Tujuh puluh
tiga tahun sudah bangsa ini merayakan HUT RI, seharusnya semakin bertambah
usia, kondisi negeri ini semaikn membaik, rakyatnya semakin sejahtera. Namun
ironisnya, lagi-lagi rakyat disuguhi dengan kasus yang memilukan hati, yaitu
semakin bertambahnya pejabat yang terjerat
kasus korupsi. Bukannya fokus
pada kepentingan rakyat, para pejabat korup tersebut malahan memperkaya diri.
Sebut saja kasus terakhir yang semakin membuat mata terbelalak, mantan Mensos
Idrus Marham dan mantan walikota Depok Nur Mahmudi. Keduanya ditetapkan sebagai
tersangka oleh KPK. Di saat rakyat harus berjuang untuk bertahan hidup dalam
kondisi perekonomian yang semakin mencekik, masih saja ada pejabat tidak
amanah, dan mereka adalah pejabat yang selama ini selalu memberi janji manis
saat menuju tampuk kekuasaan.
Memang,
pejabat korup hanyalah oknum, namun ternyata oknum itu jumlahnya tidak sedikit,
maka tentu ini menjadi pertanyaan besar dalam benak kita, demokrasi yang terus
disanjung sebagai sistem paripurna untuk mengatur negeri ini masihkah mampu
membuat rakyat negeri ini sejahtera? Tentu pengamatan, data dan fakta selama
negeri ini mengenyam kemerdekaan cukup menyadarkan kita, demokrasi hanya
mencetak pejabat dengan mulut manis saat mengemis kekuasaan namun melupakan
rakyat saat mereka memangku jabatan. Rakyat hanya dibutuhkan saat mereka
meminta dipilih, segala cara dilakukan untuk membujuk rakyat, salah satunya
dengan mengeluarkan modal yang sangat besar, yang terkadang secara nalar tak
seimbang dengan gaji yang akan mereka dapatkan. Apakah mereka semua adalah
pejabat yang semuanya tulus ikhlas melayani? Kemungkinannya sangat kecil,
karena rakyat negeri ini didominasi pemikiran sekular, dimana aturan agama
dalam seluruh aspek kehidupan tak dihiraukan. Tuhan hanya diingat dalam aspek
invidu saja, nama Tuhan hanya disematkan dalam seremonial formal saja,
selebihnya aturanNya dicampakkan. Lagi-lagi semua atas nama demokrasi,
orang-orang sekular terus berlindung dibalik jargon suara rakyat adalah suara
Tuhan.
Padahal sejatinya
demokrasi hanyalah cara para pemilik modal alias kaum kapitalis memanfaatkan
rakyat untuk mengumpulkan kekayaan. Buktinya, Indonesia dengan potensi SDA yang
luar biasa, rakyatnya masih saja banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan,
dan di sisi lain segelintir konglomerat yang menguasai sebagian besar kekayaan
semakin berjumawa. Ya, sistem kapitalis yang dipelihara demokrasi hanya akan
memberi kesempatan kepada para pemilik modal untuk semakin memperkaya diri dan
semakin membuat orang miskin semakin jatuh dalam jurang kemiskinan. Dan
golongan ekonomi menengah pun semakin terengah-engah mengumpulkan sisa-sisa
kekayaan.
Maka,
seharusnya kita semakin menyadari, demokrasi tidak akan pernah mengantarkan
pada kesejahteraan, demokrasi hanya akan mencetak pejabat yang berebut
kekuasaan demi kepentingan dunia, demi kekayaan, meski dengan jalan korupsi,
karena itu sudah menjadi konsekuensi politik dalam sistem demokrasi,
mengatasnamakan kesejahteraan rakyat namun sejatinya menjerumuskan rakyat.
Sebagai muslim tentu kita tidak akan berdiam diri, janji yang terucap setiap hari akan mendedikasi hidup
dan mati hanya untuk Allah SWT perlu direalisasikan. Bukan sekadar ucapan rutin
di mulut belaka, janji tanpa bukti. Kembali berpikir dan merenung, jika Nabi
sallallahu ‘alaihi wassalam masih hidup, relakah beliau dengan keadaan kita
saat ini? Dimana banyak teladan dari beliau tidak kita terapkan dalam kehidupan.
Tidakkah ingin mewujudkan seruan Allah SWt untuk menerapakan Islam secara
kaffah dalam seluruh aspek kehidupan? Tidakkah kita takut dengan penghidupan
yang sempit dan kesengsaraan di akhirat saat kita mengabaikan peringatan dari
Allah? Tidakkah kita ingin bersama
Rasulullah di surga? Ataukah kita akan terus bertahan dengan sitem
demokrasi dan hanya membiarkan pergantian pemimpin semata? Puaskah hanya
mengganti pemimpin dengan tetap mengabaikan aturan Allah ? tentu jangan seperti Bani Israel yang
banyak tanya namun tak melaksanakan perintahNya. Kita sebagai muslim, cukup dengan
kami mendengar dan kami taat, memperjuangkan ketaatan dengan menapaki kembali
jalan kehidupan yang berdasar pada peninggalan agung baginda Nabi, Alquran dan
Hadits, tentu tidak berharap pada demokrasi, namun percaya diri dengan sistem
warisan Nabi,khilafah. Wallahu a’lam bishawab.
Nur Aini, S.Si
Pare Kediri
Jawa Timur
https://saifulmaulanasub.blogspot.com/
ReplyDeletemohon kritik dan saran dan saling followback
He..he.. kok nguyahi segoro. Cuma bisa posting tulisan saja :). Gaptek, cara follow itu bagaimana? Kok pilihannya ketemu follow G+. bukan follow blog.
Delete