Thursday, 24 October 2019

Tanpa Aspirasi Perlahan Demokrasi Mati



Entah apa yang merasuki rezim ini. Semakin hari semakin represif dan melakukan apa saja untuk membungkam siapapun yang tak sejalan dengan penguasa. Peringatan keras kepada ASN yang mengkritik pemerintah melalui media sosial, pencopotan jabatan beberapa anggota TNI karena status para istri, hingga proses hukum yang cepat atas para pengkritik dengan alasan ujaran kebencian. Belum lagi tindakan represif aparat  saat demonstrasi menyampaikan aspirasi. Rentetan peristiwa yang sangat bertolak belakang dengan klaim sebagai penguasa yang demokratis dan terpilih melalui pesta demokrasi. Kebebasan berpendapat yang dijamin dalam sistem demokrasi seolah hanya omong kosong belaka, sebatas jargon pemanis kata.

Namun dibungkamnya kebebasan berpendapat, perlahan namun pasti akan terjadi meski berada dalam sistem demokrasi. Kedok jahat demokrasi yang menjadi andalan sistem pemerintahan kapitalis sekular akan semakin terbuka. Sejatinya tidak ada kebebasan menyampaikan aspirasi dalam demokrasi, yang ada adalah usaha mempertahankan kekuasaan dengan segala cara dan menjamin kepentingan para pemilik modal saja. Kepentingan dan suara rakyat sama sekali tak mendapat ruang selama tidak berpihak pada penguasa. Tirani minoritas yang berkuasa akan menindas mayoritas. Dengan demikian kita tinggal menanti lonceng kematian demokrasi berbunyi.

Memang inilah wajah asli demokrasi, jargon dari, oleh dan untuk rakyat hanya kedok belaka, sejatinya para pemilik modallah yang menentukan segalanya, kritik dari rakyat hanya akan dianggap sebagai angin lalu,  bahkan jika perlu dikriminalkan. Sangat berbeda jauh dengan sistem Islam yang  membuka lebar pintu kritik, masukan dan muhasabah kepada penguasa. Dalam Islam, selama masih dalam koridor akidah dan hukum Islam, kritik atau muhasabah adalah kontrol pada penguasa di saat menjalankan amanahnya sebagai pengurus urusan rakyat. Sebagaimana yang dilaksanakan Rasulullah dan para khalifah terdahulu. Rasulullah saw tak sungkan meminta masukan dari para sahabat, seabagaimana Umar Khattab ra. menerima kritikan atas kebijakannya membatasi mahar, Muawiyah ra. yang tak marah dikritik Jariyah bin Qudama as-Sa’adi di depan menteri Romawi yang sedang berkunjung, dan masih banyak lagi peristiwa lainnya, dengan kesimpulan yang satu, penguasa yang menjalankan sistem Islam bukanlah pemimpin yang alergi mendengarkan aspirasi.



Monday, 21 October 2019

Baca Saja Tulisannya : ISYARAT



Mungkin tak banyak yang menyadari ada yang tidak pas dengan tulisan di rambu lalu lintas yang lama terpampang, entahlah sejak kapan tulisan itu terpasang.

Tapi apapun yang tertulis, sudah baca saja :  ISYARAT.

Tidak usah protes, apalagi demo. Terima saja rambu itu, anggap tulisannya benar.

Hampir mirip dengan suasana hari ini.

Awas jangan demo, yang mengganggu pelantikan akan berhadapan dengan tentara, semua harus satu suara : kami bahagia, selamat bekerja.

Ribuan pasukan keamanan dikerahkan seolah akan ada yang berbuat kerusuhan. Kecurigaan kepada rakyatnya semakin memuncak, kawat berduri dan aparat bersenjata lengkap pun siap menghadang siapapun yang tidak berbahagia.

Semua dipaksa sama rasa, merasa baik-baik saja. Semua dipaksa melupakan darah yang tertumpah dan nyawa yang melayang selama pemilu hingga menjelang naik tahta.

Percaya saja dengan media corong mereka. Setuju saja dengan narasi berita yang dibangun istana. Semua diminta menerima dengan lapang dada dan mendukung programnya lima tahun ke depan.

