Thursday, 30 July 2020

Ikuti saja petunjukNya


Alhamdulillah
Laporan pengamatan pertumbuhan kacang hijau selama 6 hari.
Dengan bekal pesan suara dan petunjuk tahapan apa yang harus dilakukan

Kuncinya : ikuti saja petunjuknya, meski tak bertemu insyaallah pasti bisa melaksanakan.

Begitu juga dalam hidup, sederhana saja. Ikuti petunjuk hidup dari pembuat hidup kita, Allah SWT dan RasulNya . Al Qur'an dan Hadits. InsyaAllah pasti sukses, dunia dan akhirat.


Tidak perlu neko-neko bikin aturan sendiri atau malah sombong tidak percaya dengan aturan Tuhan seperti yang dilakukan orang kapitalis juga sosialis komunis.

Dan #Khilafah ada untuk bisa menerapkan petunjuk hidup kita, menerapkan aturan yng terdapat di Al Qur'an dan Hadits juga semu yang digali dari keduanya.

Belajar daring suka-suka tanpa kepedulian maksimal kemenag dan kemendikbud itu gimana rasanya, suka-suka gue mau ngajar apa 😔

Pelajaran BI laporan pengamatan, IPA perkembangbiakan generatif, AA asmaul husna Al muhyi

Kediri, 30 Juli 2020

Thursday, 23 July 2020

Moderasi Kurikulum PAI Menyesatkan Generasi


Mulai tahun pelajaran 2020/2021, Kementerian Agama RI mulai memberlakukan Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 tahun 2019. KMA ini menggantikan KMA 165 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab pada Madrasah. Perubahan yang signifikan tentang kurikulum PAI dan Bahasa Arab ini menekankan pada pembentukan sikap moderasi dalam beragama, merevisi materi ajar tentang jihad dan khilafah. Dan alas an kementerian Agama dalam melakukan perubahan ini selalu saja klise, agar generasi yang tercetak dari madrasah menjadi generasi yang moderat dan siap membangun masyarakat modern yang sesuai perkembangan jaman. Benarkah Kementerian Agama mempunyai niat yang tulus demi generasi? Jawabannya jelas, tidak.
Moderasi Kurikulum PAI hanya akan menyesatkan generasi, materi jihad yang direduksi hanya sebatas keteladanan personal Rasulullah saw hanya akan membuat sosok Rasulullah sebagai teladan terbaik bagi umat manusia hanya pantas diambil dalah ranah personal saja, sosok  Rasulullah sebagai kepala Negara, sebagai panglima perang, sebagai pengobar semangat jihad hanya dijadikan romantisme sejarah yang tak layak dijadikan panutan karena membawa nilai yang bertentangan dengan pemikiran Barat yang dengan sengaja membuat umat Islam semakin jauh dari potret Islam kaffah. Jihad bermakna perang disingkirkan jauh-jauh karena dianggap memunculkan benih terorisme dan sikap intoleran. Kemudian tentang materi khilafah yang disembunyikan dari materi Fikih dan dialihkan menjadi bagian dari materi Sejarah Kebudayaan Islam juga bertujuan untuk membuat generasi semakin buta akan salah satu ajaran Islam, yaitu kewajiban menegakkan khilafah. Lag-lagi khilafah hanya diceritakan sebatas bagian dari sejarah, bukan sebagai syariat Islam yang wajib diperjuangkan. Tujuannya jelas, membutakan generasi dari konsep system pemerintahan warisan Rasulullah saw. Dan akhirnya generasi semakin asing dengan khilafah dan tujuan jangka panjangnya adalah generasi sama sekali tak merindukan kembalinya sistem terbaik ini, bahkan menjadi pembenci dan penghalang tegaknya khilafah.
Sedangkan sikap moderat yang diinginkan jelas bertentangan dengan pandangan Islam dan malah membuat kaum sekular bertepuk tangan. Sikap moderat yang sesuai arahan Barat adalah sikap yang menjadikan Islam sesuai perkembangan jaman, yang diinginkan diambil yang tidak sesuai diabaikan jika perlu dibuang jauh-jauh. Sikap moderat ini bertujuan menjauhkan umat Islam dari Islam kaffah. Jelas tujuan jangka panjangnya adalah menghalangi kebangkitan peradaban Islam yang akan tegak dalam naungan khilafah.
Dengan demikian, moderasi agama melaui kurikulum PAI dan Bahasa Arab tak boleh dibiarkan. Selain daram rangka mengukuhkan rezim sekular juga berbahaya untuk generasi. Kementerian Agama seharusnya meninjau ulang, jika perlu membatalkannya, bahkan jika diperlukan merevisi kurikulum agar bias mencetak generasi yang berkepribadian Islam, menguasai IPTEK dan generasi yang siap menyambut kegemilangan peradaban Islam dalam naungan khilafah. Jika kurikulum ini tetap dijalankan, maka menjadi PR besar bagi para pengemban dakwah ideologis, untuk terus menggencarkan dakwah menyampaikan Islam kaffah, tidak  menyembunyukan ajaran Islam sekecil apapun. Wallahu a’lam.


