Perjalanan Jakarta – Kediri, 5 Juni 2013
Stasiun Senen : Menunggu lagi,
daripada telat berangkat amat sangat lebih awal sekali. Kereta 03.45pm dah
nyampe Senen 11.30am. padahal baru boleh
masuk ruang tunggu di dalam 02.30pm
Akhirnya masuk ruang tunggu, lebih
sepi tapi tetap saja tidak lengang. Kereta masuk silih berganti. Porter yang
berebutan naik ketika ada kereta jarak jauh yang datang (biasanya penumpangnya
bawa barang banyak) padahal kereta belum sepenuhnya berhenti, resiko tinggi, jk
tak lihai bisa terjatuh. Ah sekali lagi, mengambil resiko demi mencari sesuap
nasi.
Masih pusing tujuh keliling,
sepertinya lain waktu minum obat anti mabuk perjalanan saja, tapi sayang kalo
perjalanan dihabiskan dengan tidur, melewatkan kejadian-kejadian unik.
Di seberang, duduk penumpang
lain, husnudzon saja mereka pasangan muda suami istri.
Tangan istri nguthek-uthek
pipinya, memang kelihatan ada kulit yang terkelupas di sekitar jerawatnya.
Suaminyapun membantu membersihkan. Istri mengeluarkan krim, dioleskan. Mengeluarkan
kapas, cairan pembersih. Terakhir ambil bedak. Belum selesai, lepas jam tangan
ambil krim body lotion. Kasih lotion di pergelangan dan telapak tangan.
Weleh-weleh padahal tasnya kecil, botol krim dan pembersihnya sekitar 100ml
lhak yo kebek tas-e. Mungkin nominal benda-benda yang dikeluarkan tadi paling
murah 150rb. He..he.. hanya urusan wajah dan tangan. Sambil tersenyum
membandingkan dengan isi tasku...
Hari ini, untuk pertama kalinya dalam
hidup mendapatkan perawatan wajah. Iseng ikut demo perawatan kulit, di sekolah.
Gratis tapi endingnya promo suruh beli…. “ Mari…mari… ! Sini Bu, hanya dirawat
saja kok tidak dirias”. Si ibu perawat (mungkin tepatnya terapis kali…)
tahu,kalo saya agak ragu dan tahu kalo saya memang tipe natural, alias blas gak
mambu make up.
Sebelum perawatan wajah, dipijit
pundak, leher dan wajah. Alhamdulillah, lumayan…habis puyeng dengan koreksian
uts.
Sebelum diberi ini itu,
dijelaskan masalah kulitnya : banyak komedo, bekas jerawat, ada kantung mata
bla…bla… saya hanya bilang , “ Iya,… iya”. Padahal sambil membatin. Masih perlu
nyaur utang tidur karena minggu-minggu kemarin tidur sangat kurang dan tidak
berkualitas, piye mripat gak bendul. Lha wong tadi juga habis dari Kediri setor SPT, PP 2 jam ga pake masker, belum
sempat cuci muka langsung masuk kelas. Membatin sambil senyam-senyum ke teman
guru yang juga ikut perawatan. “ He..he.. penak yo Bu, dipijeti” .
Wajah dibersihkan dengan air, dikeringkan,
diberi sabun muka, kolagen dibersihkan lagi, diberi vitamin dan terakhir diberi
tirai, ha…ha… kalo ga salah urutannya seperti itu. Selesai…. Dan cling…. Memang
wajah terasa lebih bersih dan cerah…. Jelas yo…dirawat dengan dibiarkan pasti
beda…
Lanjut ke sesi promo, karena
masalah kulitnya ini itu sebaiknya ibu beli produk ini itu. Kalo di rumah masih
punya prosuk kesehatan wajah boleh tetap dipake tapi jangan dicampur. “ Ibu di
rumah punya produk apa saja ?”, saya mikir dulu sebelum jawab, mengingat-ingat.
“ Facial foam sama bedak, tidak punya yang lain, tidak telaten. Dulu waktu
kuliah saja mulai dari maba sampai wisuda bedak masih ada, beli satu kali”. Ga tau
apa yang ada dalam pikiran si ibu perawat….
Singkat cerita, akhirnya saya
terpengaruh. Beli sabun saja,padahal disarankan beli dua produk biar tuntas
perawatannya. He..he.. saya ngeles… tidak telaten, sayang kalo tidak dipake. Padahal
tidak hanya itu alasannya,mahal boooo…..
Salut dengan kesabaran mbak
salesnya, telaten n ramah, sabar menjelaskan satu-persatu. Pintar memilih kata.
Saya lirik wajahnya, memang bersih.
