Naik motor helm harus dipakai
Naik mobil harus mengenakan sabuk pengaman ditaati
Jika melanggar maka akan mendapat sanksi
Karena memang aturan itu beriringan dengan sanksi
Aturan tanpa sanksi ibarat macan tak bergigi
Tak ada efek jera sama sekali
Aturan dibutuhkah manusia dalam kehidupan
Agar semua berjalan dengan keteraturan
Aturan ada untuk mencegah kerusakan
Jika aturan diabaikan tunggu saja datangnya kehancuran
Dalam kehidupan aturan terbaik adalah dari ilahi
Mengatur seluruh sendi kehidupan tanpa ada satupun yang terlewati
Muslim sejati akan menaati aturan Allah dengan senang hati
Salat, zakat, puasa di antara aturan wajib yang ditaati
Tak ada satupun yang menyelisihi bahwa kewajiban seharusnya
dijalani
Tawar-menawar seharusnya tak ada lagi
Kewajiban dilaksanakan di dunia sebagai bekal kehidupan
hakiki
Islam menetapkan aturan sekaligus memberikan sanksi
Sebagai zawajir atau pencegah agar jera tak mengulangi
Sebagai zawabir atau penebus agar tidak mendapat siksa di
akhirat nanti
Sanksi bisa berupa hudud, jinayat, ta’zir dan mukhalafat
yang digali dari dalil syar’i
Hudud adalah sanksi atas
kemaksiatan yang telah ditetapkan jenisnya oleh Allah SWT, di antaranya untuk
kasus zina, liwath (homoseksual), pencurian, pembegalan, dan murtad.
Allah SWT menetapkan larangan atas perbuatan-perbuatan tersebut sekaligus
menentukan jenis hukumannya. Jinayat adalah sanksi untuk kasus
penganiayaan dan serangan terhadap badan. Misalnya pembunuhan, penyerangan atas
tubuh manusia. Ta’zir adalah
pelanggaran terhadap apa-apa yang telah ditentukan Allah namun tidak ditetapkan
jenis sanksinya dan tidak termasuk dalam perkara hudud dan jinayat. Contoh perkara
yang masuk kriteria ta’zir adalah perbuatan mendekati zina, meninggalkan
salat, gangguan keamanan, melanggar kehormatan. Ta’zir ditetapkan secara
ijtihad dan dilegalisasikan kepala negara. Sedangkan mukhalafat adalah
sanksi atas pelanggaran yang tidak termasuk pada hudud, jinayat dan ta’zir.
Mukhalafat semata kewenangan penguasa. Namun penguasa tetap dibatasi
hukum syara’, kewenangan penguasa tidak
boleh menghalalkan yang haram, dan sebaliknya. Tidak boleh juga mewajibkan
perbuatan yang mubah dan sunah dan seterusnya. Penguasa tetap menjadikan hukum
syara’ sebagai standar. Contoh perkara yang menjadi kewenangan penguasa adalah
pengelolaan baitul mal, pengaturan tata ruang, penetapan aturan
administrasi kependudukan, ketertiban lalu lintas dan lain sebagainya. Jadi,
Islam adalah agama yang lengkap, memberikan perintah dan larangan sekaligus
menetapkan sanksi bagi pelanggarnya. Maka, Islam pun juga akan menetapkan apa
saja yang diperlukan dalam rangka terlaksananya semua aturan dan menegakkan
sanksi bagi setiap pelanggar.
Aturan dalam Islam dilaksanakan semata sebagai ketaatan
kepada Allah SWT Sang Pencipta dan Pengatur segala urusan di dunia ini
Bukan demi menuruti hawa nafsu,
bukan dipilih yang disukai ditinggalkan yang dibenci
Pelaksanaan aturan dan sanksi
juga bukan karena kebebasan memilih dan dibenturkan dengan toleransi
Yang mengidentikkan ketaatan
dengan pemaksaan dan pemberian sanksi sebagai wujud tidak toleransi dengan
perbedaan serta bagian dari pelanggaran hak asasi
Bukan, itu semua lahir dari
pemikiran yang salah para pendengki
Manusia membutuhkan aturan dari ilahi
Manusia membutuhkan kontrol dalam
setiap perbuatannya tidak menuruti hawa nafsu sendiri
Itu semua dilakukan agar manusia
tidak hidup dalam kekacauan
Pengambilan aturan yang
diserahkan pada hawa nafsu manusia hanya akan membuat kerusakan
Maka aturan harus diambil dari
Dzat Yang Menciptakan kehidupan
Namun saat ini, dimana sistem
kapitalisme mencengkeram negeri muslim ini, pemikiran sekular merasuki benak
kaum muslimin. Kebebasan diagungkan, syariat diabaikan dan dijadikan bahan
ejekan. Tidak berpuasa tanpa udzur syar’i dianggap sebagai kebebasan, toleransi
terhadap pelanggaran dianggap sebagai
sikap mulia, keinginan untuk berpegang teguh pada ketentuan syariat dianggap
sebagai bentuk pemaksaan. Dalam sistem kapitalisme ini apa yang dilarang dan
diperintahkan Allah dan Rasulullah bebas dipilih, bebas dilanggar, bebas
diabaikan, tidak boleh dipaksakan dan bebas dicampakkan. Dan ini memang sudah
menjadi konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme, memisahkan aturan agama
dengan kehidupan. Jadi tidak mengherankan jika baru-baru ini, masyarakat
dihebohkan dengan razia warung makanan. Terlepas dari cara yang kurang tepat,
imbasnya melebar pada semakin kuatnya arus opini liberal. Desakan mencabut
perda berbau syariah semakin menguat. Dan lagi-lagi ini wajar terjadi selama
negeri ini berpijak pada sistem
kapitalisme yang dijaga demokrasi, negeri ini akan terus menginjak syariat
selama tidak mengambil sistem Islam secara total.
Maka menjadi sebuah keharusan,
menyadarkan umat bahwa kapitalisme dan demokrasi adalah biang keladi tumbuh
suburnya pemikiran dan perilaku rusak, sesuka hati mencampakkan aturan ilahi.
Menyadarkan bahwa umat Islam seharusnya hidup dalam sistem Islam bukan sistem
kufur dan batil. Karena tidak mungkin hukum Islam tegak, diterapkan dan menjadi
rahmatan lil’alamin selama sistem yang diambil adalah kapitalisme. Syariah
hanya bisa diterapkan secara kaffah dalam sistem Islam, yaitu khilafah.
Islam akan benar-benar menjadi rahmatan lil’alamin, menyelamatkan
kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Wallahu a’lam.
Pare, 17 Juni 2016