Tuesday 3 November 2020

Rapor Merah PJJ : Cacat Sistemik

 

Pelaksanaan Pembelajaran Jarak jauh (PJJ) di tahun 2020/2021 sudah melewati penilaian tengah semester di tingkat pendidikan dasar dan menengah. Tentu bukan waktu yang singkat, mengingat PJJ juga sudah berlangsung sejak akhir tahun pelajaran 2019/2020. Dan hasilnya adalah rapor merah. Ya, rapor merah layak diberikan saat menilai PJJ, mengingat masalah yang terus mendera dunia pendidikan. Fakta di lapangan berbicara, tidak semua peserta didik mempunyai fasilitas PJJ dengan berbagai alasan. Dan hampir sebagian besar karena keterbatasan dana membeli fasilitas dan tidak sedikit yang terjangkau sinyal. Bahkan keironian terus mengiringi pelaksanaan PJJ. Kecelakaan saat mencari sinyal di tempat tinggi, ayahmencuri HP demi pembelajaran anaknya, siswa rela menjadi kuli demi membeli HP hingga bunuh diri karena tak sanggup menghadapi PJJ. Proses PJJ pun juga penuh dengan lika-liku, ketidakjelasan zona suatu wilayah, penilaian dan evaluasi belajar yang kevalidan hasilnya diragukan, hingga pendidikan yang jauh dari realisasi pembentukan karakter mulia untuk peserta didik. Ini masih sebagian kecil permasalahan seputar PJJ.  Belum lagi masalah dana, terutama disunatnya dana BOS di madrasah, juga kuota belajar yang belum dinikmati semua pelajar dan pengajar. Maka layaklah PJJ yang digawangi Kemendiknas dan Kemenag diberi rapor merah.

Rapor merah ini jelas karena kesalahan sistemik, dalam sistem pendidikan di negeri ini pendidikan tidak sepenuhnya ditempatkan sebagai bidang yang menjadi prioritas utama, jelas karena bukan lahan bisnis yang menjanjikan menghasilkan uang yang melimpah, bahkan bisa dikatakan menghabiskan anggaran menurut kacamata kapitalis, maka wajar kesungguhan untuk memberikan pelayan maksimal di bidang pendidikan pun patut dipertanyakan. Jika pun ada perhatian khusus malah sebaliknya, demi mencetak generasi berkarakater liberal, sejalan dengan ideologi kapitalisme yang mencengkeram pemikiran para pengelola negara. Dan ironinya lagi, kesempatan PJJ dalam suasana wabah ini tak luput dari sasaran kapitalisasi. Lihat saja bagaimana komersialisasi beberapa layanan belajar online dan penyediaan kuota internet, dan yang pasti lagi-lagi yang diuntungkan adalah para pemilik modal, rakyat hanya bisa gigit jari. Penyediaan layanan juga bukan karena kepeduliaan, namun lebih karena melanggengkan hubungan simbiosis mutualisme penguasa dan pengusaha. Akhirnya, tujuan pendidikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa pun sangat jauh api dari panggang. Sudahlah ilmu tak dapat, karakter generasi pun semakin amburadul, tak jelas kemana arahnya. 

Rapor merah ini akibat sistem yang batil. Menjadikan kebebasan dan materi sebagai pedoman, maka tak heran akan terus menimbulkan kerusakan. Oleh karena itu dibutuhkan perubahan sistemik pula. Dan satu-satunya system alternative yang layak untuk diandalkan hanyalah system pendidikan Islam yang berjalan sempurna dalam naungan system khilafah. Dalam sistem Islam, pendidikan adalah adalah kebutuhan mendasar bagi seluruh warga negara, maka penguasa akan mengerahkan seluruh tenaga agar semua mendapat pendidikan , dan tujuannyapun juga mulia, pendidikan untuk membentuk manusia berkepribadian Islam yang luhur, siap mewujudkan peradaban gemilang.


No comments:

Post a Comment