Tuesday 11 August 2015

Ghalat, Galat, Guilt dan Islam Nusantara



Jujur, baru tahu kalo kata galat itu berasal dari bahasa Arab. Dulu waktu masih kuliah sangat familiar dengan istilah galat. Padahal mayoritas istilah dalam perkuliahan diambil dari istilah asing non Arab. Data, datum, sample, populasi, distribusi data, varian, standar deviasi, analisis regresi, data heterogen, uji validasi, uji homogenitasi dan lain sebagainya. Mengira istilah galat juga tidak jauh berbeda, diambil dari bahasa Inggris or Latin. 

Menemukan kata galat pada pembahasan tentang  badal atau kata pengganti

Dua versi penjelasan :
Di kitab Mukhtashar jiddan




Di Kitab Jamiuddurus


Mari kita lihat di kamus saja :
Al Ghalatu (   الغَلَطُ) :  kesalahan,kekeliruan (kamus al munawwir)

Galat : kekeliruan, kesalahan, cacat ( kbbi.web.id)

Guilt : kesalahan

Mirip kan huruf pokoknya. Jika ditranslate ke Indonesia huruf dasar konsonannya adalah  g – l – t.

Badal ghalat digunakan untuk meralat kesalahan.

Dari segi bahasa dan kata, harus diakui bahwa bahasa Indonesia banyak menyerap dari Bahasa Arab. Membuktikan bahwa para pendahulu kita, entah itu ulama maupun orang awam sudah terbiasa menggunakan kata serapan bahasa Arab. Di sinilah luar biasanya potensi bahasa Arab dan potensi Islam dalam penyebaran Islam, dan membuktikan bahwa Islam mudah melebur dengan semua umat dan bangsa. Semua umat manusia bisa menerima Islam dan menyesuaikan apa yang ada pada dirinya dengan Islam dan hukumnya. Tidak terbalik, Islam yang menyesuaikan masyarakat.

Begitu pula dengan negeri ini yang dahulu dikenal sebagai Nusantara. Para wali yang diutus Khilafah Utsmani berdakwah di Nusantara. Para wali terkenal sebagai ulama yang berpegang teguh pada syariat Islam. Dengan kepiawaian mereka, masyarakat mudah menerima ajaran Islam. Dan dengan usaha keras para wali memahamkan masyarakat, mengajarkan Al Quran, mengajarkan agama Islam. Dan hasilnya, banyak penduduk Nusantara  yang ridlo masuk Islam dan meninggalkan kepercayaan mereka sebelumnya.
Jadi, jika kemarin ada yang heboh dengan mengopinikan Islam Nusantara (tapi ternyata mereka heboh sendiri), perlu diperjelas lagi definisi Islam Nusantara. Jika Islam Nusantara versi ulama awal pembawa Islam ke Nusantara ya tidak masalah, meneruskan perjuangan para ulama menerapkan aturan Allah di Nusantara. Tapi jika Islam Nusantara sebagai metamorphosis dari Islam Liberal yang seenaknya sendiri, mengagungkan kebebasan, ide-idenya terkontaminasi dengan pemikiran Barat ya harus ditolak. Haram mencampuradukkan yang benar dengan yang salah. Islam itu terikat dengan syariat Allah tapi liberal itu membebaskan umat manusia memakai aturan manusia. Jadi jelas bertolak belakang. 

Jika ada yang masih terpesona dengan ide Islam Nusantara yang hanya akal-akalan kaum liberal, maka menjadi pekerjaan bagi orang-orang yang berpegang teguh pada syariat Allah dan ajaran Rasulullah saw untuk terus memahamkan umat tentang Islam ideologis dan membendung ide Islam Nusantara sekuat tenaga. Hingga Islam Nusantara senasib dengan JIL. Tak mendapat tempat di hati umat. 

Pare, 11 Agustus 2015

No comments:

Post a Comment