Saturday, 29 August 2020

Dua ratus enam puluh delapan juta jiwa diurus semua





BLT, tunjangan buruh bergaji di bawah 5 juta, kuota untuk siswa. Itu menjangkau berapa penduduk Indonesia?


Berapa persen dari seluruh penduduk Indonesia?


Entahlah, nyatanya saya dan beberapa orang yang saya kenal tak dapat semuanya.


Sudahlah jangan mengeluh, jangan terus menuntut kepada penguasa, yang kreatif jadi rakyat. Pemerintah banyak urusannya jangan menuntut semua diurusi negara. Mungkin ada yang bilang seperti itu.


Ah...tanpa diingatkan kami rakyat sudah berjuang demi hidup, sudah berusaha sekuat tenaga menjalankan kewajiban sebagai warga negara, sudah bertahan demi kehidupan yang semakin tertekan.


Tak usah menyuruh kami kreatif, tak usah menuduh kami hanya bisa berkeluh kesah, sudah banyak yang kami lakukan sebagai warga negara.


Namun, terlepas dari itu semua, ada kewajiban untuk mengingatkan bahwa penguasa itu memegang amanah untuk mengurusi rakyatnya, bahwa pemimpin itu menjadi pelindung rakyatnya. Negara tak boleh menuntut rakyat menyelesaikan kewajibannya namun abai memenuhi hak rakyat.


O...ya..lupa. Kita kan memang hidup di negeri kapitalis sekular. Negeri yang tak peduli dengan aturan Allah Sang Maha Pencipta. Menjadikan rakyat sebagai sapi perah, penguasa memposisikan diri sebagai regulator saja, hanya melihat dan bahkan memberi fasilitas kepada para konglomerat untuk mengerat kekayaan rakyat.


Negeri yang penguasanya tak punya kewenangan sejati yang ada hanya menjadi boneka dari pemilik modal.


Penguasa yang berkolaborasi dengan pengusaha, memposisikan hubungan rakyat dan negara sebatas relasi untung rugi, bukan memberi pelayanan semaksimal dan setulus hati.


Rasulullah Saw bersabda, «إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ» “Imam/Khalifah itu laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, di mana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” (HR. Muslim)


Itulah peran negara yang seharusnya. Menjadi perissi, pelindung dan pengatur urusan umat.

Sebuah tanggung jawab berat untuk mengurus seluruh warganya, bukan segelintir saja.


Indah bukan jika ada khalifah yang memimpin khilafah

Friday, 21 August 2020

Ironi Negeri Demokrasi

 


Hari ini menambah daftar panjang bukti hipokritnya demokrasi. Kebebasan yang terus didengungkan lagi-lagi diingkari sendiri. Terbukti dengan langkah nekad rezim yang memblokir tayangan film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) yang tayang perdana hari ini. Padahal semua orang tahu, JKDN adalah film dokumenter sejarah saja, bukan film propaganda. Jelas seluruh tayangan berdasarkan bukti nyata. Namun tetap saja dipandang melanggar aturan, entah aturan yang mana.


Hipokritnya terlihat nyata. Tayangan yang jelas merusak bangsa dibiarkan namun tayangan edukasi diblokir sesuka hati. Sudahlah munafik alias hipokrit tambah tidak adil, lengkap sudah dzalimnya rezim.


Pemerintah harusnya fokus memblokir tayangan merusak yang tak bermanfaat bukan malah kurang kerjaan memblokir film sejarah. Atau jangan-jangan ini sebuah kesengajaan? Sengaja membiarkan rakyat buta sejarah? Dan sepertinya aroma kesengajaan ini tercium sangat kuat. Mengingat rekam jejak pemerintah yang berusaha menyembunyikan bahkan menstigma negatif ajaran khilafah.



Iya kesengajaan kan?

Sebelumnya pemerintah sengaja mencabut BHP HTI yang lantang mendakwahkan khilafah, kemudian merevisi ratusan buku dengan alasan memicu radikalisme, kemudian merevisi kurikulum PAI, menghilangkan kata khilafah dan jihad di semua buku sumber ajar.  Menghilangkan materi khilafah di pelajaran Fikih, membahasnya sebatas pelajaran sejarah.


Namun ternyata belum cukup juga dzalimnya penguasa. Hari ini dengan sengaja memblokir film dokumenter sejarah. Benar kesengajaan kan?


Mengapa?

Jelas karena mereka sadar eksistensi mereka terancam ketika khilafah tegak, kedzaliman mereka tak akan bertahan. Karena rezim paham Khilafah akan mempunyai kebijakan yang berseberangan dengan penguasa saat ini.