Skin care, bukan hal yang
terlarang. Tapi bagi saya bukan prioritas, insya Allah jika bahannya halal dan suci
ada manfaatnya. Bisa menjadi pahala juga jika demi menyenangkan suami. He..he..
tapi mahalnya itu lho yang bikin kecil hati, mending buat beli beras masak nasi
…
Nah, biar tulisan tak hanya
curhatan saja, saya copy kan tulisan KH. Hafidz Abdurrahman. Bisa like page fb beliau, banyak ilmu yang bisa didapat :
WANITA PENGHUNI SURGA
KH Hafidz Abdurrahman
KH Hafidz Abdurrahman
Dari Atha’ bin Abi Rabah berkata, Ibn ‘Abbas berkata padaku, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”
Ibn ‘Abbas berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku, ya Rasulullah, agar Allah Menyembuhkannya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Jika kamu mau, kamu bisa bersabar, dan kamu mendapatkan surga. Tetapi, kalau kamu mau, aku pun akan mendoakanmu, agar Allah menyembuhkanmu.”
Wanita itu tanpa ragu menjawab, pilihan yang diberikan Nabi, “Aku memilih bersabar, ya Rasul.” Dia pun melanjutkan penuturannya, “Tetapi, saat penyakit ayanku kambuh, auratku tersingkap. Mohon doakanlah aku, agar auratku tidak tersingkap.” Nabi pun mendoakannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Subhanallah, alangkah rindunya hati ini pada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Ketika Nabi menyebut wanita hitam legam, yang mungkin di mata manusia bahkan tidak dilirik sedikit pun, lebih-lebih dia menderita penyakit kambuhan, ternyata dia bisa meraih kemuliaan yang luar biasa. Dialah penghuni surga. Dia mendapatkan kesaksian dari Nabi saw. sebagai salah seorang penghuninya, di kala nafasnya masih dihembuskan. Jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.
Oh, alangkah indahnya. Mata, pikiran dan perasaan kita pun berdecak ingin mengetahuinya, apa gerangan yang mengantarkannya meraih kemuliaan luar biasa itu? Karena dia wanita biasa, berkulit hitam legam, bahkan menderita penyakit kambuhan. Dia bukan wanita yang cantik jelita, berparas elok, berkulit putih bak batu pualam, bukan pula pesohor. Sekali-kali tidak. Dia, kata Ibn ‘Abbas, hanya wanita bisa yang berkulit hitam.
Wanita hitam itu mungkin tidak mempunyai kedudukan di mata manusia. Tetapi, kedudukannya mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya. Ini bukti, bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Ini juga bukti, bahwa kekayaan dan kedudukan di mata manusia juga bukan tolok ukur kemuliaannya di sisi Allah. Namun, kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita pada kedudukan yang mulia di sisi-Nya. Dengan ketakwaan, keimanan, keindahan akhlak, amal shalihnya, wanita yang rupanya biasa saja di mata manusia itu pun menjelma menjadi secantik bidadari surga. Subhanallah..
Ketika wanita yang hitam legam itu lebih memilih menerima keputusan (qadha’) Allah, yaitu penyakit ayan yang terus-menerus kambuh. Ketika wanita biasa dan penderita ayan itu sanggup menerima keputusan Allah, dia rela, dia lebih memilih bersabar dengan kondisinya, sementara di depannya terbentang pilihan kesembuhan, maka kerelaan dan kesabarannya dalam menerima keputusan Tuhannya itulah yang mengantarkannya menjadi wanita penghuni surga. Dipersaksikan Nabi di saat masih hidup di dunia.
Iya, wanita mulia ini, meski secara lahirnya biasa-biasa saja, telah berhasil melewati fitnah dalam kehidupannya di dunia. Betapa tidak, kondisi fisiknya yang hitam legam, penyakit ayan, auratnya yang tersingkap semuanya itu adalah fitnah yang menghampiri hidupnya. Namun, dia hadapi fitnah itu. Fitnah itu tidak membuatnya jatuh, bahkan terperosok dalam kemaksiatan, mempertanyakan dan bahkan memberontak keputusan Allah SWT. Sebaliknya, semua fitnah itu dihadapi dengan perasaan qana’ah, ridha, ikhlas dan sabar. Sembari meminta kepada Nabi, agar didoakan, saat dia mendapati fitnah auratnya tersingkap, itu saja yang ditutup oleh Allah SWT. Karena itu aurat. Sungguh luar biasa. Allah akbar.
