Thursday, 20 December 2018

Melanjutkan Spirit Bela Tauhid : Menyatukan Umat Dalam Jalinan Ukhuwah



Segala puji hanya bagi Allah subhanahuwata’ala atas karuniaNya, karena hanya atas ijin Allah semata agenda umat Islam 2 Desember 2018 di Jakarta berlangsung damai dan lancar, tak ada yang layak jumawa atas kenikmatan ini. Acara yang diikuti jutaan umat Islam dari seluruh penjuru tanah air ini berhasil menarik simpati banyak pihak. Banyak sekali hikmah dan pelajaran yang bisa dipetik bagi orang-orang yang merindukan indahnya penerapan Islam dalam kehidupan. Jutaan umat Islam berkumpul tanpa memandang latar belakang madzab, gerakan, pandangan politik, usia dan jenis kelamin. Semua berkumpul demi bertemu sekaligus meneguhkan komitmen untuk senantiasa membela agama Allah. Terlepas apapun motif terselubung, hendaknya semua mengedepankan prasangka baik, mendokan agar semua senantiasa dalam kebaikan.
Siapapun yang berhati bersih pasti akan terharu, bangga dan bahagia atas apa yang telah disuguhkan jutaan umat muslim, baik yang hadir maupun yang tidak. Memang yang hadir belum tentu semuanya dianggap sebagai pihak yang lebih mempunyai kepedulian terhadap agama Allah jika dibandingkan dengan yang tidak hadir, yang tidak hadir juga tetap mempunyai kontribusi dalam membela agama. Namun yang pasti pengorbanan para mujahid peserta aksi 212 2018 layak mendapatkan acungan jempol. Solidaritas yang tinggi, mengutamakan kepentingan saudaranya, membantu, meringankan, memberikan sekecil apapun yang dimiliki dan banyak yang yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, telah membuka mata hati kita, umat Islam adalah umat yang satu, umat Islam bersaudara apapun latar belakangnya.
Tidak hanya dari peserta muslim, non muslim pun tidak sedikit yang mengikuti, memuji atau hanya sekadar berempati. Tidak ada rasa takut terhadap jutaan umat Islam yang sedang berkumpul. Cap radikal, intoleran, dan suka berbuat kerusakan sangat jauh dari fakta yang ada di depan mata. Ini juga menjadi bukti, Islam pasti akan menjadi rahmat bagi seluruh alam, siapapun akan merasakannya. Tak ketinggalan pihak keamanan yang sebelumnya menyiapkan kekuatan terbaiknya untuk menjaga keamanan dan ketertiban, bagi orang yang dengki mungkin terbersit dalam pikiran, mengapa aksi damai masih saja dijaga ribuan aparat. Husnudzan saja, semua ada untuk menjaga agar acara berjalan lancar dan aman. Ini pun terbukti. Peserta, polisi dan TNI semua bahu-membahu memberikan bantuan dan memudahkan peserta.
Yang tak kalah mengharukan adalah kecintaan umat Islam pada bendera tauhid, bendera Rasulullah, lambang persatuan umat. Jutaan bendera bertuliskan kalimat tauhid berkibar, bendera tauhid yang sebelumnya membuat heboh bangsa ini karena dibakar, dianggap sebagai bendera kelompok tertentu. Saat aksi bela tauhid, semua tanpa ragu mengibarkannya. Sekali lagi, hanya memuji kebesaran dan kemurahan Allah yang telah memberikan kesempatan bagi umat Islam di Indonesia untuk bersatu dalam satu pandangan, membela kehormatan bendera tauhid adalah kewajiban seluruh umat Islam.
Saat ini, tanggal 2 Desember 2018 sudah berlalu, berganti hari. Bukan berarti spirit aksi bela tauhid 212 juga berlalu begitu saja. Agenda 212 hanyalah awalan saja, masih ada tugas lain di hadapan seluruh umat Islam. Di Indonesia, umat Islam berhasil menyatukan komitmen untuk menguatkan ukhuwah, namun ukhuwah ini sebatas di satu negeri. Sedangkan umat Islam tak hanya di Indonesia. Masih banyak saudara sesama muslim yang tercerai berai, terusir, teraniaya, kelaparan hingga terlibat pada pertikaian. Muslim Rohingya masih tersiksa, pemukiman muslim Uighur semakin hancur, muslim Palestina terus dibombardir zionis Israel, muslim Yaman semakin terancam kelaparan, muslim Suriah masih terpecah belah. Dan tentu masih banyak lagi umat Islam yang belum bias menikmati rahmat Islam. Ini juga merupakan tanggung jawab muslim di Indonesiajuga muslim di seluruh penjuru dunia, karena muslim adalah saudara, ibarat satu tubuh, ibarat bangunan yang saling menguatkan.
Doa kita memang harus terus dilantunkan, bantuan harta juga bukan perkara yang boleh disepelekan. Akan tetapi itu semua belum cukup, belum menyelesaikan permasalahan umat Islam di berbagai negeri. Umat Islam membutuhkan kepedulian lebih, membutuhkan solusi tuntas, membutuhkan uluran kekuatan untuk memberikan perlindungan. Yaitu persatuan umat Islam dalam sebuah kepemimpinan. Menyatukan umat Islam dalam satu naungan kalimat tauhid. Memberikan seluruh potensi yang dimiliki demi saudara muslim di seluruh dunia. Ini bukanlah hal yang mustahil. Aksi 212 telah membuktikan, bahwa umat Islam bisa bersatu, bisa bersinergi satu sama lain, baik umat Islam pada umumnya maupun aparat yang jelas memiliki kekuatan nyata. Maka perjuangan selanjutnya adalah terus mendakwahkan kewajiban persatuan umat Islam, menyatukan yang wajib disatukan dan membiarkan apa yang memang boleh berbeda. Menyatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan, yaitu khilafah, khilafah warisan Rasulullah yang diteruskan para sahabat dan generasi Islam setelahnya. Dengan khilafah yang dipimpin khalifah, umat Islam akan bersatu dan mempunyai pelindung karena imam atau khalifah adalah junnah, perisai yang akan membela seluruh umat Islam dan orang-orang yang tunduk pada kepemimpinan Islam.
Terakhir, perjuangan ini akan terus berlanjut, spirit membela kalimat tauhid harus terus berlanjut, menuju terajutnya ukhuwah hakiki seluruh umat Islam di dunia, menerapkan Islam kaffah, mewujudkan Islam sebagai rahmat untuk seluruh alam. Wallahu a’lam bishshawab.

