Wednesday, 31 December 2014

Jalan kemaksiatan




Jl. Jaya Wijaya Pare, sekitar pukul 09.45pm 29 Des 2014 sebelah barat RSIA

Sengaja membuka mata lebar-lebar mengawasi kanan – kiri jalan, bukannya mau nyebarang tapi mau membuktikan info dari teman, hati-hati kalo malam lewat jalan itu.

Dan akhirnya, sekelebat melihat sosok yang dicari di kiri jalan. Kemudian ada juga di kanan jalan, bersiap dibonceng sepeda motor.

Karena naik mobil tidak pelan hanya bisa melihat sepintas, tapi lumayan jelas jenis pakaiannya. Penampakan wanita-wanita berpakaian minim, tapi tidak jelas 100% wanita atau hanya wanita jadi-jadian, karena isunya yang mangkal di daerah tersebut kebanyakan wanita jadi-jadian.

Akhirnya melihat dengan mata kepala sendiri, naudzubillah mindzalik.

Jalan tersebut benar-benar dijadikan tempat mangkalnya pelacur untuk mencari pelanggan. Dari kabar-kabur, itu diawali sejak ditutupnya lokalisasi di Gedangsewu. Meski resmi ditutup tapi nyatanya masih beroperasi.

Dahulu, di Surabaya juga pernah dengar tentang beberapa jalan yang biasanya dijadikan tempat mangkalnya para pelacur. Jalan  Irba, Pangsoed. Tapi tidak pernah melaluinya pada malam hari. Selain karena jauh dari kosan yang ada di Surabaya pinggiran, juga tidak berani, membayangkan saja rasanya mengerikan.

Ada demand, ada supply, aparat yang lalai, masyarakat kurang peduli, individu  lemah iman tak ada sanksi yang berefek jera, system sekuler masih menjadi factor penyebab langgengnya prostitusi di negeri ini. Masalah ekonomi, yang sering dijadikan kambing hitam hanyalah efek samping dari penerapan system sekuler berbasis ideology kapitalisme. 

Jadi prostitusi insya Allah bisa diselesaikan dengan berbagai penanganan. Sanksi tegas bagi pelacur dan pengguna jasa pelacur. Pelacur diburu begitu pula dengan pelanggannya, tak ada ruang untuk mereka. Menyadarkan masyarakat, mengedukasi dan membekali individu dengan aqidah yang menancap kuat dan produktif. Tidak menjadikan asas manfaat dalam beraktivitas, tapi sepenuhnya menjadikan hukum syara’ – Allah SWT sebagai standart. Halal, jalani. Haram, tinggalkan. Wajib, laksanakan. Zina haram maka tidak boleh ditoleransi, menikah  syar’I – halal maka dipermudah dan difasilitasi. Masalah ekonomi yang seringkali menjadi pemicu diselesaikan dengan bekal pemahaman rezeki halal, peningkatan ketrampilan dan lebih manjur lagi ada perubahan sistemik. Tinggalkan system ekonomi kapitalis terapkan system ekonomi Islam yang akan terlaksana dengan sempurna dalam system Khilafah. Memang tidak semudah membalikkan tangan, semuanya membutuhkan perjuangan, pengorbanan, kesabaran dan keikhlasan. 

Terus belajar dan mengajak umat melaksanakan kebaikan tertinggi yaitu diterapkannya hukum Allah, belajar dan berdakwah.

Mengajak kebaikan, mencegah kemungkaran. Meyadarkan umat dan membinanya dengan berpegang teguh pada aqidah Islam, mau menerapkan aturan-aturan Allah. Mengkaji Islam secara menyeluruh, tidak berhenti pada ibadah mahdhah saja, tetapi juga mengkaji Islam sebagai ideologi yang juga mempunyai solusi atas semua masalah kehidupan, diterapkan oleh Negara kepada seluruh warganya, menjadi rahmat untuk semua, demi meraih ridha Allah.
#YukNgaji

Saturday, 13 December 2014

Lebah Minggat di Pohon Alpukat



Di musim hujan seperti ini lebah ternak dibawa pulang. Sudah bukan musim bunga, bunga telah menjadi buah.

