Liqa’ Muharram 1434 H
“Muballighah bersama umat berjuang memuliakan perempuan dan
generasi di bawah naungan khilafah, Negara yang mensejahterakan”
Alhamdulillah sudah bisa
melaksanakan sebuah amanah. Meski tak sempurna, tetap saja sebuah nikmat dari
Allah bisa bersama dengan saudara seperjuangan menyelesaikan semua agenda.
Sebuah acara dengan peserta 750
orang, Liqa’ Muharram Muballighah. Memang tidak hanya dari Kediri, namun
peserta dari Jombang, Nganjuk, Blitar, Tulungagung dan Trenggalek. Sebuah forum
besar yang baru pertama kali digelar oleh DPD II MHTI Kediri. Sebelumnya buat
acara peserta tidak sebanyak itu, paling-paling 250 orang, itu pun berlangsung
di gedung dengan fasilitas lengkap. Begitu banyak kesan yang terukir.
Hunting peserta, kontak pemangku
pesantren, mubalighah, ustadzah, ketua majelis taklim juga tak ketinggalan
kontak person. Banyak kenangan tak terlupakan, ada yang menyambut dengan
tanggapan yang luar biasa, ada yang menyambut dengan penuh bahagia, ada yang
sinis, ada yang menolak, ada yang tak sepakat. Setiap evaluasi kontak peserta
ada saja hal-hal yang menyentuh hati, mubalighah yang menyambut dengan suka
cita ide khilafah, ada yang menolak mentah-mentah, ada yang bersikukuh NKRI
adalah harga mati, ada yang bersahaja menerima dengan legowo. Astaghfirullah,
masih saja ada muslim yang harusnya dekat dengan kriteria seseorang yang tunduk
sepenuhnya pada hukum Allah tapi malah tak peduli ketika disampaikan tentang
wajibnya terikat secara total pada syariah. Subhanallah, menjumpai orang-orang
yang dengan mudahnya menerima ide khilafah. Tak perlu penjelasan panjang lebar
dengan entengnya berkata “ Iya, khilafah itu memang harus diperjuangkan, saya
sepakat. Mana ada muslim yang paham kok menolak. Ya harus kita perjuangkan
itu...”. Sebelum hari H terus melakukan kontak.
Mendekati hari H, panitia juga
semakin sibuk. Koordinasi terus dilakukan. Setting tempat yang membutuhkan
curahan pikiran dan tenaga. Alhamdulillah, masih dapat tempat. Gedung dengan
kapasitas minimal 750 orang di Kediri sangat jarang. Mencoba beberapa tempat
namun tak bisa karena sudah ada yang menyewa, akhirnya mendapat tempat di GNI,
gedung yang tak terlalu besar, namun pas untuk 750 kursi. Itu pun sudah mepet
sekali. Suasana gendung yang terang benderang dan tak kedap suara , padahal
setting acara lebih banyak mengandalkan audio visual. Tak hanya itu, namanya
gedung nasional banyak banget hal-hal yang harus dibereskan. Relief patung
menyebar di sana sini, jadilah panitia pusing tujuh keliling. Harus menyiapkan
banyak kain. Kain untuk mengurangi cahaya, kain untuk menutupi relief. Hunting
kain selambu, nyari pinjaman kain jarik. Ha...ha... jadi ketawa ketika peserta ada
yang bilang “ koyok wayang ae... pembicara kalo turun-naik ada musik
pengiringnya” , ditambah lagi jarik yang menghiasai bagian depan . Jadi ingat
ketika dulu menghias tenda kemah, mengandalkan jarik untuk membungkus tongkat
penyangga tenda dan juga pembatas ruang tamu dan tempat menyimpan barang-barang
di tenda. Kalo sekarang harusnya banyak penyewaan kain dekorasi ruangan. Tapi
mahal. Gpp lah suasananya “jadul or ndeso” tapi materinya luar biasa. Biar
tidak kaku hiasan ditambah rangkaian bunga. Mengumpulkan berbagai jenis daun.
Hampir mirip nyari “rambanan” buat makan ternak. Tebang sana-sini. Hampir semua
daun dengan berbagai warna, ukuran dan bentuk dikumpulkan. Ternyata yang
terpakai hanya beberapa lembar saja. Yang buat mbulet banget coz belum
pengalaman, sudah gitu ketika acara selesai dibuang begitu saja. Lha gimana
lagi daunnya sudah layu. Tapi usaha yang tak kan sia-sia. Semua amal ada
balasannya.
