Tuesday 4 December 2012

Behind the scene ( LMM - dari Jombang sampai Trenggalek)


Liqa’ Muharram 1434 H
“Muballighah bersama umat berjuang memuliakan perempuan dan generasi di bawah naungan khilafah, Negara yang mensejahterakan”
Alhamdulillah sudah bisa melaksanakan sebuah amanah. Meski tak sempurna, tetap saja sebuah nikmat dari Allah bisa bersama dengan saudara seperjuangan menyelesaikan semua agenda.
Sebuah acara dengan peserta 750 orang, Liqa’ Muharram Muballighah. Memang tidak hanya dari Kediri, namun peserta dari Jombang, Nganjuk, Blitar, Tulungagung dan Trenggalek. Sebuah forum besar yang baru pertama kali digelar oleh DPD II MHTI Kediri. Sebelumnya buat acara peserta tidak sebanyak itu, paling-paling 250 orang, itu pun berlangsung di gedung dengan fasilitas lengkap. Begitu banyak kesan yang terukir.
Hunting peserta, kontak pemangku pesantren, mubalighah, ustadzah, ketua majelis taklim juga tak ketinggalan kontak person. Banyak kenangan tak terlupakan, ada yang menyambut dengan tanggapan yang luar biasa, ada yang menyambut dengan penuh bahagia, ada yang sinis, ada yang menolak, ada yang tak sepakat. Setiap evaluasi kontak peserta ada saja hal-hal yang menyentuh hati, mubalighah yang menyambut dengan suka cita ide khilafah, ada yang menolak mentah-mentah, ada yang bersikukuh NKRI adalah harga mati, ada yang bersahaja menerima dengan legowo. Astaghfirullah, masih saja ada muslim yang harusnya dekat dengan kriteria seseorang yang tunduk sepenuhnya pada hukum Allah tapi malah tak peduli ketika disampaikan tentang wajibnya terikat secara total pada syariah. Subhanallah, menjumpai orang-orang yang dengan mudahnya menerima ide khilafah. Tak perlu penjelasan panjang lebar dengan entengnya berkata “ Iya, khilafah itu memang harus diperjuangkan, saya sepakat. Mana ada muslim yang paham kok menolak. Ya harus kita perjuangkan itu...”. Sebelum hari H terus melakukan kontak.
Mendekati hari H, panitia juga semakin sibuk. Koordinasi terus dilakukan. Setting tempat yang membutuhkan curahan pikiran dan tenaga. Alhamdulillah, masih dapat tempat. Gedung dengan kapasitas minimal 750 orang di Kediri sangat jarang. Mencoba beberapa tempat namun tak bisa karena sudah ada yang menyewa, akhirnya mendapat tempat di GNI, gedung yang tak terlalu besar, namun pas untuk 750 kursi. Itu pun sudah mepet sekali. Suasana gendung yang terang benderang dan tak kedap suara , padahal setting acara lebih banyak mengandalkan audio visual. Tak hanya itu, namanya gedung nasional banyak banget hal-hal yang harus dibereskan. Relief patung menyebar di sana sini, jadilah panitia pusing tujuh keliling. Harus menyiapkan banyak kain. Kain untuk mengurangi cahaya, kain untuk menutupi relief. Hunting kain selambu, nyari pinjaman kain jarik. Ha...ha... jadi ketawa ketika peserta ada yang bilang “ koyok wayang ae... pembicara kalo turun-naik ada musik pengiringnya” , ditambah lagi jarik yang menghiasai bagian depan . Jadi ingat ketika dulu menghias tenda kemah, mengandalkan jarik untuk membungkus tongkat penyangga tenda dan juga pembatas ruang tamu dan tempat menyimpan barang-barang di tenda. Kalo sekarang harusnya banyak penyewaan kain dekorasi ruangan. Tapi mahal. Gpp lah suasananya “jadul or ndeso” tapi materinya luar biasa. Biar tidak kaku hiasan ditambah rangkaian bunga. Mengumpulkan berbagai jenis daun. Hampir mirip nyari “rambanan” buat makan ternak. Tebang sana-sini. Hampir semua daun dengan berbagai warna, ukuran dan bentuk dikumpulkan. Ternyata yang terpakai hanya beberapa lembar saja. Yang buat mbulet banget coz belum pengalaman, sudah gitu ketika acara selesai dibuang begitu saja. Lha gimana lagi daunnya sudah layu. Tapi usaha yang tak kan sia-sia. Semua amal ada balasannya.
Setting audio visual. Sejak awal sudah tidak tepat milih sound sistem, sempat “dimarahi”  rijal/bapak-bapak. Harusnya milih pengeras suara yang begini begitu... he..he.. maklum ibu-ibu jadi sedikit gaptek. Buat layar ekstra lebar plus bisa nutupi relief, paku sana-sini, panjat sana-sini. Alhamdulillah semua dihandle bapak-bapak.
Buat tampilan multimedia disesuaikan dengan daerah masing-masing, multimedia diberi bahan mentah saja dari pusat dan propinsi. Hampir selalu menghabiskan waktu luang di depan laptop. Ada saja yang kurang. Ada saja yang bikin kepala cenut-cenut, bingung, gak ngerti coz ga ada ilmu. Ngerjakan semua tampilan plus searching sana-sini. Alhamdulillah, semua tampilan beres meskipun pada hari H masih ada yang tak sempurna. Bener-bener tegang, full di depan laptop ga berani kemana-mana, walaupun ada pendamping tapi punya tugas sendiri. Sebentar meninggalkan tempat untuk menemua peserta dan mengingatkan operator sound sistem.  Tangan rasanya kaku ketika menyentuh tombol enter. Pas ga ya... dengan semua pengisi acara, karena semua melenceng dari rencana, molor, barangkali terlalu enak menyampaikan materi... sms terus masuk...mengingatkan ini itu...waduh bikin grogi aja.
Gladi sie acara... burhubung hajatan beberapa daerah. Pengisinya pun juga dari beberapa daerah. Gladi kotor semua pengisi acara, mulai dari MC hingga doa. Subhanallah, salut dengan saudara-saudara yang dari luar kota. Tim syiir dari Jombang membawakan syiir yaumun nashr dengan lantunan yang merdu namun isinya mencabik-cabik hati, mengingatkan diri yang tak semangat dalam perjuangan. MC,pemateri dan  host yang antusias. Hingga pembaca doa yang berjalan tertatih menaiki podium (usianya sudah senja). Semuanya mengikuti gladi bersih di tengah hujan lebat disertai angin kencang yang menyapa kota Kediri sore itu. Subhanallah, alhamdulillah, allahuakbar... hanya Allah yang bisa membalas pengorbanan mereka.

