Friday, 20 March 2015

Skin Care




Perjalanan Jakarta – Kediri, 5 Juni 2013

Stasiun Senen : Menunggu lagi, daripada telat berangkat amat sangat lebih awal sekali. Kereta 03.45pm dah nyampe Senen  11.30am. padahal baru boleh masuk ruang tunggu di dalam 02.30pm

Akhirnya masuk ruang tunggu, lebih sepi tapi tetap saja tidak lengang. Kereta masuk silih berganti. Porter yang berebutan naik ketika ada kereta jarak jauh yang datang (biasanya penumpangnya bawa barang banyak) padahal kereta belum sepenuhnya berhenti, resiko tinggi, jk tak lihai bisa terjatuh. Ah sekali lagi, mengambil resiko demi mencari sesuap nasi.

Masih pusing tujuh keliling, sepertinya lain waktu minum obat anti mabuk perjalanan saja, tapi sayang kalo perjalanan dihabiskan dengan tidur, melewatkan kejadian-kejadian unik.

Di seberang, duduk penumpang lain, husnudzon saja mereka pasangan muda suami istri.

Tangan istri nguthek-uthek pipinya, memang kelihatan ada kulit yang terkelupas di sekitar jerawatnya. Suaminyapun membantu membersihkan. Istri mengeluarkan krim, dioleskan. Mengeluarkan kapas, cairan pembersih. Terakhir ambil bedak. Belum selesai, lepas jam tangan ambil krim body lotion. Kasih lotion di pergelangan dan telapak tangan. Weleh-weleh padahal tasnya kecil, botol krim dan pembersihnya sekitar 100ml lhak yo kebek tas-e. Mungkin nominal benda-benda yang dikeluarkan tadi paling murah 150rb. He..he.. hanya urusan wajah dan tangan. Sambil tersenyum membandingkan dengan isi tasku...

Hari ini, untuk pertama kalinya dalam hidup mendapatkan perawatan wajah. Iseng ikut demo perawatan kulit, di sekolah. Gratis tapi endingnya promo suruh beli…. “ Mari…mari… ! Sini Bu, hanya dirawat saja kok tidak dirias”. Si ibu perawat (mungkin tepatnya terapis kali…) tahu,kalo saya agak ragu dan tahu kalo saya memang tipe natural, alias blas gak mambu make up.

Sebelum perawatan wajah, dipijit pundak, leher dan wajah. Alhamdulillah, lumayan…habis puyeng dengan koreksian uts.

Sebelum diberi ini itu, dijelaskan masalah kulitnya : banyak komedo, bekas jerawat, ada kantung mata bla…bla… saya hanya bilang , “ Iya,… iya”. Padahal sambil membatin. Masih perlu nyaur utang tidur karena minggu-minggu kemarin tidur sangat kurang dan tidak berkualitas, piye mripat gak bendul. Lha wong tadi juga habis dari  Kediri setor SPT, PP 2 jam ga pake masker, belum sempat cuci muka langsung masuk kelas. Membatin sambil senyam-senyum ke teman guru yang juga ikut perawatan. “ He..he.. penak yo Bu, dipijeti” .

Wajah dibersihkan dengan air, dikeringkan, diberi sabun muka, kolagen dibersihkan lagi, diberi vitamin dan terakhir diberi tirai, ha…ha… kalo ga salah urutannya seperti itu. Selesai…. Dan cling…. Memang wajah terasa lebih bersih dan cerah…. Jelas yo…dirawat dengan dibiarkan pasti beda…

Lanjut ke sesi promo, karena masalah kulitnya ini itu sebaiknya ibu beli produk ini itu. Kalo di rumah masih punya prosuk kesehatan wajah boleh tetap dipake tapi jangan dicampur. “ Ibu di rumah punya produk apa saja ?”, saya mikir dulu sebelum jawab, mengingat-ingat. “ Facial foam sama bedak, tidak punya yang lain, tidak telaten. Dulu waktu kuliah saja mulai dari maba sampai wisuda bedak masih ada, beli satu kali”. Ga tau apa yang ada dalam pikiran si ibu perawat….

Singkat cerita, akhirnya saya terpengaruh. Beli sabun saja,padahal disarankan beli dua produk biar tuntas perawatannya. He..he.. saya ngeles… tidak telaten, sayang kalo tidak dipake. Padahal tidak hanya itu alasannya,mahal boooo…..

Salut dengan kesabaran mbak salesnya, telaten n ramah, sabar menjelaskan satu-persatu. Pintar memilih kata. Saya lirik wajahnya, memang bersih.

