakyatnya di dunia dan menyelamatkan rakyatnya dari panasnya
api neraka. Sungguh khilafah akan mengajak semua warga negaranya untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan. Muslim dan non muslim akan hidup berdampingan.
Khalifah sebagai pemimpin
khilafah adalah pemimpin yang amanah, mendedikasikan hidupnya untuk menerapkan
hukum Allah dalam rangka menyejahterakan warga negara. Khalifah adalah pemimpin
yang akan menjadi perisai bagi warga negara.
Sejarah membuktikan, khilafah
pernah memimpin peradaban dan berkuasa di 2/3 bagian dunia. Khilafah bukan
institusi yang membumihanguskan wilayah yang dikuasai, bukan institusi pengusir
warga non muslim, mengeksekusi mati orang-orang kafir. Buktinya daerah yang
dulu pernah dikuasai khilafah tetap ada warga non muslim, bukti mereka tetap
hidup dalam naungan khilafah ( umat kristen di Mesir, katholik juga masih
bercokol di Eropa padahal hampir seluruh Eropa pernah tunduk pada kekuatan
Islam, masih ada orang Hindu di India).
Khilafah adalah satu-satunya sistem yang memanusiakan manusia. Khilafah
adalah janji Allah. Khilafah adalah sebuah kewajiban, karena menerapkan aturan
Islam menjadi kewajiban setiap muslim, secara otomatis menegakkan institusi
yang bisa menerapkan hukum Islam adalah kewajiban pula.
Tak ada yang lain, terus berjuang
menegakkan khilafah adalah satu-satunya pilihan. Tetap mengajarkan baca tulis
al Qur’an sambil mengedukasi umat dengan mabda’ (Ideologi) Islam. Mencerdaskan
umat dengan pemikiran Islam. Menjalani
semua hukum Islam yang terkait dengan invidu, sembari mewujudkan institusi
khilafah yang akan menerapkan hukum Islam secara kaffah.
No comments:
Post a Comment