Thursday, 31 December 2020

KHILAFAH DINANTI UNTUK ATASI PANDEMI

 

Setahun sudah virus corona mengguncang dunia, bukannya mereda malah ditemukan virus yang semakin mudah penularannya. Di Indonesia, sejak kasus pertama di awal 2020 belum juga menunjukkan tanda kasus puncak untuk kemudian berkurang kasusnya, jumlah orang yang tertular terus naik dan belum menemui titik puncak. Semakin banyak yang meninggal, dan ironinya penambahan tenaga medis dan akademisi yang meninggal karena corona terus saja berlangsung. Tenaga medis sebagai garda terdepan penanganan covid dan kalangan akdemisi yang merupakan kekayaan tak ternilai bagi suatu bangsa. Tak berhenti sampai di sini, perekonomian pun dibuat tergoncang. Badai resesi menyapu semua lini, pegerakan roda ekonomi semakin pelan . Pendek kata, corona telah membuat semua sendi kehidupan terkena dampak. Sungguh kenyataan pahit yang harus ditelan semua manusia.

Namun sayang, kesadaran akan Maha Besarnya Allah yang telah mengirim makhluk mikro yang memporak-porandakan kehidupan umat manusia belum disertai dengan perubahan menuju taubat dan ketaatan total. Sejak awal kasus corona terdeteksi di Indonesia, kejumawaan terus menghiasi kebijakan penguasa. Kedzaliman tidak berkurang namun sebaliknya malah bertambah, pengesahan UU omnibus law yang kedok jahatnya semakin terlihat nyata, kebijakan yang menguntungkan pengusaha dan asing terus berlanjut sedangkan rakyat kecil dibiarkan menantang maut. Hingga saat ini pun kesungguhan pemerintah untuk menjamin kesehatan dan hak hidup seluruh rakyat belum dilakukan secara totalitas. Kemiskinan semakin meningkat, tindak kriminal, perceraian hingga bunuh diri semakin sering menghiasi layar kaca informasi. Kedzaliman terus berlangsung, kesewenangan terhadap pihak yang kontra penguasa semakin ditunjukkan. Belum lagi di kancah internasional. Timbangan hubungan dengan luar negeri semakin memberat dengan pihak luar negeri yang semakin untung, sedangkan Indonesia semakin buntung dengan terjebak pada utang luar negeri dan penjajahan berkedok investasi. Bukannya meringankan beban rakyat, ke depan rakyat akan terus terbebani akibat keputusan pemerintah yang tidak tepat mengelola anggaran dan terus berutang apapun bentuknya.

Memang sudah menjadi tabiatnya, solusi berbasis prinsip sekular kapitalisme tidak akan pernah memberi solusi, malah sebaliknya akan terus menuai masalah. Harus ada perubahan yaitu dengan menerapkan sistem terbaik dari Allah, yaitu penerapan syariah kaffah dalam naungan khilafah. Khilafah dengan tuntas akan menyelesaikan masalah berdasarkan aturan dari Sang Pencipta, hasilnya semua masalah teratasi dan keberkahan menaungi. Untuk penanganan pandemic, khilafah akan mengambil kebijakan dengan prinsip mendahulukan keselamatan nyawa seluruh rakyat di atas segalanya. Tegas mencegah penularan wabah. 

Langkah penting yang harus dilakukan adalah memastikan dan memisahkan penderita dari rakyat yang sehat. Mengeluarkan dana untuk menyediakan tes gratis sehingga ada kepastian rakyat yang sehat dengan rakyat yang terkena virus. Dengan langkah ini yang sakit wajib diisolasi dengan tetap dipenuhi kebutuhannya dan yang sehat tetap bisa beraktivitas secara normal. Berikutnya memastikan roda perekonomia terus berputar, dengan menyusun ulang anggaran. Pengeluaran yang tidak urgen dihentikan sementara, pengelolaan SDA yang melimpah ditata ulang , tidak diserahkan kepada swasta bahkan asing. Menghentikan utang ribawi yang membawa petaka dunia akhirat. Memenuhi kepbutuhan rakyat yang terpaksa harus isolasi sehingga tidak bisa mencari nafkah. Meningkatkan intensitas pembiayaan penelitian para ilmuwan untuk segera mendapatkan vaksin, khilafah akan terus menempuh cara halal agar nyawa rakyat tidak di ujung kematian, karena dalam sistem khilafah, nyawa warga Negara sangatlah berharga. Maka upaya maksimal untuk melindungi nyawa pun menjadi lengkah utama, bukan untuk kepentingan bisnis, akan tetapi semata agar rakyat selamat. Maka wajar jika saat ini umat terus berharap pada tegaknya khilafah, sistem warisan Rasulullah saw yang wajib ditegakkan dan sangat dibutuhkan umat, agar selamat di kehidupan dunia dan akhirat 


Puncak kesewenangan itu akan segera berakhir dengan kejatuhan

  

Akhir tahun 2020, di saat semua memutar kaleidoskop tentu dalam rangka muhasabah langkah dzalim malah menghiasi kebijakan pemerintah.


