Wednesday 21 September 2011

Ramadhan selamanya

-->
RAMADHAN SELAMANYA
Oleh : Nur Aini*
 


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ( QS : Al Baqarah [2]: 183 )

Sebuah ayat yang paling sering kita dengar di bulan Ramadhan. Hampir setiap forum, ceramah dan khutbah ayat tersebut dibacakan. Ya, ayat tersebut memang sangat berkaitan erat dengan ibadah puasa yang dijalankan kaum muslimin di bulan Ramadhan. Sebuah ayat yang dengan jelas memerintahkan kepada orang beriman untuk berpuasa. Dan satu hal yang tak pernah lupa untuk disampaikan, yaitu tentang tujuan diwajibkannya puasa, agar kita menjadi orang bertaqwa.
Disadari atau tidak, Ramadhan memberikan suasana yang berbeda. Hampir semua lini kehidupan ada perubahan, terlepas perubahan yang diiringi keikhlasan atau hanya sekedar mengikuti tren. Semakin banyak muslimah yang mengenakan penutup aurat, masjid semakin ramai jamaah, para pegawai  berkerudung, ayat al-qur’an berkumandang di seluruh masjid. Tak hanya itu, lagu-lagu yang diputar di radio maupun TV bernuansa islami, acara TV juga bertemakan keislaman. Radio dan TV berlomba-lomba mengadakan acara kajian. Tak ketinggalan, aparat pun rajin merazia tempat-tempat maksiat. Pejabat menjadi begitu ramahnya dengan mengadakan buka puasa bersama. Sungguh suasana yang sangat luar biasa.
Namun seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika Ramadhan berlalu suasana yang sangat luar biasa tersebut  seolah hilang tak berbekas. Aurat kembali diumbar, masjid kembali sepi, radio dan TV kembali menyiarkan acara-acara yang tidak membuat iman semakin tebal. Tilawah semakin jarang terdengar, tempat maksiat kembali dipenuhi pengunjung. Amnesia kah kaum muslimin ??? Amnesia dengan kebaikan yang telah diamalkan dan kembali menjalani kemaksiatan. Sungguh ironi.
Budaya Sekuler, Biang Keladi
Hilangnya suasana Ramadhan ketika bulan Ramadhan berlalu bukanlah tanpa sebab atau suatu hal yang tiba-tiba terjadi. Kehidupan masyarakat yang sekuler atau Fashluddin ‘an alhayah atau memisahkan aturan agama dari kehidupan lah yang menjadi biang keladi. Pemikiran masyarakat sudah teracuni dengan paham yang berasal dari ideologi kapitalis tersebut. Paham yang mengajarkan, adakalanya manusia butuh aturan ( syari’at) dan adakalanya pula boleh tidak menggunakan aturan Allah. Di bulan Ramadhan ingatlah aturan Allah, tapi di luar itu silakan kembali meninggalkannya.
Selain karena, pemikiran sekuler, pemikiran kapitalistis juga telah menggerogoti kaum muslimin. Maraknya suasana islami di bulan Ramadhan sering kali terjadi karena dorongan kapitalistis/bisnis  semata. Radio dan TV mengejar trend dan rating, pejabat mencari simpati untuk pencalonan periode berikutnya.
Ramadhan Selamanya
Sungguh celaka manusia yang hari esoknya lebih buruk daripada hari ini. Betapa sombongnya manusia yang mencukupkan diri dekat dengan aturan Allah hanya di bulan Ramadhan saja. Seolah pahalanya sudah cukup untuk menjadi bekal di akhirat kelak. Sungguh merugi, muslim menjalani Ramadhan hanya karena tren atau bahkan sekadar meraihmeraih keun pribadi.
Sebagaimana Rasulullah saw dan para sahabat dahulu, harusnya umat Islam sedih dengan berlalunya bulan Ramadhan, bulan yang sangat istimewa. Sedih karena kesempatan untuk meraih pahala yang berlipat ganda telah berlalu. Namun, kesedihan tersebut bukanlah dengan melarutkan diri pada penyesalan semata. Tetapi harus disikapi dengan berusaha menjadi pribadi yang tetap membiasakan diri dengan amalan yang telah dilakukan di bulan Ramadhan.
Tetap semangat mengkaji Islam, tetap menghiasi hari-hari dengan sedekah, tetap mengaji Al Qur’an di tiap kesempatan, tetap takut dengan kemaksiatan dan tetap dengan amal-amal sholih lainnya. Begitu pula dengan masyarakat, tetap peduli dengan penerapan syariat di setiap interkasi. Tak ketinggalan Negara, selayaknya Negara semakin memberikan fasiltas bagi kaum muslimin untuk bias melaksanakan syariat Allah dalam semua lini kehidupan secara sempurna. Memberikan kesempatan kepada umat islam untuk menerapkan syariat Islam secara kaffah.

No comments:

Post a Comment