Setting audio visual. Sejak awal
sudah tidak tepat milih sound sistem, sempat “dimarahi” rijal/bapak-bapak. Harusnya milih pengeras
suara yang begini begitu... he..he.. maklum ibu-ibu jadi sedikit gaptek. Buat
layar ekstra lebar plus bisa nutupi relief, paku sana-sini, panjat sana-sini.
Alhamdulillah semua dihandle bapak-bapak.
Buat tampilan multimedia
disesuaikan dengan daerah masing-masing, multimedia diberi bahan mentah saja
dari pusat dan propinsi. Hampir selalu menghabiskan waktu luang di depan
laptop. Ada saja yang kurang. Ada saja yang bikin kepala cenut-cenut, bingung,
gak ngerti coz ga ada ilmu. Ngerjakan semua tampilan plus searching sana-sini. Alhamdulillah,
semua tampilan beres meskipun pada hari H masih ada yang tak sempurna.
Bener-bener tegang, full di depan laptop ga berani kemana-mana, walaupun ada
pendamping tapi punya tugas sendiri. Sebentar meninggalkan tempat untuk menemua
peserta dan mengingatkan operator sound sistem.
Tangan rasanya kaku ketika menyentuh tombol enter. Pas ga ya... dengan
semua pengisi acara, karena semua melenceng dari rencana, molor, barangkali
terlalu enak menyampaikan materi... sms terus masuk...mengingatkan ini
itu...waduh bikin grogi aja.
Gladi sie acara... burhubung
hajatan beberapa daerah. Pengisinya pun juga dari beberapa daerah. Gladi kotor
semua pengisi acara, mulai dari MC hingga doa. Subhanallah, salut dengan
saudara-saudara yang dari luar kota. Tim syiir dari Jombang membawakan syiir
yaumun nashr dengan lantunan yang merdu namun isinya mencabik-cabik hati,
mengingatkan diri yang tak semangat dalam perjuangan. MC,pemateri dan host yang antusias. Hingga pembaca doa yang
berjalan tertatih menaiki podium (usianya sudah senja). Semuanya mengikuti
gladi bersih di tengah hujan lebat disertai angin kencang yang menyapa kota
Kediri sore itu. Subhanallah, alhamdulillah, allahuakbar... hanya Allah yang
bisa membalas pengorbanan mereka.
Kid corner, namanya juga acara
muslimah, tentu tak bisa dilepaskan dengan hal-hal yang berhubungan dengan
anak. Panitia menyiapkan penitipan anak. Sebuah tempat yang terpisah total dengan tempat acara, biar ibu
mereka konsentrasi mengikuti acara. Kids corner, bisa dibilang ini adalah tim
yang tak terlihat dalam rangkaian acara, namun perannya sangat luar biasa. Menghandle anak-anak dengan latar yang berbeda.
main ini itu, nyanyi, kasih materi. Namun tak bisa mengikuti rangkaian materi
Liqa’ Muharram. Sekali lagi, itu semua tak kan sia-sia.
Peserta, lebih luar biasa lagi.
Subhanallah, ketika MC menyapa peserta semua semangat bersorak. Peserta dari
Kediri... disambut dengan takbir. Peserta dari Tulungagung paling heboh ketika
bertakbir karena paling banyak, tak kalah dari Trenggalek, Jombang, Blitar dan
Nganjuk. Mulai dari mubalighah hingga anggota majelis taklim, mulai dari belia
hingga yang lanjut usia...
Masih banyak lagi yang berperan,
namun tak bisa menceritakan satu-persatu. Tim pendamping sektor, tim
dokumentasi, konsumsi, kesekretariatan, penerima tamu, yang minjemi kipas
angin, yang nyari bunga, yang kasih daun-daun, kabel olor, taplak... and so on.
Alhamdulillah, semoga menjadi
langkah awal untuk terus menggemakan
syariah dan khilafah di seluruh daerah. Amin
Jadi bisa membayangkan betapa
saudara2 di kota besar ( Sby, Jkt dll) harus berjuang ekstra ketika ada acara
besar. Yang dari daerah cuma harus nyari peserta aja...
No comments:
Post a Comment