Iya, hidup ini adalah fitnah (ujian). Fitnah bukan hanya berupa keburukan, sebagaimana kondisi yang menimpa wanita tadi, tetapi fitnah juga bisa berupa kebaikan. Kecantikan fisik, harta melimpah, kepopuleran dan seluruh kebaikan yang kita miliki sesungguhnya merupakan fitnah kehidupan kita di dunia. Seluruh kebaikan ini bisa jadi akan memerosokkan, menjatuhkan dan bahkan menyesatkan kita. Maka, Allah pun secara khusus mengingatkan:
أَلاَ إِنَّ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوْا
“Ingatlah, sesungguhnya mereka benar-benar telah terjatuh dalam kubangan fitnah itu.” [Q.s. at-Taubah [9]: 49]
Ketika kecantikan fisik, kekayaan yang berlimpah, kepopuleran dan seluruh kebaikan dunia tidak digunakan untuk melakukan ketaatan, bahkan digunakan dan dieksploitasi untuk melakukan kemaksiatan, maka semua kebaikan ini merupakan fitnah yang memerosokan, menjatuhkan dan bahkan menyesatkan si empunya. Tetapi, jika semuanya tadi digunakan untuk melakukan ketaatan kepada pemilik sejati kebaikan itu, yaitu Allah SWT, maka fitnah tadi tentu tidak membuatnya terperosok, terjatuh apalagi tersesat. Karena semuanya itu bisa dikelola sesuai dengan amanat Pemilik-Nya.
Kesadaran itulah yang dimiliki oleh Khadijah binti Khuwailid, dan putri tercintanya, Fatimah binti Muhammad saw. tuan para wanita penghuni surga. Kecantikan, kekayaan, kemuliaan dan seluruh kebaikan yang dimilikinya diberikan untuk Allah dan Rasul-Nya. Khadijah pun mendapatkan salam dari Allah dan Jibril, dibangunkan rumah untuknya di surga, semasa masih hidup di dunia. Fatimah pun sama, mendapatkan persaksian dari ayahandanya, Nabi Muhammad saw., sebagai penghuni surga, bahkan dinobatkan sebagai tuan para wanita penghuninya. Subhanallah.
Iya, ketika kecantikan wanita, kekayaan, kemuliaan dan seluruh kebaikan yang dimilikinya membuatnya sibuk berdandan, demi mendapatkan kulit yang putih, tetapi enggan memutihkan hatinya, maka semuanya itu menjadi fitnah kehidupan yang memerosokkannya. Mereka begitu khawatir dengan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi sama sekali tidak khawatir, jika keimanan dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan kepada-Nya, Na’udzu billah.
Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka seperti apapun rupa kita, seperti apapun fisik kita, janganlah pernah merasa rendah diri. Syukurilah nikmat Allah yang sangat berharga. Kecantikan iman, kecantikan hati dan akhlak mulia kita.
Bagi wanita berkulit hitam, yang menderita penyakit ayan, maka penyakit ayan ini sebenarnya bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan, karena banyak anggota menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.
Tapi, lihatlah perkataannya. Lihatlah, adakah satu kata saja yang menunjukkan dia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah dia mengeluhkan betapa menderitanya dia? Betapa malunya dia karena menderita penyakit ayan? Namun, ternyata bukan itu yang dia keluhkan. Justru yang dia keluhkan adalah auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.
Subhanallah. Dia lebih khawatir bila auratnya yang tersingkap, bukan mengkhawatirkan penyakitnya kambuh. Dia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya. Auratnya juga merupakan kehormatan dan harga dirinya. Maka, dia pun berusaha menjaganya, meski dalam kondisi ketidaksadarannya akibat sakit ayat itu. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, penghuni surga. Mempunyai ‘iffah, sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya.
Selain itu, keralaan dan kesabaran wanita itu yang disebutkan Nabi saw., “Jika kamu mau, kamu bisa bersabar, dan kamu mendapatkan surga. Tetapi, kalau kamu mau, aku pun akan mendoakanmu, agar Allah menyembuhkanmu.” Tanpa ragu dia menjawab, “Aku memilih bersabar, ya Rasul.” [Hr. Bukhari dan Muslim]. Dia lebih memilih bersabar dalam deritanya. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi musibah dengan kesabaran yang luar biasa.
Iya, manusia memang tidak akan mampu mencapai kedudukan mulia di sisi-Nya, dengan seluruh amalan perbuatannya. Namun, Allah akan memberinya jalan untuk meraihnya, dengan cara memberikan cobaan kepada hamba-Nya, cobaan yang tidak disukainya. Setelah itu, Allah memberinya kesabaran untuk menghadapi cobaan itu. Dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, dia pun meraih kedudukan mulia yang sebelumnya tidak bisa diraihnya dengan amalannya.
Nabi saw. bersabda, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” [Hr. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Haadits Shahih 2599].
Maka, saat cobaan menimpa, kesabaran kita akan mengantarkan kesempurnaan iman kita. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita pada kedudukan yang mulia di sisi-Nya.
Semoga seluruh fitnah (ujian) yang menimpa kita, baik dalam bentuk kebaikan maupun keburukan, tidak akan memerosokkan, menjatuhkan bahkan menyesatkan kita. Amalkanlah doa yang diajarkan oleh menantu Nabi saw. ‘Ali bin Abi Thalib:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُضِلاَّتِ الْفِتَنِ
“Ya Allah, hamba berlindung kepada-Mu dari fitnah yang menyesatkan.”
Amin.. amin.. amin ya Mujiba as-Sailin.Pare, 20 Maret 2015