Tuesday 4 December 2012

Gara-gara club bola


Satu billera
Satu pianika
Beberapa stick senar drum n bass drum
Satu pasang simbal

Beberapa perangkat drum band yang hilang dari tempat penyimpanan.

Beberapa batang besi rangka untuk rehab kamar mandi masjid juga hilang

Dasar pencurinya adalah anak-anak bau kencur, yang masih lugu, tak bisa menyimpan rahasia. Akhirnya terbongkar siapa dalangnya. Anak-anak kampung yang tergabung dalam sebuah club bola. Alasannya sepele, untuk menambah dana pembelian kaos club.
Memang akhir-akhir ini club bola di kampung semakin menjamur. Tanding sana-sini demi “prestasi” bukan demi kesehatan yang merupakan tujuan seseorang berolah raga.  Menang, itu harapan setiap club. Menjadi terkenal. Tampil mempesona dengan kaos yang sama, disertai nama dan no di punggung.

Gara-gara club bola esensi dari olah raga sepak bola menjadi sirna. Olah raga seharusnya demi mendapatkan kesehatan tubuh, namu saat ini beberapa olahraga hanya menjadi ajang menuju status selebriti.  Selebriti , sosok yang diidamkan, terkenal, dipuja, menjadi idola dan kaya raya.

Jadi teringat salah seorang mantan pemain Persik kediri yang asli Ngino Plemahan. Pernah membaca profilnya di sebuah media massa. Menjadi kebanggaan masyarakat, menjadi tulang punggung keluarga dan rumahnya pun menjulang bak istana. Setiap lewat desa tersebut selalu tengok kanan-kiri, mana sih rumahnya .... penasaran J.

Terinspirasi dari club bola yang terkenal di TV, bayaran per musimnya selangit. Transfernya miliaran, jadi bintang iklan, jadi pujaan wanita. Begitulah ketika materi dan prestise sudah menjadi orientasi  hidup. Diliput secara khusus dan terus menerus. Tak ayal anak kecil pun juga tergiur.

Awalnya hanya sekadar hobi namun semakin tinggi angan, menjadi club bola yang diperhitungkan, mendapat sponsor tapi itu semua tak mudah teraih ketika di awal mereka sudah tak punya modal. Iman yang tipis, pengetahuan agama yang minim,jadilah jalan pintas modal dengkul yang dilakukan. Mencuri.

Kita runut saja, betapa banyak kebaikan ketika club bola profesional tidak ada: tak akan ada bentrok antar suporter, tak akan ada judi bola, kepolisian tak perlu membuang tenaga mengamankan pertandingan bola, angkutan umum tak perlu menghindari para suporter tak bertanggung jawab. Tak  ada manipulasi/permainan skor. Bisa memanfaatkan 2x45 menit + 15 menit untuk aktivitas yang lebih bernilai.

Gara-gara kapitalisasi club bola, ajang bisnis segala cara pun dihalalkan untuk meraih keuntungan setingginya.

Bukannya tak suka bola, jika saja jadi laki-laki mungkin hampir tiap hari main bola. Seru, olahraga murah meriah. Namun jika sudah merusak tatanan kehidupan, hanya jadi permainan yang melalaikan. Lalai kewajiban. Lalai sholat,lalai belajar. Sungguh tak layak dipertahankan

No comments:

Post a Comment