Thursday, 28 January 2021

Tempat Singgah



Perjalanan Pare Kediri dan sebaliknya dengan motor, saat badan tidak fit, saat bawa anak biasanya membutuhkan setidaknya satu kali istirahat.


Lebih sering memilih masjid atau mushola untuk transit. Atau pom bensin. Diutamakan yang searah, tidak menyeberang jalan. 


Untuk masjid atau mushola yang pernah disinggahi antara lain, dari arah Pare : masjid setelah RS Khadijah Gurah (terkadang jika dari arah Kediri juga mampir terutama jika sudah masuk waktu salat), pom bensin sebelum SLG.


Dari arah Kediri : masjid setelah perempatan Katang, mushala setelah perempatan Wonokasihan (sebelum jembatan-pasar), masjid di perempatan Gayam, masjid Adan-adan.


Pertimbangan utama memilih tempat singgah tersebut adalah tidak sepi, di pinggir jalan, kamar mandi bersih, ada  tempat parkir atau berteduh. Pertimbangan lain, ada yang jualan atau dekat dengan penjual makanan dan minuman.P

aling nyaman itu ketika nyaman untuk salat, tempat wudhu terpisah total, suasana tenang, ramah anak. 


Semoga pengelola tempat-tempat tersebut terus memberikan fasilitas yang ramah untuk para musafir baik menempuh perjalanan dekat maupun jauh, semoga terus memberikan fasilitas yang terbaik. Aamiin 



Kediri, 28 Januari 2021

Wednesday, 27 January 2021

Generasi Z Mau Diapakan?

 



Hasil survei penduduk yang dilakukan BPS tahun 2020 telah dipublikasikan. Hasilnya, jumlah penduduk Indonesia adalah 270, 20 juta jiwa, dari jumlah tersebut komposisi terbesar ditempati oleh generasi Z sebanyak 27,94%. Generasi Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1997-2012 atau saat ini berumur antara 8-23 tahun. Dengan kata lain generasi Z saat ini menempati posisi usia sekolah dan kuliah. Maka aktivitas terbanyak yang seharusnya dilakukan oleh generasi Z adalah belajar, memperbanyak ilmu dan pengalaman sebagai bekal kehidupan, sebagai bekal penerus masa depan bangsa. Namun bagaimana realita penyiapan dan pembinaan generasi Z saat ini? Apalagi di masa pandemi yang telah berlangsung hampir setahun.

Fakta yang tak terbantahkan, nasib generasi Z saat ini sedang di ujung tanduk. Kerusakan moral menggerogoti generasi ini. Kriminalitas yang dilakukan anak dan remaja semakin meningkat. Pembunuhan, perampokan, pemerkosaan tawuran tak jarang melibatkan generasi Z. Ini terjadi jauh hari sebelum pandemi. Sedangkan saat pandemi, nasib generasi Z semakin terabaikan.

Lihat saja fakta dunia  pendidikan yang belum menemukan pola terbaik untuk dinikmati seluruh pelajar dan mahasiswa. Yang pasti fasilitas tidak merata, tidak semua menikmati fasilitas belajar daring saat pandemi. Tidak ada jaminan semua mendapatkan akses pendidikan terbaik.

Parahnya lagi, yang mendapatkan fasilitas akses internet pun juga bukan tanpa masalah. Mental hedonis yang telah terpatri karena sistem sekular membuat pembelajaran daring tidak maksimal. Porsi pemanfaatan internet untuk belajar masih kalah jauh dengan bermain online yang seringkali membuat ketagihan, malas beraktivitas, malas gerak dan jauh dari aktivitas produktif di dunia nyata.

Perhatian negara pada pendidikan dan pembinaan generasi Z masih belum maksimal, terbukti pemerintah masih sibuk dengan urusan seputar ekonomi makro yang tak banyak menyentuh rakyat kecil hanya menguntungkan para pemilik modal. Beberapa waktu lalu pemerintah nekat mengesahkan UU Cipta Kerja yang terindikasi menguntungkan para pemilik modal, padahal rakyat banyak menolak. Santai membuka kran impor berbagai barang padahal belum memaksimalkan potensi dalam negeri. Pemerintah sibuk memperketat aktivitas rakyat namun longgar dengan WNA, terutama WNA China yang masuk untuk mengisi lapangan pekerjaan, kucuran dana tunai hasil utang pun terus dilakukan untuk menggerakkan roda perekonomian. Dan lagi-lagi pendidikan belum mendapatkan perhatian serius. Akibatnya tak sedikit pelajar yang masih belum mendapatkan ilmu secara optimal, bahkan ada yang stres dengan metode pembelajaran online saat ini. Ironinya pemerintah juga malah sibuk dengan isu radikalisme, intoleransi, dan membungkam rakyat yang kritis, seolah mendeklarasikan diri menjadi penguasa anti kritik, menutup telinga dengan masukan. 