Ada hal yang menarik

Lebah minggat dari sarang, biasanya terjadi karena ada “perang” memperebutkan kekuasaan antar ratu, jadi ada dua ratu dalam satu kotak lebah. Tidak ada yang mau mengalah, maka jalan keluarnya adalah salah satu ratu meninggalkan sarang. Tidak mau sendirian, dia akan mengajak lebah pekerja.
Jika dibiarkan lama-kelamaan satu kotak sarang bisa migrasi semua.
Jika dibiarkan terlalu lama di luar sarang membuat lebah tak terkontrol dan paling bahaya ketika terkena penyakit, jika pulang sendiri ke kotak lebah bisa menularkan penyakit. Ini yang paling mengkhawatirkan. Terlalu lama di luar sarang berbahaya bagi lebah yang minggat, juga merugikan lebah yang lain.
Kali ini lebah minggat ke pohon alpukat yang jaraknya sekitar lima puluh meter dari kotak-kotak lebah ternak.
Cara mengembalikan lebah minggat dengan memancing lebah, mendekatkan sarang lebah yang diambil dari kotak. Dengan sedikit pengusiran halus dari pohon, lebah akan pindah dan kembali ke sarang.
Tidak boleh dengan cara kasar, pelan-pelan mengarahkan lebah ke sarang. Sabar menunggu hingga semua  atau setidaknya sebagian besar lebah kembali mengerumuni sarang yang disediakan.
Dikembalikan ke kotak kosong, yang pasti tidak ada ratu lain, diamankan dengan menutup kotak agar lebah kembali menyesuaikan diri dengan sarang di kotak.
Kali ini lebah masih sebatas menggerombol, belum membuat sarang baru.
Mengambil pelajaran dari minggatnya lebah
(Kalo ga nyambung nyari benang merah buat nyambungin… :) )
Karena ternak lebah, maka ada kesengajaan untuk mengambil manfaat dari lebah. Ada kesengajaan menyediakan sarang lebah, kotak lebah sebagai rumah tempat  berakhirnya petualangan  lebah setelah beberapa waktu lamanya dia berkeliaran di luar sarang, mencari nectar.
Bagaimanapun juga makhluk hidup pasti membutuhkan tempat berlindung, berhenti sejenak dan tinggal bersama.
Dan begitu pula dengan umat Islam. Umat Islam membutuhkan rumah, rumah yang akan melindungi, mengayomi seluruh penghuninya, rumah yang dipimpin oleh seorang mukmin yang yang mengurusinya, menjadi pelindung dan perisai.
Dengan rumah itu semua penghuni merasakan kebahagiaan, suka dan duka bersama. Saling berbagi kebahagiaan, saling membantu jika ada yang kesusahan.
Rumah itu tak lain adalah khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Khilafah yang dijalankan berdasrkan metode nabi mengurus umat sebagai kepala Negara, mencontoh para khalifah rasyidah yang menjalani pemerintahan dengan berpegang teguh pada aturan Allah SWT.
Rumah umat Islam bukan republic, kerajaan, monarki konstitusional, federal, imperium. Rumah umat islam adalah khilafah.
Namun, rumah itu telah diruntuhkan Mustafa Kemal pada tahun 1924, sejak saat itu umat Islam tercerai berai dan akhirnya terkotak-kotak dalam negara yang terbelenggu dengan nasionalisme.

Hidup tanpa khilafah ...
Bukan kesejahteraan, kemaslahatan yang didapat
Umat Islam terpuruk dan terkerat-kerat
Menjadi umat yang terhina dan terlunta-lunta
Menjadi umat yang hanya berakhir sebagai mangsa
Jika dibiarkan berlama-lama di luar rumah bisa semakin sakit
Menjalani kehidupan dunia yang semakin menghimpit dan sempit
Sebuah konsekuensi mengabaikan peringatan Allah dalam al qur’an surat  Tha haa ayat seratus dua puluh empat
Merasakan kesempitan hidup di dunia dan dihimpun di akhirat dalam keadaan buta sehingga tak bisa melihat
Sungguh sengsara nian, tak punya khilafah sebagai rumah
Hidup penuh dengan berbagai masalah

Mencari tahu tentang khilafah, mengkajinya secara intensif. Belajar tentang dalil-dalil diwajibkannya khilafah, belajar tentang bagaimana khilafah nanti menyelesaikan berbagai masalah. Biar kita tidak hidup terlunta-lunta di luar rumah.
#YukNgaji

Blusukan Umar bin Khattab



Hasil membaca buku Umar bin Khattab Karangan M Husain Haikal diterjemahkan oleh Ali Audah ( cet 4 tahun 2003), bab 22 Pemerintahan Umar bin Khattab sub bab Ketatnya Umar kepada diri sendiri dan baktinya kepada rakyatnya halaman 653.

1.       Pada masa pemerintahannya futuhat / penaklukan semakin meluas, namun itu semua tidak mengubah kesederhanaan Umar bin Khattab. Punya segudang prestasi, kerja nyata, menyejahterakan rakyat, tidak mau melihat rakyatnya sengsara, tidak memperkaya diri dan keluarga.

2.       Blusukan pada malam hari ditemani Aslam, bertemu dengan seorang wanita yang akan melahirkan namun kesulitan. Pulang memanggil istrinya untuk membantu proses kelahiran. Cekatan, tidak pake repot menyuruh anak buah. Memenuhi kebutuhan wanita tersebut dengan membawa sendiri barang bantuan yang akan dibawa.

