“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (TQS an-Nisâ’ [4]: 3).
Allah SWT memubahkan poligami, tanpa menjadikan adil sebagai syarat, karena dalam ayat tersebut kalimat “ Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil …” adalah kalimat terpisah, bukan syarat kalimat sebelumnya, karena kalimat sebelumnya sudah menjadi kalimat sempurna /jumlah mufidah. Namun dalam hadits lain Rasulullah mengingatkan suami yang berpoligami agar tidak dzalim kepada istri-istrinya, lebih cenderung kepada satu istri dengan mengabaikan istri yang lain.
Siapa saja yang mempunyai dua orang isteri, lalu ia lebih cenderung kepada salah satu dan mengabaikan yang lain, niscaya ia akan datang pada hari Kiamat nanti berjalan sementara salah satu kakinya lumpuh atau pincang.” (HR Ibn Hibbân di dalam Shahîh-nya).
Jadi poligami tetap mubah, namun harus paham konsekuensi ketika berpoligami. Baik suami maupun istri. Tidak boleh “memonopoli”.
Dan ketika Allah sudah menetapkan hukum, maka seorang muslim wajib meyakininya, dan tentu pasti ada hikmah dari hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk manusia. Dan diantara permasalahan yang bisa terpecahkan dengan syariat poligami antara lain ( Sistem Pergaulan dalam Islam, Bab Poligami) :
- Ditemukan tabiat-tabiat yang tidak biasa pada sebagian pria, yakni tabiat yang tidak bisa puas hanya dengan satu orang isteri. Akibatnya, mereka bisa saja menumpahkan hasrat seksualnya yang kuat itu kepada isterinya dan dapat berdampak buruk bagi isterinya itu. Atau bisa juga mereka akan mencari wanita lain jika terbuka pintu di hadapannya untuk melangsungkan pernikahan lagi yang kedua, ketiga dan keempat. Dalam keadaan demikian (ketika tidak ada peluang untuk berpoligami, pen), di antara dharar (kerusakan) yang akan muncul adalah berupa tersebar luasnya kekejian (perzinaan) di tengah-tengah manusia. Juga akan meluasnya berbagai prasangka dan kecurigaan di antara anggota-anggota keluarga (masyarakat). Karena itu, bagi orang yang memiliki tabiat seperti ini, harus ada peluang yang terbuka di hadapannya untuk bisa memenuhi dorongan seksualnya yang kuat itu dengan pemenuhan yang halal yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
- Adakalanya terdapat wanita (isteri) yang mandul, tidak bisa memiliki anak. Akan tetapi, suaminya sangat mencintai dia dan sebaliknya dia pun sangat mencintai suaminya. Rasa cinta di antara keduanya itu menjadikan keduanya tetap mempertahankan keberlangsungan mahligai kehidupan rumah-tangga mereka dengan penuh ketenteraman. Namun, sang suami ingin mempunyai anak dan cinta kepada anak-anak. Dalam keadaan demikian, jika ia tidak diperbolehkan untuk menikahi wanita yang lain, sementara ruang di hadapannya (untuk memiliki anak) terasa sempit, maka boleh jadi ia akan menceraikan isteri pertamanya itu. Dalam kondisi demikian, ketenangan rumah tangga itu telah hancur dan ketenteraman kehidupan suami isteri pun hancur pula. Boleh jadi pula, ia akan terhalang sama sekali untuk merasakan kebahagiaan memiliki keturunan dan anak-anak. Dalam kondisi semacam ini telah terjadi pemberangusan terhadap penampakkan rasa kebapakan yang merupakan bagian dari gharîzah an-naw’. Karena itu, seorang suami yang seperti ini harus mendapatkan kesempatan yang terbuka untuk menikah lagi dengan wanita lain agar mendapatkan anak-keturunan yang didambakannya.
- Kadang-kadang terdapat isteri yang menderita sakit sehingga tidak bisa melakukan hubungan suami-isteri, atau tidak dapat melakukan tugas mengurus rumah, suami, dan anak-anaknya. Padahal, sang isteri memiliki kedudukan yang istimewa di mata suaminya, dan sangat dicintai oleh suaminya. Si suami pun tidak ingin menceraikannya. Sementara pada saat yang sama, si suami itu merasa tidak akan sanggup hidup bersama isterinya (yang sakit itu) itu tanpa adanya isteri yang lain. Dalam kondisi semacam ini, tentu harus dibuka pintu kesempatan bagi sang suami untuk menikahi lebih dari satu isteri.
- Kadang terjadi berbagai peperangan atau pergolakan fisik yang mengakibatkan ribuan, bahkan jutaan pria menjadi korban (mati). Akibatnya, tidak ada keseimbangan antara jumlah kaum pria dan wanita. Hal itu seperti yang pernah terjadi secara riil pada Perang Dunia I dan II yang malanda dunia, khususnya di daratan Eropa. Jika kaum pria tidak bisa mengawini lebih dari satu wanita, lalu apa yang harus dilakukan oleh sejumlah besar kaum wanita yang ada? Mereka akan hidup tanpa bisa mengecap nikmatnya kehidupan berumah-tangga sekaligus ketenteraman dan ketenangan hidup sebagai suami-isteri. Lebih dari itu, kondisi semacam ini dapat menimbulkan adanya bahaya yang dapat mengancam nilai-nilai akhlak akibat munculnya naluri seksual yang tidak bisa dibendung.
- Acapkali ditemukan bahwa angka kelahiran di suatu umat, bangsa atau wilayah tertentu tidak seimbang antara angka kelahiran lakilaki dan perempuan. Kadang-kadang jumlah kaum perempuannya lebih banyak dari pada jumlah kaum laki-lakinya. Akibatnya, tidak ada keseimbangan antara populasi laki-laki dan populasi perempuan. Realitas seperti ini nyaris melanda sebagian besar bangsa dan umat di dunia. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada solusi yang dapat mengatasi problematika ini, kecuali dengan dibolehkannya poligami.
Itulah beberapa problem riil yang terjadi di tengah-tengah komunitas manusia dan melanda sejumlah bangsa atau umat. Jika poligami dilarang, problem-problem seperti itu akan tetap berlangsung, tanpa mendapat solusi. Sebab tidak ada solusi atas problem-problem itu kecuali dengan poligami. Dari sinilah, poligami harus diperbolehkan sehingga problem yang menimpa umat manusia itu dapat diselesaikan.
Mungkin ada pertanyaan, jika pada poin 2 dan 3 menimpa suami apa boleh juga istri poliandri ? Jawabannya, TIDAK. Haram wanita bersuami lebih dari satu. Ya kalau mau dan sudah tak cinta, cerai saja. Dalam Islam boleh seorang istri mengajukan cerai dalam kondisi tertentu ( Bahasannya di bab Talak masih di buku Sistem Pergaulan dalam Islam)
Jadi tak perlu menghujat poligami. Dan jika seorang muslim memilih poligami pahami betul hukum seputar poligami, agar tujuan menikah baik monogamy maupun poligami tetap terjaga.
Hanya sekadar membaca tulisan ini memang tak akan memuaskan dan membuat sangat jelas, akan lebih jelas ketika kita mengkajinya. Sedikit demi sedikit membaca kitab Arabnya, menukil dan memahami penjelasan dari guru, #YukNgaji.
Pare, 30 Oktober 2015