Tulisan opini awal Mei 2019 :
Pesta
demokrasi telah usai digelar, namun pemilu masih meninggalkan pilu. Sebanyak 440 anggota KPPS, 92 petugas Panwaslu dan 22 anggota
Polri meninggal dunia selama menjalankan dan setelah proses penyelesaian
rangkaian pemilu ( cnnindonesia.com, 7/5/2019). Bukan jumlah yang
kecil,kematian yang melebihi korban aksi terorisme. Dan permasalahan seputar
pemilu terus saja bermunculan, hingga saat ini kepercayaan kepada Situng KPU
terus menuai kontroversi. Setelah masyarakat dihebohkan dengan berbagai hasil
quick count beberapa lembaga survey yang langsung memberi klaim kemenangan
kepada salah satu paslon presiden, kini rakyat dibuat geram dengan banyaknya
kesalahan input hasil rekapitulasi pemungutan suara di berbagai daerah. Ini masih awal dari rangkaian pemilu pesta
demokrasi. Belum lagi nanti ketika pemimpin yang terpilih mengurus negeri ini,
tidak ada jaminan negeri ini terurus dengan baik, menjadi umat yang mulia
dengan gelar takwa.
Pemilu tahun
ini bukanlah yang pertama, sejak tahun 1955 Indonesia telah melalui proses
pemilu yang beragam dan berliku. Dalam rentang waktu sekitar 60 tahun negeri
ini telah menjalani pemilu dengan segala tipe, dan 60 tahun bukanlah waktu yang
singkat. Maka seharusnya menjadi bahan renungan, sudahkah pemimpin yang
terpilih dalam pemilu memberikan perubahan terbaik untuk negeri ini, atau
bahkan malah membuat negeri ini semakin terpuruk? Dan kriteria kebaikan dan
keburukan untuk negeri ini bukan
berdasar kacamata manusia, namun murni berasal dari Allah Tuhan seru sekalian
alam.
Fakta
berbicara, negeri ini semakinkarut-marut. Asing semakin kokoh menjejakkan kaki
keusaannya di negeri ini. Sumber daya alam terkuras bukan untuk kepentingan
rakyat namun hanya untuk segelintir konglomerat, kerusakan semakin nyata.
Generasi semakin menurun moralnya. Pembangunan infrastruktur hanya
menguntungkan para pemilik modal. Dan yang terakhir, pemilu tahun ini masing
meninggalkan perpecahan dan kedzaliman. Rakyat terpecah, penguasa semakin
dzalim menyingkirkan para pengkritiknya. Belum lagi dengan semakin maraknya
pejabat, wakil rakyat dan pengusaha yang tertangkap tangan melakukan tindakan
korupsi. Ya, permasalah tak henti membelit negeri ini. Maka seharusnya muncul
pertanyaan bagi kita yang masih peduli dengan nasib negeri tercinta ini.
Masihkan berharap pada sistem demokrasi yang diterapkan dalam negeri ini?
Demokrasi
merupakan istilah yang lahir dari peradaban Barat, jargon yang terkenal dari
sistem pemerintahan demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Rakyat adalah penguasa mutlak, rakyat berhak mengatur sendiri urusannya, rakyat
berhak membuat peraturan dan undang-undang karena rakyatlah pemilik kedaulatan.
Melalui penguasa dan wakil rakyat yang terpilih, rakyat mewakilkan urusannya.
Namun lagi-lagi ini hanya berhenti pada jargon saja. Rakyat hanya dibutuhkan
saat pemilu saja, selebihnya penentu kebijakan hanya penguasa dan pengusaha
yang telah memberi modal penguasa untuk duduk dalam tampuk kekuasaan. Maka tak
heran jika setelah pemilu kepentingan rakyat dianaktirikan. Dan yang paling
kejam dari sistem demokrasi adalah kebijakan yang mengabaikan syariat Allah
atas nama kedaulatan rakyat. Allah hanya diingat saat ibadah mahdhah saja,
selebihnya Allah dan RasulNya sama sekali tidak diberi ruang untuk mengatur
negeri ini. Akhirnya kedaulatan Allah dan RasulNya begitu mudahnya dicampakkan.
Maka wajar jika dengan demokrasi keberkahan terasa jauh, bagaimana bias berkah
jika aturan Tuhan diabaikan?
Diterapkannya
sistem demokrasi di negeri kaum muslimin adalah bagian dari strategi Barat
untuk menghancurkan umat Islam. Atas nama demokrasi umat Islam dibuat tak
berkutik hingga aturan Allah pun sama sekali tak dilirik. Ini adalah langkah
lanjutan setelah merusak pemikiran umat islam dengan ide rusak, Barat mencengkeram
negeri kaum muslimin dengan kebijakan rusak pula. Kebijakan yang berpijak pada
sistem demokrasi secular, dimana aturan agama dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara tak dianggap. Dengan demokrasi umat islam dibuat alergi dengan
penerapan islam kaffah. Maka jelas sudah, sistem demokrasi meski berbalut pesta
pemilu, tidak akan pernah bisa mengantarkan negeri ini menuju perubahan,
sebaliknya malah menghancurkan semua lini kehidupan.
Saatnya umat
meninggalkan sistem demokrasi. Pesta pemilu dalam sistem demokrasi adalah awal
kehancuran negeri ini, karena secara otomatis yang terpilih pastilah pemimpin
yang akan terus melanggengkan demokrasi. Oleh karena itu, demokrasi tak layak
berharap perubahan pada demokrasi. Umat islam harus percaya diri dengan sistem
yang telah diwariskan Nabi. Yaitu sistem khilafah. Inti khilafah adalah
penerapan islam secara kaffah dalam semua aspek kehidupan, dengan keyakinan
islam adalah agama sempurna, maka khilafah juga akan menyelesaikan
permasalahan. Dengan keyakinan pula, islam
pasti akan membawa berkah ketika diterapkan kaffah dalam sistem khilafah. Dan
yang paling penting, khilafah adalah pemersatu umat islam, khilafah adalah
perisai umat, dengan khilafah tidak hanya persoalan negeri ini yang
terselesaikan, namun juga permasalahan kaum muslimin di seluruh penjuru dunia.
Wallahu a’lam bishawab.
No comments:
Post a Comment