Saturday 21 January 2017

Asal Tidak Matematika, Asal Tidak Islam


Asal Tidak Matematika
Selama pelajarannya bukan matematika siswa asyik menikmati. Selama bukan matematika mereka rela molor hingga lewat batas jam pulang. Begitulah, bagi sebagian besar siswa di tempat mengajar, pelajaran matematika masih dianggap sebagai momok. Sulit, membosankan dan membuat pusing. Padahal sudah dibuat penyampaian yang paling ramah. Tetap saja ketika bertemu angka apalagi soal cerita yang bertele-tele mereka sudah terburu phobi.

Ketika pelajaran matematika, maunya sebentar saja. Soal tidak usah banyak-banyak. Inginnya cepat diakhiri. Bisa dikatakan semangat untuk berpikir, mengasah logika dan menghadapi tantangan hampir menjadi semangat yang langka. Maunya instan ga pake mikir panjang.

Asal tidak matematika siswa betah mengikuti pelajaran. Tentu tidak akan dibiarkan, terus memotivasi, memperbaiki cara penyampaian kepada siswa, menggambarkan mudahnya matematika dan peran matematika dalam kehidupan mereka kelak. Insya Allah lama-lama mereka pasti paham. Jika tidak saat di sekolah dasar, semoga kelak di saat pemikiran mereka semakin dewasa mereka akan tahu mengapa harus belajar matematika, mengapa muslim harus berilmu, mengapa muslim harus semangat belajar. Sementara memaklumi saja, mereka masih sekolah di madrasah ibtidaiyah, sekolah dasar, jadi jika cenderung berpikir pendek itu berbanding lurus dengan usia mereka. Mereka belum sepenuhnya paham mengapa harus belajar matematika, mereka masih menuruti rasa takut pada kesulitan.

Asal Tidak Islam
Dan saat ini sedang ramai bendera merah putih yang dihiasi kalimat tauhid. Langsung saja dianggap sebagai tindakan yang tak terpuji, menodai lambang Negara. Padahal ketika merah putih dihiasi tulisan selain kalimat tauhid tidak masalah. Mau dihiasi apa saja tidak masalah, asal tidak berhubungan dengan Islam. Jika berhubungan dengan Islam seolah itu tindakan kejahatan yang luar biasa. Seolah apa yang berhubungan dengan Islam dianggap menodai negeri ini.

Menolak pemimpin kafir, meminta penista agama diadili, menggunakan kalimat tauhid penghias panji Rasulullah saw, mengibarkan ar rayah dan al liwa’ yang merupakan panji Rasulullah dianggap sebagai tindakan yang memaksakan kehendak, merusak kebinekaan, mengkhianati NKRI.

Membela diri dari kedzaliman, mempertahankan diri dari serangan, membela Alquran dan agama Islam dianggap sebagai kesewenangan dan tidak punya kepedulian. Suara ulama dan umat pun tak didengar. Karena semuanya ada membawa tuntutan Islam.

Sangat berbeda, penyerang jamaah salat Idul Fitri diundang ke Istana, para selebritis perusak generasi diajak duduk bersama dan para pelawak yang membuat hati mati karena hanya menyampaikan candaan yang penuh dusta didengarkan suaranya.

Ya, selama itu berlabel Islam akan ditolak dan sekuat tenaga akan dicari kesalahannya. Dan selama itu tidak menyandang label Islam, sekejam dan sebrutal apapun perbuatannya masih dikatakan sebagai bagian dari kebebasan. Asalkan bukan Islam tangan para pengkhianat rakyat akan terus terulur, siap melindungi, memfasilitasi dan menjamin apapun yang dilakukan.

Apa yang dilakukan kaki tangan kapitalis, sebenarnya menunjukkan ketakutan mereka pada kebangkitan Islam. Sedikit saja ada hal berbau Islam, mereka kalang kabut. Sikap reaktif untuk membendung Islam semakin membuktikan sebenarnya mereka tidak paham dengan Islam, atau mereka salah paham dengan Islam. Islam bukan agama dan ideology yang menakutkan dan harus ditakuti.
Islam adalah rahmat untuk seluruh alam, bukan sekadar rahmat untuk umat Islam. Islam adalah agama sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam tidak memaksa seluruh manusia untuk memeluk Islam, bahkan dalam system pemerintahan Islam, yaitu Khilafah, setiap warga Negara baik muslim maupun nonmuslim akan mendapat jaminan kehidupan. Islam membiarkan nonmuslim hidup dalam naungan daulah khilafah, menjamin hak mereka.

Jika ada upaya untuk mencitrakan Islam sebagai sesuatu yang menakutkan, dan semua yang berhubungan dengan Islam layak untuk dicurigai, dikriminalkan adalah upaya murahan, bukti ketidakmampuan terus  konsisten menjamin kebebasan. Bisa dikatakan, semuanya bebas berbuat, tapi jangan bawa-bawa Islam, meski hanya sebatas labelnya saja.

Apakah ketidakadilan terhadap Islam akan dibiarkan begitu saja? Tentu tidak. Apakah ketidakadilan terhadap Islam dihadapi saja dengan kekerasan? Tentu tidak. Umat Islam saat ini sedang menghadapi ujian, jika tidak menghadapi ujian dengan bijak hanya akan menimbulkan perpecahan. Dan persatuan umat akan semakin sulit diwujudkan, musuh Islam pun bertepuk tangan.

                Apa yang harus dilakukan? Berdakwah, menyeru pada Islam, mengajak pada kebaikan, mencegah kemungkaran. Berinteraksi dengan seluruh manusia yang ada di sekitar, memahamkan umat akan konsekuensi syahadat, kewajiban terikat pada syariat serta tunduk pada aturan Allah SWT dan Rasulullah saw. Mengingatkan, dunia bukan segalanya, ada akhirat yang menunggu. Menyampaikan hanya Islam yang layak diterapkan, hanya Islam yang akan memberikan rahmat untuk seluruh alam, bukan yang lain.

Pare, 20 Januari 2017



No comments:

Post a Comment