Saat ini, riba dipelihara nanti saat khilafah tegak dilarang, kemaksiatan dibiarkan nanti dilarang , penguasa korup sekarang bebas nanti diberantas, pajak menjadi penopang nanti hilang, SDA untuk konglomerat nanti semua dikembalikan untuk rakyat.


Intinya rezim sengaja mencegah bangkitnya kembali sistem yang merugikan kepentingan jahatnya, mereka berusaha mempertahankan kedzaliman dengan memfitnah khilafah.


Tapi lihat saja, usaha mencegah tegaknya khilafah ala minhajinnubuwwah pasti gagal total, jadi sia-sia saja semua yang telah dan yang akan dilakukan dalam rangka membendung perjuangan khilafah.


Khilafah pasti tegak dan pejuangnya akan terus bergerak. Dan ironi negeri demokrasi kan semakin memuncak, hingga hancur lembur karena kesalahan merek sendiri. 



Kediri, 21 Agustus 2020

Thursday, 20 August 2020

Khilafah Tidak Akan Pernah Hilang Dari Sejarah




Upaya merevisi 155 buku yang menyampaikan materi khilafah dan jihad, juga upaya merevisi kurikulum Pendidikan Agama Islam hingga berbuntut tuntutan memusnahkan buku lama, tidak akan bisa menghilangkan fakta bahwa khilafah pernah ada dalam sejarah. Dan tidak akan membuat hukum wajibnya menegakkan khilafah menghilang, dan bahkan tidak akan berhasil menghalangi tegaknya khilafah.


Dan hari ini sedang viral di jagad nusantara, baik di dunia maya maupun dunia nyata, penayangan perdana film Jejak Khilafah di Nusantara. Sebuah film yang telah dikupas sejak awal Agustus lalu akhirnya akan tayang secara penuh. Film luar biasa hasil dari karya ilmiah seorang mahasiswa, tentu bukan film dengan skenario yang murahan, namun skenario yang telah lolos dalam ujian skripsi. Tak hanya itu, film ini juga menayangkan bukti nyata dari berbagai penjuru nusantara bahwa khilafah pernah ada dalam wilayah nusantara. Maka upaya untuk mengubur dan mengaburkan sejarah khilafah di nusantara pasti akan gagal total.


Film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) sesungguhnya hanya secuil bukti bahwa Nusantara tak bisa dipisahkan dari khilafah. Tak perlu jauh-jauh, hingga saat ini dalam pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) di madrasah pun dengan gamblang terpampang peran khilafah dalam menyebarkan Islam di Nusantara. Buka saja  buku SKI kelas 6 MI. Di bab pertama sudah menyampaikan materi tentang Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim, beliau merupakan salah satu wali dari 9 wali yang terkenal dengan sebutan Wali Songo. Wali yang mendakwahkan Islam di Pulau Jawa bahkan hingga menyebar ke penjuru Nusantara.


Maulana Malik Ibrahim bukanlah orang asli Indonesia, beliau keturunan Arab sekaligus keturunan Baginda Nabi Muhammad saw. Beliau juga menikah dengan muslimah Champa yang saat ini menjadi wilayah Kamboja dn Vietnam. Maulana Malik Ibrahim tentu bukan seseorang yang iseng main ke Nusantara, atau sekadar mencari peruntungan dalam dunia perniagaan dan menjadikan dakwah sebagai sambilan.


Maulana Malik Ibrahim adalah utusan khilafah, membawa misi khusus untuk semakin mengenalkan Islam kepada penduduk Nusantara pada tahun 1392, yang jauh hari sudah terjalin hubungan antara khilafah dengan Nusantara.


Maulana Malik Ibrahim, juga bukan orang yang berdakwah tanpa visi dn misi jangka panjang. Beliau mengkader putranya, salah satunya adalah Sunan Ampel yang kelak menjadi punggawa berdirinya Kesultanan Demak, institusi resmi yang mengambil alih kekuasaan Majapahit, untuk selanjutnya menjadikan Islam tegak dalam bingkai pemerintahan, ini juga membuktikan bahwa Islam bukan sekadar agama ruhiyah, namun juga agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk dalam hal bernegara.


Jika ditulis, materi SKI kelas 6 MI tentu akan sangat panjang, akan ada banyak lagi bukti bahwa khilafah ada di Nusantara.


Agar tidak menambah panjang tulisan, maka sangat layak kita menonton penuh film Jejak Khilafah di Nusantara yang akan tayang hari ini pukul 09.00 WIB.


Tinggal duduk manis di depan HP atau laptop sambil ditemani secangkir minuman manis, keluarga, saudara dan juga ditemani secara virtual oleh seluruh kaum muslimin di penjuru tanah air.


Kediri, 20 Agustus 2020


20 menit menuju tayang perdana JKDN