Skin care, bukan hal yang terlarang. Tapi bagi saya bukan prioritas, insya Allah jika bahannya halal dan suci ada manfaatnya. Bisa menjadi pahala juga jika demi menyenangkan suami. He..he.. tapi mahalnya itu lho yang bikin kecil hati, mending buat beli beras masak nasi …

Nah, biar tulisan tak hanya curhatan saja, saya copy kan tulisan KH. Hafidz Abdurrahman. Bisa like page fb  beliau, banyak ilmu yang bisa didapat :


WANITA PENGHUNI SURGA
KH Hafidz Abdurrahman
Dari Atha’ bin Abi Rabah berkata, Ibn ‘Abbas berkata padaku, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”
Ibn ‘Abbas berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku, ya Rasulullah, agar Allah Menyembuhkannya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Jika kamu mau, kamu bisa bersabar, dan kamu mendapatkan surga. Tetapi, kalau kamu mau, aku pun akan mendoakanmu, agar Allah menyembuhkanmu.”
Wanita itu tanpa ragu menjawab, pilihan yang diberikan Nabi, “Aku memilih bersabar, ya Rasul.” Dia pun melanjutkan penuturannya, “Tetapi, saat penyakit ayanku kambuh, auratku tersingkap. Mohon doakanlah aku, agar auratku tidak tersingkap.” Nabi pun mendoakannya.” [Hr. Bukhari dan Muslim]
Subhanallah, alangkah rindunya hati ini pada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Ketika Nabi menyebut wanita hitam legam, yang mungkin di mata manusia bahkan tidak dilirik sedikit pun, lebih-lebih dia menderita penyakit kambuhan, ternyata dia bisa meraih kemuliaan yang luar biasa. Dialah penghuni surga. Dia mendapatkan kesaksian dari Nabi saw. sebagai salah seorang penghuninya, di kala nafasnya masih dihembuskan. Jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.
Oh, alangkah indahnya. Mata, pikiran dan perasaan kita pun berdecak ingin mengetahuinya, apa gerangan yang mengantarkannya meraih kemuliaan luar biasa itu? Karena dia wanita biasa, berkulit hitam legam, bahkan menderita penyakit kambuhan. Dia bukan wanita yang cantik jelita, berparas elok, berkulit putih bak batu pualam, bukan pula pesohor. Sekali-kali tidak. Dia, kata Ibn ‘Abbas, hanya wanita bisa yang berkulit hitam.
Wanita hitam itu mungkin tidak mempunyai kedudukan di mata manusia. Tetapi, kedudukannya mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya. Ini bukti, bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Ini juga bukti, bahwa kekayaan dan kedudukan di mata manusia juga bukan tolok ukur kemuliaannya di sisi Allah. Namun, kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita pada kedudukan yang mulia di sisi-Nya. Dengan ketakwaan, keimanan, keindahan akhlak, amal shalihnya, wanita yang rupanya biasa saja di mata manusia itu pun menjelma menjadi secantik bidadari surga. Subhanallah..
Ketika wanita yang hitam legam itu lebih memilih menerima keputusan (qadha’) Allah, yaitu penyakit ayan yang terus-menerus kambuh. Ketika wanita biasa dan penderita ayan itu sanggup menerima keputusan Allah, dia rela, dia lebih memilih bersabar dengan kondisinya, sementara di depannya terbentang pilihan kesembuhan, maka kerelaan dan kesabarannya dalam menerima keputusan Tuhannya itulah yang mengantarkannya menjadi wanita penghuni surga. Dipersaksikan Nabi di saat masih hidup di dunia.
Iya, wanita mulia ini, meski secara lahirnya biasa-biasa saja, telah berhasil melewati fitnah dalam kehidupannya di dunia. Betapa tidak, kondisi fisiknya yang hitam legam, penyakit ayan, auratnya yang tersingkap semuanya itu adalah fitnah yang menghampiri hidupnya. Namun, dia hadapi fitnah itu. Fitnah itu tidak membuatnya jatuh, bahkan terperosok dalam kemaksiatan, mempertanyakan dan bahkan memberontak keputusan Allah SWT. Sebaliknya, semua fitnah itu dihadapi dengan perasaan qana’ah, ridha, ikhlas dan sabar. Sembari meminta kepada Nabi, agar didoakan, saat dia mendapati fitnah auratnya tersingkap, itu saja yang ditutup oleh Allah SWT. Karena itu aurat. Sungguh luar biasa. Allah akbar.
Iya, hidup ini adalah fitnah (ujian). Fitnah bukan hanya berupa keburukan, sebagaimana kondisi yang menimpa wanita tadi, tetapi fitnah juga bisa berupa kebaikan. Kecantikan fisik, harta melimpah, kepopuleran dan seluruh kebaikan yang kita miliki sesungguhnya merupakan fitnah kehidupan kita di dunia. Seluruh kebaikan ini bisa jadi akan memerosokkan, menjatuhkan dan bahkan menyesatkan kita. Maka, Allah pun secara khusus mengingatkan:
أَلاَ إِنَّ فِي الْفِتْنَةِ سَقَطُوْا
“Ingatlah, sesungguhnya mereka benar-benar telah terjatuh dalam kubangan fitnah itu.” [Q.s. at-Taubah [9]: 49]