Nur Aini, S.Si
Guru Madrasah Ibtidaiyah
Tinggal di Pare Kediri Jawa Timur

Thursday, 9 July 2020

Rakyat Tangguh, Potret Lepas Tangannya Penguasa?


Dalam rangka menindaklanjuti program New Normal Life salah satu tuntutan kepada rakyat adalah menjadi rakyat yang tangguh, maka dicanangkanlah Desa Tangguh, Pasar Tangguh, Terminal Tangguh, Stasiun Tangguh dan sebagainya. Namun jangan salah, penyematan kata tangguh tidaklah semanis harapan. Lagi-lagi ini hanya akal-akalan penguasa untuk melepaskan tanggung jawabnya sebagai pengurus urusan rakyat, program tangguh ini hanyalah kamuflase untuk menyibukkan rakyat dengan urusannya sendiri-sendiri.

Memang benar, program rakyat tangguh bertujuan membentuk kemandirian rakyat menghadapi bencana, namun program ini bukan karena kebaikan hati penguasa yang peduli kepada rakyatnya akan tetapi menjadi bukti penguasa yang sudah tak mampu menjadi pengurus rakyat, sehingga rakyat diminta mandiri melindungi diri sendiri. Sayangnya latar belakang lepas tangan penguasa mengurus urusan rakyat bukan karena penguasa berada pada titik terlemah sehingga tidak bisa berbuat banyak, tetapi ini memang menjadi tabiat penguasa yang menerapkan sistem kapitalisme sekular yang naik pada tampuk kekuasaan semata karena dukungan kaum oligarki. Maka tak heran, kepentingan rakyat tak dipikirkan namun kepentingan para pebisnis begitu diistimewakan. Lihat saja, untuk program yang bersentuhan langsung dengan keperluan penanganan dampak langsung pemerintah setengah hati mengucurkan dana. Giliran program yang dijalankan kroninya pemerintah dengan longgarnya mengucurkan dana.

Rakyat tangguh memang diperlukan, namun bukan berarti negara lepas tangan. Dalam Islam seorang muslim wajib menghindarkan dirinya dari bahaya, di sisi lain negara juga wajib menjamin keselamatan warganya. Dengan demikian sinergi rakyat dengan penguasa sebagai pengayom mudah terwujud, sangat jauh berbeda dengan sistem kapitalisme sekular yang saat ini menjadi landasan kebijakan penguasa Indonesia. Relasi untung rugi menjadi pijakan sehingga pelayanan bukan karena kesungguhan hati. Oleh karena itu, yang dibutuhkan rakyat saat ini tidak hanya sekadar program yang indah didengar, nanti kebijakan nyata yang menjadikan kepentingan rakyat dan keterikatan terhadap hukum Allah menjadi pertimbangan utama, dan ini hanya akan terwujud dalam sistem Islam. Wallahu a’lam.

Nur Aini, S. Si
Pare Kediri Jawa Timu