3.       Menjumpai seorang wanita bersama anaknya yang terus menangis. Wanita tersebut menyapih anaknya meski seharusnya masih dalam masa susuan. Menyapih dengan alasan agar mendapat tunjangan karena kebijakan Umar b. Khattab yang memberikan tunjanga kepada anak yang sudah disapih. Umar benar-benar menyesal kebijakannya telah mendzalimi. Setelah itu Umar langsung mengubah kebijakannya. Ga pake lama, ga pake eyel-eyelan dengan DPR ( apalagi DPR nya penuh dengan oposisi), ga pake tebar wacana yang taka da hasil nyata. Jika terbukti mendzalimi dan melanggar hukum syara’ langsung kebijakan direvisi.

4.       Bertemu ibu yang merebus air untuk “membohongi” anaknya yang menangis dan kelaparan hingga akhirnta tidur karena lelah menangis. Umar langsung mengambil bahan makanan dan memanggulnya sendiri. Ga ribet dengan birokrasi untuk mengeluarkan barang.

5.       Mengangkat pejabat untuk mengajarkan kitabullah dan sunah Rasul. Bukan pejabat yang haus kekuasaan dan memperkaya diri. Jika ada pejabat yang diadukan rakyat, melanggar hukum Allah dan Rasulullah akan ditindak sendiri.

6.       Ali bin Abi Thalib pernah bertemu dengan Umar Bin Khattab yang berlarian mengejar unta sedekah. Benar-benar bertanggungjawab dengan amanah yang diemban, tidak suka obral janji apalagi membohongi.

7.       Pada suatu malam mengajak Abdurrahman bin Auf untuk ronda malam karena ada sekelompok orang mencurigakan dari pasar menuju kota yang diduga akan mencuri. Begadang sepanjang malam dengan Abdurrahman. Melihat seebuah rumah yang masih terang benderang menyalakan lampu padahal ada aturan pada jam malam lampu dimatikan. Ternyata ada sekelompok orang yang mabuk-mabukan. Pagi harinya ditegur oleh Umar.

8.       Mempunyai keinginan untuk selalu berpindah tempat tinggal dengan tujuan mendekatkan diri dengan rakyat, makanya tidak punya istana megah. 

Begitulah, blusukan tidak dalam rangka mencari perhatian, dibuktikan dengan dilakukan saat sepi tanpa membawa awak media. Tidak memakan biaya puluhan juta. Hasinya pun begitu nyata, bukan sekadar pencintraan saja.

Monday, 8 December 2014

Wujuduhu ka’adamihi


Wujuduhu ka’adamihi ( dalam dakwah )
Pertama kali mendengar kalimat itu dari seorang senior ketika masih kuliah dulu.
Awalnya tidak paham dengan apa yang dimaksud. Memang tidak mengerti bahasa Arab, memang lagi blank. Tapi karena disampaikan dalam sebuah acara training motivasi, hanya menduga itu sebuah kalimat untuk memotivasi.
Ketika kalimat itu terdengar untuk kesekian kalinya, akhirnya meminta penjelasan.
Wow, dalam banget. Menyindir …
Wujuduhu ka’adamihi, keberadaannya sama dengan ketiadaannya.
Realitasnya kita ada tapi sama saja dengan kita tidak ada. Hidup tapi tak berguna, tidak punya kontribusi sedikit pun. Naudzubillah min dzalik
Ternyata ada yang lebih parah lagi ‘adamuhu khairun min wujudihi, ketiadaannya lebih baik daripada keberadaannya. Kehadirannya tidak diharapkan, bahkan orang lain sangat senang jika dia tidak ada. Naudzubillah min dzalik
Idealnya menjadi khairunnas ‘anfa’uhum linnas, sebaik-baik manusia yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.
Minimal bermanfaat untuk orang disekitar kita dan masyarakat, bermanfaat untuk umat, bermanfaat untuk meninggikan agama Allah.
Dan salah satu aktivitas dalam rangka menebar manfaat adalah dakwah.
Dakwah, tidak hanya demi meraih ridha ilahi untuk diri sendiri, tetapi juga mengajak orang lain bersama  menuju ridha ilahi. Menebar manfaat dengan tetap terikat syariat.
Jadi jika kita berdakwah tetapi orang disekitar kita belum merasakan manfaat kita, patut muhasabah diri.
Jadi jika dakwah kita belum dirindukan, patut mengevaluasi diri.
Jadi jika berada dalam jamaah dakwah tapi tidak berkontribusi pada jamaah, mari memperbaiki diri.

Dakwah bukan hanya demi menggugurkan kewajiban
Dakwah harus disertai kesungguhan
Memberikan seluruh jiwa, harta, waktu dan tenaga
Mempersembahkan waktu terbaik, kemampuan terbaik, tenaga terbaik, usaha termaksimal

Jangan sampai kita menjadi wujuduhu ka’adamihi.
 Naudzubillah mindzalik.
Siapa pun kita mari berusaha menjadi orang yang memberi manfaat untuk siapa saja.