Ketika kecantikan fisik, kekayaan yang berlimpah, kepopuleran dan seluruh kebaikan dunia tidak digunakan untuk melakukan ketaatan, bahkan digunakan dan dieksploitasi untuk melakukan kemaksiatan, maka semua kebaikan ini merupakan fitnah yang memerosokan, menjatuhkan dan bahkan menyesatkan si empunya. Tetapi, jika semuanya tadi digunakan untuk melakukan ketaatan kepada pemilik sejati kebaikan itu, yaitu Allah SWT, maka fitnah tadi tentu tidak membuatnya terperosok, terjatuh apalagi tersesat. Karena semuanya itu bisa dikelola sesuai dengan amanat Pemilik-Nya.
Kesadaran itulah yang dimiliki oleh Khadijah binti Khuwailid, dan putri tercintanya, Fatimah binti Muhammad saw. tuan para wanita penghuni surga. Kecantikan, kekayaan, kemuliaan dan seluruh kebaikan yang dimilikinya diberikan untuk Allah dan Rasul-Nya. Khadijah pun mendapatkan salam dari Allah dan Jibril, dibangunkan rumah untuknya di surga, semasa masih hidup di dunia. Fatimah pun sama, mendapatkan persaksian dari ayahandanya, Nabi Muhammad saw., sebagai penghuni surga, bahkan dinobatkan sebagai tuan para wanita penghuninya. Subhanallah.
Iya, ketika kecantikan wanita, kekayaan, kemuliaan dan seluruh kebaikan yang dimilikinya membuatnya sibuk berdandan, demi mendapatkan kulit yang putih, tetapi enggan memutihkan hatinya, maka semuanya itu menjadi fitnah kehidupan yang memerosokkannya. Mereka begitu khawatir dengan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi sama sekali tidak khawatir, jika keimanan dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan kepada-Nya, Na’udzu billah.
Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka seperti apapun rupa kita, seperti apapun fisik kita, janganlah pernah merasa rendah diri. Syukurilah nikmat Allah yang sangat berharga. Kecantikan iman, kecantikan hati dan akhlak mulia kita.
Bagi wanita berkulit hitam, yang menderita penyakit ayan, maka penyakit ayan ini sebenarnya bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan, karena banyak anggota menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.
Tapi, lihatlah perkataannya. Lihatlah, adakah satu kata saja yang menunjukkan dia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah dia mengeluhkan betapa menderitanya dia? Betapa malunya dia karena menderita penyakit ayan? Namun, ternyata bukan itu yang dia keluhkan. Justru yang dia keluhkan adalah auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.
Subhanallah. Dia lebih khawatir bila auratnya yang tersingkap, bukan mengkhawatirkan penyakitnya kambuh. Dia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya. Auratnya juga merupakan kehormatan dan harga dirinya. Maka, dia pun berusaha menjaganya, meski dalam kondisi ketidaksadarannya akibat sakit ayat itu. Inilah salah satu ciri wanita shalihah, penghuni surga. Mempunyai ‘iffah, sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya.
Selain itu, keralaan dan kesabaran wanita itu yang disebutkan Nabi saw., “Jika kamu mau, kamu bisa bersabar, dan kamu mendapatkan surga. Tetapi, kalau kamu mau, aku pun akan mendoakanmu, agar Allah menyembuhkanmu.” Tanpa ragu dia menjawab, “Aku memilih bersabar, ya Rasul.” [Hr. Bukhari dan Muslim]. Dia lebih memilih bersabar dalam deritanya. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi musibah dengan kesabaran yang luar biasa.
Iya, manusia memang tidak akan mampu mencapai kedudukan mulia di sisi-Nya, dengan seluruh amalan perbuatannya. Namun, Allah akan memberinya jalan untuk meraihnya, dengan cara memberikan cobaan kepada hamba-Nya, cobaan yang tidak disukainya. Setelah itu, Allah memberinya kesabaran untuk menghadapi cobaan itu. Dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, dia pun meraih kedudukan mulia yang sebelumnya tidak bisa diraihnya dengan amalannya.
Nabi saw. bersabda, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” [Hr. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Haadits Shahih 2599].
Maka, saat cobaan menimpa, kesabaran kita akan mengantarkan kesempurnaan iman kita. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita pada kedudukan yang mulia di sisi-Nya.
Semoga seluruh fitnah (ujian) yang menimpa kita, baik dalam bentuk kebaikan maupun keburukan, tidak akan memerosokkan, menjatuhkan bahkan menyesatkan kita. Amalkanlah doa yang diajarkan oleh menantu Nabi saw. ‘Ali bin Abi Thalib:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ مُضِلاَّتِ الْفِتَنِ
“Ya Allah, hamba berlindung kepada-Mu dari fitnah yang menyesatkan.”
Amin.. amin.. amin ya Mujiba as-Sailin.