Kid corner, namanya juga acara muslimah, tentu tak bisa dilepaskan dengan hal-hal yang berhubungan dengan anak. Panitia menyiapkan penitipan anak. Sebuah tempat yang  terpisah total dengan tempat acara, biar ibu mereka konsentrasi mengikuti acara. Kids corner, bisa dibilang ini adalah tim yang tak terlihat dalam rangkaian acara, namun perannya sangat luar biasa.  Menghandle anak-anak dengan latar yang berbeda. main ini itu, nyanyi, kasih materi. Namun tak bisa mengikuti rangkaian materi Liqa’ Muharram. Sekali lagi, itu semua tak kan sia-sia.
Peserta, lebih luar biasa lagi. Subhanallah, ketika MC menyapa peserta semua semangat bersorak. Peserta dari Kediri... disambut dengan takbir. Peserta dari Tulungagung paling heboh ketika bertakbir karena paling banyak, tak kalah dari Trenggalek, Jombang, Blitar dan Nganjuk. Mulai dari mubalighah hingga anggota majelis taklim, mulai dari belia hingga yang lanjut usia...
Masih banyak lagi yang berperan, namun tak bisa menceritakan satu-persatu. Tim pendamping sektor, tim dokumentasi, konsumsi, kesekretariatan, penerima tamu, yang minjemi kipas angin, yang nyari bunga, yang kasih daun-daun, kabel olor, taplak... and so on.
Alhamdulillah, semoga menjadi langkah awal  untuk terus menggemakan syariah dan khilafah di seluruh daerah. Amin
Jadi bisa membayangkan betapa saudara2 di kota besar ( Sby, Jkt dll) harus berjuang ekstra ketika ada acara besar. Yang dari daerah cuma harus nyari peserta aja...

No comments:

Post a Comment