Setelah dengan keji membunuh 6 orang dengan informasi simpang siur, kedzaliman penguasa terus dipertontonkan, salah satunya dengan pelarangan aktivitas FPI. Dan seperti pendahulunya, HTI, FPI dibubarkan tanpa peringatan dan   keputusan pengadilan. Dan memang seperti itulah kesewenangan rezim melalui hasil revisi UU ormas. Asal ada alasan tidak suka sudah sah bagi penguasa membubarkan sebuah ormas. Alasan lain tinggal dicari-cari.


Keberadaan anggota FPI (atau mungkin sudah tidak aktif?) yang terlibat kasus terorisme bukan alasan kuat. Partai yang oknum pengurusnya banyak terlibat korupsi tidak diusik.


Tindakannya sering mengambil alih wewenang aparat terutama dalam hal sweeping harusnya menjadi evaluasi, ternyata aparat belum maksimal membasmi kemaksiatan. 


Sedangkan alasan membahayan minoritas, maka harus diperjelas. Minoritas yang mana? Tukang maksiat, PSK, LGBT? Jika benar, siapa sesungguhnya yang dirugikan?

Mungkin penguasa merasa jumawa kebijakannya begitu tegas dan tak bisa ditawari padahal sejatinya tak lebih dari kebijakan dzalim. Parahnya, kedzaliman terus saja dilakukan. Belum lagi kekonyolan di bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan, terlalu banyak kebijakan yang mengabaikan kepentingan rakyat.

Karena kedzaliman itu bukti ketidakmampuan, dan rezim lemah. Maka bisa dipastikan tidak lama lagi akan mengalami kehancuran. Oleh karena itu, pihak yang didzolimi selayaknya tak perlu bersedih hati, terus istiqamah, menanti kemenangan yang tak lama lagi.


Kediri, 31 Desember 2020

Wednesday, 9 December 2020

Penguasa Rakus, Habitat Hewan Diberangus?

 

 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menegaskan tetap akan mempromosikan proyek wisata Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT). Alasannya, komodo merupakan hewan yang hanya ada di Indonesia sehingga memiliki nilai jual tinggi. "Karena saya pikir komodo ini cuma satu satunya di dunia, jadi kita harus jual," katanya dalam Rakornas Percepatan Pengembangan 2 Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), Jumat (27/11). Ia mengakui jika proyek ini memang bersifat komersil. Namun, tujuannya adalah untuk menjaga keberlangsungan hewan langka tersebut.(cnnindonesia.com).

Langkah pemerintah ini bisa dibilang sangat nekat, hanya demi segenggam rupiah alam pun dikorbankan. Pemasukan negara di sektor pariwisata tidak akan sebanding dengan dampaknya terhadap lingkungan karena proyek menjual kawasan wisata alam sudah terbukti mengganggu habitat makhluk hidup, tidak ada ceritanya pariwisata membuat lingkungan semakin baik, yang ada hanyalah kerusakan lingkungan meskipun dampaknya dalam jangka panjang. Proyek ini jelas akan merugikan. Pembangunan pariwisata tidak hanya merugikan manusia dan alam tapi juga mengalihkan dari pengelolaan SDA yang memberi pemasukan besar. Seharusnya pemerintah lebih fokus pada pengelolaan SDA untuk memenuhi kebutuhan rakyat, pemasukannya bisa dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Sedangkan proyek pariwisata hanya akan mengutungkan para pemilik modal, rakyat hanya menikmati recehan dan remah-remahnya.  Keputusan ini membuktikan kerakusan pemerintah yang terpilih dalam sistem demokrasi. Apapun dilakukan demi meraup pundi-pundi rupiah yang hanya dinikmati segelintir orang. Rezim rakus, kebijakannya berpotensi memberangus habitat makhluk hidup.

Keputusan untuk menjual proyek wisata di Pulau Komodo adalah bukti rusaknya dasar kebijakan dalam sistem demokrasi, lingkungan tak dipedulikan, halal haram diabaikan demi mengejar keuntungan materi semata. Memang kebijakan yang bisa dimaklumi apalagi saat kondisi pandemi, pemerintah sudah mulai kelimpungan, selain menambah utang juga menjual semua potensi yang dimiliki. Wajar, solusi yang menyisakan permasalahan sudah bawaan dalam sistem demokrasi seperti saat ini. Beda halnya dengan pengaturan Islam. Islam mengatur tentang wilayah konservasi (hima). Hima adalah wilayah khusus yang ditetapkan negara untuk keperluan perlindungan hewan dan tumbuhan. Bahkan terlarang memburu atau menebang pohon dikawasan hima. Negara juga tidak mengijinkan semua pihak merusak fungsi hima. Tidak boleh mengubah hima hanya demi materi belaka. Sedangkan dalam urusan pemasukan yang menjadi sumber pendapatan negara, kebijakan yang diambil adalah dengan pengelolaan SDA, salah satunya yang merupakan kepemilikan umum, haram SDA dieksploitasi oleh swasta atau individu. Tidak boleh merusak lingkungan dan hasilnya pun semata demi kepentingan seluruh rakyat bukan segelintir golongan.