Monday 20 May 2019

Demokrasi Perusak Negeri

Tulisan opini awal Mei 2019 :

Pesta demokrasi telah usai digelar, namun pemilu masih meninggalkan pilu.  Sebanyak  440 anggota KPPS, 92 petugas Panwaslu dan 22 anggota Polri meninggal dunia selama menjalankan dan setelah proses penyelesaian rangkaian pemilu ( cnnindonesia.com, 7/5/2019). Bukan jumlah yang kecil,kematian yang melebihi korban aksi terorisme. Dan permasalahan seputar pemilu terus saja bermunculan, hingga saat ini kepercayaan kepada Situng KPU terus menuai kontroversi. Setelah masyarakat dihebohkan dengan berbagai hasil quick count beberapa lembaga survey yang langsung memberi klaim kemenangan kepada salah satu paslon presiden, kini rakyat dibuat geram dengan banyaknya kesalahan input hasil rekapitulasi pemungutan suara di berbagai daerah.  Ini masih awal dari rangkaian pemilu pesta demokrasi. Belum lagi nanti ketika pemimpin yang terpilih mengurus negeri ini, tidak ada jaminan negeri ini terurus dengan baik, menjadi umat yang mulia dengan gelar takwa.
Pemilu tahun ini bukanlah yang pertama, sejak tahun 1955 Indonesia telah melalui proses pemilu yang beragam dan berliku. Dalam rentang waktu sekitar 60 tahun negeri ini telah menjalani pemilu dengan segala tipe, dan 60 tahun bukanlah waktu yang singkat. Maka seharusnya menjadi bahan renungan, sudahkah pemimpin yang terpilih dalam pemilu memberikan perubahan terbaik untuk negeri ini, atau bahkan malah membuat negeri ini semakin terpuruk? Dan kriteria kebaikan dan keburukan  untuk negeri ini bukan berdasar kacamata manusia, namun murni berasal dari Allah Tuhan seru sekalian alam.
Fakta berbicara, negeri ini semakinkarut-marut. Asing semakin kokoh menjejakkan kaki keusaannya di negeri ini. Sumber daya alam terkuras bukan untuk kepentingan rakyat namun hanya untuk segelintir konglomerat, kerusakan semakin nyata. Generasi semakin menurun moralnya. Pembangunan infrastruktur hanya menguntungkan para pemilik modal. Dan yang terakhir, pemilu tahun ini masing meninggalkan perpecahan dan kedzaliman. Rakyat terpecah, penguasa semakin dzalim menyingkirkan para pengkritiknya. Belum lagi dengan semakin maraknya pejabat, wakil rakyat dan pengusaha yang tertangkap tangan melakukan tindakan korupsi. Ya, permasalah tak henti membelit negeri ini. Maka seharusnya muncul pertanyaan bagi kita yang masih peduli dengan nasib negeri tercinta ini. Masihkan berharap pada sistem demokrasi yang diterapkan dalam negeri ini?
Demokrasi merupakan istilah yang lahir dari peradaban Barat, jargon yang terkenal dari sistem pemerintahan demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Rakyat adalah penguasa mutlak, rakyat berhak mengatur sendiri urusannya, rakyat berhak membuat peraturan dan undang-undang karena rakyatlah pemilik kedaulatan. Melalui penguasa dan wakil rakyat yang terpilih, rakyat mewakilkan urusannya. Namun lagi-lagi ini hanya berhenti pada jargon saja. Rakyat hanya dibutuhkan saat pemilu saja, selebihnya penentu kebijakan hanya penguasa dan pengusaha yang telah memberi modal penguasa untuk duduk dalam tampuk kekuasaan. Maka tak heran jika setelah pemilu kepentingan rakyat dianaktirikan. Dan yang paling kejam dari sistem demokrasi adalah kebijakan yang mengabaikan syariat Allah atas nama kedaulatan rakyat. Allah hanya diingat saat ibadah mahdhah saja, selebihnya Allah dan RasulNya sama sekali tidak diberi ruang untuk mengatur negeri ini. Akhirnya kedaulatan Allah dan RasulNya begitu mudahnya dicampakkan. Maka wajar jika dengan demokrasi keberkahan terasa jauh, bagaimana bias berkah jika aturan Tuhan diabaikan?
Diterapkannya sistem demokrasi di negeri kaum muslimin adalah bagian dari strategi Barat untuk menghancurkan umat Islam. Atas nama demokrasi umat Islam dibuat tak berkutik hingga aturan Allah pun sama sekali tak dilirik. Ini adalah langkah lanjutan setelah merusak pemikiran umat islam dengan ide rusak, Barat mencengkeram negeri kaum muslimin dengan kebijakan rusak pula. Kebijakan yang berpijak pada sistem demokrasi secular, dimana aturan agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tak dianggap. Dengan demokrasi umat islam dibuat alergi dengan penerapan islam kaffah. Maka jelas sudah, sistem demokrasi meski berbalut pesta pemilu, tidak akan pernah bisa mengantarkan negeri ini menuju perubahan, sebaliknya malah menghancurkan semua lini kehidupan.
Saatnya umat meninggalkan sistem demokrasi. Pesta pemilu dalam sistem demokrasi adalah awal kehancuran negeri ini, karena secara otomatis yang terpilih pastilah pemimpin yang akan terus melanggengkan demokrasi. Oleh karena itu, demokrasi tak layak berharap perubahan pada demokrasi. Umat islam harus percaya diri dengan sistem yang telah diwariskan Nabi. Yaitu sistem khilafah. Inti khilafah adalah penerapan islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan, dengan keyakinan islam adalah agama sempurna, maka khilafah juga akan menyelesaikan permasalahan.  Dengan keyakinan pula, islam pasti akan membawa berkah ketika diterapkan kaffah dalam sistem khilafah. Dan yang paling penting, khilafah adalah pemersatu umat islam, khilafah adalah perisai umat, dengan khilafah tidak hanya persoalan negeri ini yang terselesaikan, namun juga permasalahan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Wallahu a’lam bishawab.


No comments:

Post a Comment