Entahlah, apa yang telah menutup mata para pendukungnya, kesalahan yang berderet tak dipedulikan, kedzaliman nampak mata namun tak dianggap ada.

Namun kami, tidak akan berdiam diri. Tidak akan menjilat demi kue kekuasaan. Kami tetap setia, berjuang demi tegaknya khilafah rasyidah'ala minhajinnubuwah.

Pare, 20 Oktober 2019

Tulisan rambu lalin di perempatan Bogo Plemahan (pojok selatan barat)

Thursday, 3 October 2019

Guru, Operator, Mencari Pinjaman, Sekaligus Teknisi



Mulai tahun ini Penilaian Tengah Semester kelas 6 sudah menggunakan aplikasi, CBT. Jika tahun sebelumnya masih ujian akhir sekolah saja CBT, maka tahun ini jauh hari siswa disiapkan untuk biasa dengan ujian berbasis komputer. Minimal mereka sudah biasa menghadapi soal tanpa kertas. Memang CBT ini lebih hemat kertas, nilai bisa segera diketahui, kecepatan pengerjaan soal juga terukur.

Namun lagi-lagi kendala teknis fasilitas dan sarana menjadi masalah utama. Sekolah harus punya koneksi internet, punya alat agar koneksi internet bisa dinikmati banyak siswa. Dan siswa pun harus punya laptop atau smartphone.

Sudah bukan rahasia lagi, tidak semua sekolah punya fasilitas lengkap, tidak semua siswa punya laptop atau smartphone, tidak semua guru dan siswa melek teknologi. Tidak semua orang tua siswa peduli dan memfasilitasi.

Dan selama menjadi guru tak pernah menjumpai guru lain yang begitu mudahnya berlepas tangan membiarkan siswa berusaha sendiri. Selalu guru berusaha sekuat tenaga memberikan yang terbaik untuk siswanya. Jadilah dalam CBT ini, guru yang mempunyai laptop, smartphone lebih dari satu meminjamkan apa yang dipunya, bahkan mencarikan pinjaman kepada kerabat atau kenalannya. Yang penting siswanya bisa ujian.

Tidak berhenti sampai di sini. Dengan keterbatasan kemampuan akademik dan ekonomi siswa, guru lagi-lagi pontang-panting menghadapi masalah di lapangan. Maka bertambahlah tugas guru, menjadi operator dan teknisi. Memastikan semua siswa bisa akses soal, otak-atik laptop dan smartphone yang error, sampai memasang kabel sana-sini, nyambung kabel, mengamankan kabel yang berpotensi nyetrum dsb. Karena tidak semua siswa mandiri. Dan parahnya jika di sekolah swasta itu semua dilakukan oleh guru-guru honorer yang gajinya amat sangat di bawah UMR.

Di sinilah rasanya ingin menuntut penguasa dan pejabatnya. Rasangan marah banget ketika ada pejabat yang korupsi, enak nian mereka, padahal kami di bawah terus terengah-engah. Tata kelola negeri ini begitu amburadul, ketidakidealan terjadi di berbagai bidang.

Mohon tidak dengan ringan berucap : pindah sekolah aja kok repot, ya itu resiko jadi guru, usaha donk jangan mengeluh terus. Berucap gitu?  Ayo ketemuan! Tak klethak kon. Sadis? Yo bah!

Ya semua pasti ingin normal, ideal, cateris paribus. Outlier alias pencilan itu normal terjadi, tapi jika banyak outlier ya harus berpikir ada yang salah dengan proses. Harus ada perbaikan.

Sementara sampai di sini keluh kesah menghadapi CBT. Mau ngomel masalah lain yang berkaitan dengan problem pendidikan di negeri ini ya ga bakalan kelar seharian, sangking kompleksnya permasalahan yang dihadapi.

Dan saya memang masih memilih jadi guru. Namun tak berhenti sampai di sini, saya punya visi jangka panjang yang akan terus diperjuangkan, menegakkan khilafah. Dengan khilafah islam kaffah akan diterapkan. Yakin khilafah adalah ajaran Islam, sistem terbaik dari Allah dan RasulNya. Jika ada yang bilang : pengemban khilafah keluar saja dari Indonesia, akan disiapkan sanksi hukum bagi penyampai khilafah, bercita-cita khilafah tegak itu anti NKRI, mengkhianati pahlawan, anti Pancasila dll, biarin EGP.