Sunday, 2 December 2018

Akan Kemana Langkah Kaki Ini Berakhir?

Berjalan menuju Gelora 10 Nopember Surabaya
Muktamar Khilafah 2013



Pare – Kediri (tidak dalam satu waktu)
Menjelang perempatan Sambirejo, dari kejauhan sudah melihat lampu kuning menuju merah. Mengurangi kecepatan, namun ada yang mendahului dari kanan. Awalnya biasa saja, namun akhirnya penasaran. Seorang wanita dibonceng motor, terlihat santai banget, terlihat kakinya tidak menjuntai ke bawah sebagaimana biasa orang dibonceng, kakinya seperti terlipat, bersila. Dan akhirnya kepo, sedikit mendekat, lampu hijau menyala, masih kepo, berusaha menjaga jarak posisi di belakan motor yang bikin penasaran. Ternyata wanita tersebut tidak punya kaki, sudah gitu motor tidak jalan pelan lagi. Wanita tersebut mengandalkan tanggannya untuk pegangan, akhirnya terpisah di perempatan Gurah. Tidak tahu kemana wanita tersebut melanjutkan perjalanan. Perasaan naik motor tidak terlalu pelan juga, tapi tak bias mengejar laju motor yang membonceng wanita tersebut, kecepatanya memang di atas rata-rata, artinya wanita tersebut sudah terbiasa, tidak mengandalkan kaki untuk menjaga keseimbangan. Luar biasa.

Perempatan Paron menuju arah Pesantren, pertama kali melihat sesosok laki-laki tanpa kaki di tempat ini, wallahu a’lam apa yang sedang dilakukan, meski dulu di perempatan ini belok kiri jalan terus, sekarang belok kiri ikuti isyarat lampu, tetap saja tak bisa mengamati lebih lama, sudah lampu hijau. Sedikit kaget saja, terlihat santai meski tak punya kaki, meski badannya hanya separuh saja.

Pertigaan terminal lama menuju selatan, selalu mengambil tempat di kiri, sambil sedikit mencari ruang menuju ujung sebelum lampu lalin, mencari sela di antara kendaraan besar. Lebih sering dapat tempat di sekitar depan gang pertigaan masuk Banaran. Di situ ada warung, dan di situ pula sering melihat seseorang dengan tubuh bungkuk, ketika berdiri tak bisa tegak sempurna. Nah, kalo di sini, lampu merahnya lumayan lama, jadilah punya kesempatan tengok kanan-kiri mengamati suasana.

Memantau liputan seputar Aksi Bela Tauhid 212, ada beberapa yang memposting peserta dengan keterbatasan fisik namun semangatnya sangat luar biasa.

Apa yang dijumpai di Sambirejo, Paron ,Terminal Lama, dan di ABT 212 semuanya membuat diri ini berpikir. Mereka memang masih bisa bergerak kesana-kemari, namun tak bisa sebebas dan secepat orang yang mempunyai dua kaki sempurna. Tapi satu yang pasti, mereka tetap bergerak, mereka tidak diam di tempat, buktinya mereka ada di pinggir jalan atau di jalan, tidak di rumah saja. Maka, harusnya kita yang mempunyai dua kaki sempurna lebih semangat lagi daripada mereka yang diberi keterbatasan fisik, atau menunggu diuji dengan keterbatasan fisik baru menyadarinya? Yang pasti hisab atas orang yang punya kaki dengan yang tidak punya akan berbeda. Kaki kita akan dimintai pertanggungjawaban, sudah digunakan untuk apa saja. Mumpung masih ada kesempatan, mari bersama memperbaiki langkah kaki, semoga kaki kita digunakan untuk kebaikan di dunia, langkah kaki kita di dunia menentukan akhir langkah kita di akhirat.

