Wednesday, 27 January 2021

Generasi Z Mau Diapakan?

 



Hasil survei penduduk yang dilakukan BPS tahun 2020 telah dipublikasikan. Hasilnya, jumlah penduduk Indonesia adalah 270, 20 juta jiwa, dari jumlah tersebut komposisi terbesar ditempati oleh generasi Z sebanyak 27,94%. Generasi Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997-2012 atau saat ini berumur antara 8-23 tahun. Dengan kata lain generasi Z saat ini menempati posisi usia sekolah dan kuliah. Maka aktivitas terbanyak yang seharusnya dilakukan oleh generasi Z adalah belajar, memperbanyak ilmu dan pengalaman sebagai bekal kehidupan, sebagai bekal penerus masa depan bangsa. Namun bagaimana realita penyiapan dan pembinaan generasi Z saat ini? Apalagi di masa pandemi yang telah berlangsung hampir setahun.

Fakta yang tak terbantahkan, nasib generasi Z saat ini sedang di ujung tanduk. Kerusakan moral menggerogoti generasi ini. Kriminalitas yang dilakukan anak dan remaja semakin meningkat. Pembunuhan, perampokan, pemerkosaan tawuran tak jarang melibatkan generasi Z. Ini terjadi jauh hari sebelum pandemi. Sedangkan saat pandemi, nasib generasi Z semakin terabaikan.

Lihat saja fakta dunia  pendidikan yang belum menemukan pola terbaik untuk dinikmati seluruh pelajar dan mahasiswa. Yang pasti fasilitas tidak merata, tidak semua menikmati fasilitas belajar daring saat pandemi. Tidak ada jaminan semua mendapatkan akses pendidikan terbaik.

Parahnya lagi, yang mendapatkan fasilitas akses internet pun juga bukan tanpa masalah. Mental hedonis yang telah terpatri karena sistem sekular membuat pembelajaran daring tidak maksimal. Porsi pemanfaatan internet untuk belajar masih kalah jauh dengan bermain online yang seringkali membuat ketagihan, malas beraktivitas, malas gerak dan jauh dari aktivitas produktif di dunia nyata.

Perhatian negara pada pendidikan dan pembinaan generasi Z masih belum maksimal, terbukti pemerintah masih sibuk dengan urusan seputar ekonomi makro yang tak banyak menyentuh rakyat kecil hanya menguntungkan para pemilik modal. Beberapa waktu lalu pemerintah nekat mengesahkan UU Cipta Kerja yang terindikasi menguntungkan para pemilik modal, padahal rakyat banyak menolak. Santai membuka kran impor berbagai barang padahal belum memaksimalkan potensi dalam negeri. Pemerintah sibuk memperketat aktivitas rakyat namun longgar dengan WNA, terutama WNA China yang masuk untuk mengisi lapangan pekerjaan, kucuran dana tunai hasil utang pun terus dilakukan untuk menggerakkan roda perekonomian. Dan lagi-lagi pendidikan belum mendapatkan perhatian serius. Akibatnya tak sedikit pelajar yang masih belum mendapatkan ilmu secara optimal, bahkan ada yang stres dengan metode pembelajaran online saat ini. Ironinya pemerintah juga malah sibuk dengan isu radikalisme, intoleransi, dan membungkam rakyat yang kritis, seolah mendeklarasikan diri menjadi penguasa anti kritik, menutup telinga dengan masukan. 

Yang seharusnya dilakukan agar generasi Z siap menjadi generasi penerus bangsa adalah memberikan perhatian penuh dan sungguh-sungguh untuk membina generasi Z, membekali mereka dengan pemikiran yang sahih. Memang sebuah usaha yang tidak menghasilkan materi kekayaan secara langsung, karena membina generasi bukan lahan bisnis melainkan sebagai bentuk tanggung jawab negara pada masa depan generasi. Maka sudah seharusnya porsi perhatian dan keseriusan negara untuk memastikan generasi Z mendapatkan fasilitas terbaik untuk membina kepribadian menuju kepribadian luhur sebagai hamba Allah, yang diciptakan semata untuk beribadah kepada-Nya. Namun hal ini tidak bisa hanya berharap pada sistem demokrasi sekular yang nyata tak membawa kebaikan, saatnya kita memilih sistem terbaik untuk menyelamatkan generasi Z dan umat manusia secara umum agar kelak saat menikmati bonus demografi kita juga memanen kebaikan, sistem yang dibutuhkan tak lain adalah sistem Islam, yang memandang generasi sebagai aset hingga ke akhirat, tentu dengan pengerahan seluruh waktu, tenaga dan pikiran, semuanya demi terwujudnya generasi Z yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. 


No comments:

Post a Comment