Yang seharusnya dilakukan agar generasi Z siap menjadi generasi penerus bangsa adalah memberikan perhatian penuh dan sungguh-sungguh untuk membina generasi Z, membekali mereka dengan pemikiran yang sahih. Memang sebuah usaha yang tidak menghasilkan materi kekayaan secara langsung, karena membina generasi bukan lahan bisnis melainkan sebagai bentuk tanggung jawab negara pada masa depan generasi. Maka sudah seharusnya porsi perhatian dan keseriusan negara untuk memastikan generasi Z mendapatkan fasilitas terbaik untuk membina kepribadian menuju kepribadian luhur sebagai hamba Allah, yang diciptakan semata untuk beribadah kepada-Nya. Namun hal ini tidak bisa hanya berharap pada sistem demokrasi sekular yang nyata tak membawa kebaikan, saatnya kita memilih sistem terbaik untuk menyelamatkan generasi Z dan umat manusia secara umum agar kelak saat menikmati bonus demografi kita juga memanen kebaikan, sistem yang dibutuhkan tak lain adalah sistem Islam, yang memandang generasi sebagai aset hingga ke akhirat, tentu dengan pengerahan seluruh waktu, tenaga dan pikiran, semuanya demi terwujudnya generasi Z yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. 


Saturday, 23 January 2021

Musibah Silih Berganti Saatnya Muhasabah Negeri

 

       Pesawat jatuh, gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus datang bertubi-tubi di awal tahun 2021. Memang bencana adalah kehendak Tuhan karena tak ada satupun peristiwa di dunia ini terjadi tanpa kehendak-Nya, maka manusia wajib menerima dengan ikhlas semua yang menimpa dirinya, termasuk musibah. Namun di sisi lain manusia juga harus mengevaluasi pemicu terjadinya bencana atau setidaknya menyiapkan segala sesuatu untuk memperkecil dampak negatif bencana.

       Gempa bumi sering datang tiba-tiba namun upaya untuk meminimalisir korban dengan memastikan bangunan yang dibuat tahan gempa atau ramah gempa, teknis evakuasi yang cepat dan ketersediaan fasilitas medis juga kecukupan pangan adalah hal yang bisa dipikirkan manusia, maka pada wilayah inilah manusia wajib berusaha. Dan yang tak kalah pentingnya adalah tindakan recovery semua bidang, jadi korban bisa secepatnya kembali ke kondisi normal, bukan malah ditinggalkan dan dibiarkan menderita sendiri

       Apalagi banjir dan tanah longsor, tanda primernya sangat mudah dikenali, diantaranya curah hujan di atas normal, hilangnya daerah resapan, dan  rusaknya lingkungan.

       Seharusnya musibah banjir dan tanah longsor lebih mudah diantisipasi. Namun sayang, musibah berupa bencana alam yang sering memakan korban ini seolah tak begitu mendapat perhatian dari penguasa. Jika ada, itu pun belum maksimal, tidak sebanding dengan perhatian untuk terus mengeksploitasi alam atas nama pembangunan dan investasi yang jelas hanya menguntungkan para pemilik modal.

       Hal ini wajar dalam sistem kapitalisme, apapun yang mendatangkan keuntungan materi meski itu hanya dinikmati segelintir rakyat lebih diperhatikan daripada urusan seluruh rakyat semisal antisipasi bencana dan penanggulangan bencana yang secara hitungan malah menguras keuangan negara.

       Oleh karena itu, datangnya musibah yang bertubi-tubi seharusnya menjadi bahan evaluasi untuk semua, mengevaluasi perilaku individu, masyarakat hingga kebijakan penguasa. Dan evaluasi yang hakiki adalah benar-benar menyadari bahwa musibah ini tidak terjadi tanpa tujuan, setidaknya menyadari bahwa manusia sangat lemah, berikutnya berusaha maksimal mencari penyebab datangnya musibah yang bisa jadi merupakan teguran sekaligus hukuman dari Allah agar manusia mengingat kembali semua kesalahan yang telah dilakukan. Muhasabah diri, jangan-jangan ini terjadi karena banyaknya kemaksiatan di muka bumi, yang tentu solusinya adalah bertaubat dan kembali taat pada syariat Allah.