Jadi apa yang harus dilakukan dengan kaki ini?
Untuk muslimah, pastikan ketika melangkah keluar rumah atau ketika berjumpa dengan nonmahram  kaki tertutupi, karena kaki termasuk aurat yang tak boleh diumbar. Abaikan cibiran sinis dari orang yang belum berilmu : sok suci, emang kakinya kenapa kok pakai kaos kaki, bikin ribet aja kemana-mana pakai kaos kaki dan sederet ungkapan yang harusnya tak terlontar.
Pastikan langkah kaki kita untuk kebaikan, bukan dihabiskan untuk kegiatan mubah atau bahkan haram.
Bersama dengan orang-orang saleh agar kaki kita terbawa untuk kesalehan juga. Menggunakan kaki untuk kebaikan merupakan salah satu cara untuk bersyukur atas nikmat Allah, insya Allah dengan begitu Allah akan menambah kenikmatan yang lainnya, yakinlah.

2013 Al Liwa' dan Ar Rayah hanya ada dalam acara HTI 
alhamdulillah saat ini sudah menjadi milik umat Islam


Pare, 2 Desember 2018

Persatuan Itu Tinggal Selangkah Lagi

#BelaTauhid212
#212BersatuDiBawahTauhid
#BenderaTauhidSatukanUmat



Alhamdulillah luar biasa, meski raga di Pare hati ini terus membersamai saudara-saudaraku yang mengikuti Aksi Bela Tauhid 212 di Jakarta.

Terharu dengan berbagai kisah mereka selama dalam perjalanan, Nampak jelas rona kebahagiaan dan kegembiraan. padahal ada harta yang telah mereka korbankan, ada tenaga dan waktu yang harus diberikan, namun tak ada balasan materi yang didapatkan, semua mempunyai satu tujuan, hadir dalam majelis dalam rangka mempererat persaudaraan dan menunjukkan pembelaan atas kalimat tauhid.

Suasana persatuan itu telah nampak jauh sebelum hari-H. Di perjalanan saling berbagi, salat berjamaah di stasiun, terminal, bahkan di atas kendaraan. Semua saling membantu, semua berusaha saling meringankan, meski awalnya tak mengenal, meski awalnya berbeda gerakan, berbeda ormas, semuanya merasa satu, sama-sama umat Islam.

Terharu pula ketika membaca reportase amatiran para peserta yang menyampaikan keikutsertaan non muslim, mereka non muslim namun ikut serta, mereka non muslim namun ikut memberi kemudahan. Benar-benar hanya bisa memuji Allah, karena hanya dengan kehendakNya sajalah semua ini terjadi.

Bahagia sekaligus bangga dengan sambutan masyarakat selama di perjalanan bahkan di Jakarta, seolah berlomba memberikan layanan terbaik untuk sesama saudara.
Tidak merasa takut karena aparat ada di mana-mana. Husnudzan mereka ada dalam rangka menjaga semua peserta.

Namun juga sedikit prihatin dengan berita yang beredar di media massa online, tuduhan dan fitnahan masih saja ada. Tuduhan murahan ABT 212 hanya demi mendukung paslon tertentu, hingga fitnahan menjadi massa bayaran, atau juga tuduhan kejam aksi yang ditunggangi ormas terlarang. Tidak apa, semoga pintu hidayah semakin terbuka untuk mereka.

Terlepas dari itu semua, persatuan umat semakin dekat. Dahulu aksi bela islam sukses menyatukan pandangan umat atas pentingnya kepemimpinan seorang muslim, dan kesadaran untuk membela Alquran serta ajaran Islam, dan saat ini kesadaran pembelaan terhadap kalimat tauhid, kalimat persatuan umat Islam juga semakin menguat. Insya Allah tinggal selangkah lagi menuju terwujudnya persatuan, maka bersabarlah dengan proses ini. Kembali luruskan niat, ini semua bukan demi kebanggaan, bukan semata demi unjuk kekuatan, namun ini semua demi menjalankan kewajiban, bersatu dalan naungan panji Rasulullah. Ini semua demi meraih ridha Allah, ikhlaskan dan tetap berada di jalan syariat. Sabar, pertolongan Allah semakin dekat, maka semakin mendekatlah kepada Allah, bukan malah mengabaikaNya.

Pare, 2 Desember 2018


Sambil memantau suasana stasiun Pasar Senen dari Pare
Terima kasih buat yang sudah kirim foto, sabar menunggu sang waktu, fii amanillah.