Kok ngeyel khilafah terus sich? Ayo ketemuan, ngobrol diskusi, boleh sambil ngeteh atau ngopi dan makan weci. Santai saja, ga usah ngegas, terpengaruh dengan opini negatif tentang khilafah.

Terakhir, salam hormat untuk Bapak-Ibu Guru di seluruh pejuru Indonesia, jasamu memang tiada tara. Semoga tetap ikhlas beramal. Aamiin

Pare,  3 Oktober 2019

Wednesday, 2 October 2019

Ooh.. Ternyata Relawan Itu Dibayar?


Membaca sebuah komentar di link berita. Berita tentang para relawan dan buzzer yang berjuang menguasai media massa dengan tulisan dan informasi yang bersumber dari tim buzzer untuk membentuk opini sesuai keinginan atau semua hal yang menguntungkan pemesan sekaligus junjungan mereka. Bahkan hingga menyebarkan informasi hoax pun dilakukan.

Di komentar link tersebut ada yang berbagi informasi bahwa para buzzer relawan tersebut bekerja karena memang ada imbalan, ada bayaran. Dan yang lain pun menanggapi dengan nada heran, karena dalam persepsinya relawan itu bekerja karena murni setia bukan karena dibayar.

Memang selama ini relawan itu identik dengan keloyalan tanpa imbalan, maka wajar jika ada yang heran. Namun bagi yang paham dengan karakter orang kapitalis pasti tahu, mereka bekerja atas asas manfaat dan kepentingan. Selama ada jaminan manfaat dan kepentingan apapun rela dilakukan. Salah satunya adalah selama ada dana maka mereka akan terus bergerak. Maka untuk melangsungkan simbiosis mutualisme antara pemesan sekaligus penyandang dana, dengan para tim relawan maka dana terus dikucurkan. Penyandang dana akan terus mencari peluang mencari dana dan relawan akan terus melayaninya. Maka sebaliknya, kesetiaan para relawan akan berakhir seiring dengan seretnya aliran dana. Memang begitulah prinsip amal bagi pengemban ideologi kapitalisme.

Jelas sudah, mereka sejatinya bukan relawan, tapi bergerak karena tawaran materi. Jadi tinggal menunggu mereka kehabisan dana pasti gerak mereka akan berakhir juga.

Namun cukupkah menunggu saja? Jelas tidak. Butuh keyakinan dan aksi nyata. Pertama, butuh keyakinan, sebesar apapun dana yang dikerahkan orang kafir dan musuh Islam untuk menyerang Islam dengan opini hoax, juga sebesar apapun usaha untuk mengjamcurkan Islam, pasti kekalahan saja yang mereka dapatkan (Surah al anfaal 36). Kedua, butuh aksi nyata. Berupa langkah tandingan dalam rangka counter and attack. Tim relawan buzzer yang terus menggempur opini hoax harus dilawan dengan tulisan mencerahkan, tulisan ideologis dari sudut pandang syariat. Dan langkah nyata yang tak kalah pentingnya adalah menggencaran dakwah ideologis. Disadari atau tidak, relawan jahat itu mempunyai misi melanggengkan pemikiran berbasis kapitalisme dan ide lain yang bertentangan dengan Islam. Dan mereka juga punya misi menjauhkah umat dari pemikiran yang sahih dan akhirnya kebangkitan Islam pun hendak mereka hadang. Di sinilah urgensi dari mengerahkan seluruh upaya untuk berdakwah, baik secara lisan maupun lewat tulisan.

Yang pasti dakwah kita bukan sekadar karena materi, namun lebih dari itu. Dakwah ini semata lillah yang tak mengenal lelah hingga mati menghentikan langkah. Maka teruslah menyampaikan opini Islam, teruslah menyadarkan umat dengan dakwah Islam. Bukan bayaran yang menggerakkan kita, namun perintah dari Yang Maha Kaya cukup menjadi motivasi utama.

Pare, 2 Oktober 2019