Pare, 20 Maret 2015

Tuesday, 17 March 2015

Jadi Dokter Harus Pinter n Sabar



                                                                  Gbr dari mbah gugel

Seminggu lebih menghabiskan sebagian besar waktu di RS, tidak terlalu banyak beraktivitas, menunggu. Lebih banyak diam memperhatikan orang-orang di RS, sesekali ngobrol dengan pasien atau keluarga pasien, ngobrol dengan tenaga medis. Mengamati perawat yang hilir mudik, seolah tak punya rasa lelah ( tapi sepertinya tata ruang dan SDM RS perlu ditinjau ulang, perbandingan tenaga medis dengan jumlah pasien dan jangkauan ruang perawat dg kamar pasien diperhitungkan lebih matang lagi).

Hari pertama, sekitar 4 jam menunggu di IGD. Melihat lalu lalang pasien masuk dan meninggalkan IGD. Ada yang merintih kesakitan, diam menahan sakit, diam tanpa ekspresi, dan ada yang tak sadarkan diri. Begitu juga dengan keluarga pasien, sedih, bingung dan cemas.

Hanya tersenyum ketika perawat dan dokter jaga hampir-hampir kehilangan kesabaran ketika berhadapan dengan pasien atau keluarganya yang “bandel”. Tidak mau mendapatkan perawatan standar yang memang seharusnya dilakukan di IGD, tidak mau diinjeksi, tidak mau diinfus, tidak mau dipasang alat ini itu dll. Hanya membatin “ngono kok nang IGD, yen ra gelem ditangani yo ning omah wae to..to..”. Keluarga yang serombongan tidak mau meninggalkan pasien, maunya nungguin terus, tapi ada juga keluarga yang malah meninggalkan pasien untuk mengurus keperluan lain, bingung dech dokter or perawat yang mau menangani. Ada…ada saja.

Ada perawat yang super ramah, ramah, biasa dan masih saja ada yang terkesan cuek hampir mendekati judes. Namanya juga manusia, beda karakter.

Mengamati DM yang lari-lari, sepertinya kejar tayang nguber pembimbingnya. DM yang berdiskusi mendekati debat dengan temannya, padahal di depan pasien J.

Mengamati mahasiswa keperawatan yang lagi magang, dikit-dikit nanya ke perawat pamong. Mondar-mandir ambil ini itu, yang lihat aja capek… Ambil gunting, ambil plester, ambil yang mau diinjeksikan, ambil pulpen, ambil catetan, ambil tensimeter. Weleh…weleh kok yo gak nggowo ransel sisan J

Tapi salut dengan kesabaran perawat dan dokter, telaten menjelaskan ke pasien yang terkadang keminter. Tiap perawat n dokter (kalo komplikasi bisa-bisa dokter spesialisnya borongan), hampir selalu bertanya kabar pasien. Apa keluhannya, bagaimana kondisi terkini, ada keluhan apa, maunya apa dll.

Jadi dokter harus pinter, pinter ilmu kedokteran, pinter memahamkan pasien, pinter memenej kesabaran. Tidak hanya dokter, perawat juga.

Baru fix tahu penyakit setelah 4 hari di RS, 2 harinya hari sabtu mingggu, libur. Jadi hasil tes darah, usg baru tahu. Dokternya juga terkesan tak mau berbagi informasi, husnudzon saja. Mungkin masih nunggu hasil lab keluar, biar tidak salah diagnosis.

Sudah ah ngomongin dokter di RS.

Sekarang mau ngomongin dokter umat.

Dulu ketika memutuskan untuk belajar menjadi subjek dakwah, sedikit-demi sedikit meninggalkan status objek dakwah. Ada satu pesan yang masih terngiang. Subjek dakwah itu ibarat dokter. Harus tau apa penyakit/permasalahan umat, mendiagnosa dengan teliti, berusaha mencari tahu obat yang cocok dengan penyakit tersebut. Tidak sembarang kasih resep, tidak menyimpulkan sembarangan. Cari akar masalahnya jangan hanya lihat permukaannya saja. Dan jangan sekali-kali menjadikan umat sebagai kelinci percobaan.

Umat sekarang sedang sakit alias bermasalah. Kriminalitas dimana-mana, seks bebas merajalela, begal sudah biasa, kasus korupsi meningkat, harga kebutuhan pokok melangit, rakyat tambah melarat, politisi mikir diri sendiri, penguasa lupa janji manis saat kampanye.

Harga bbm naik rakyat diberi kartu sakti ternyata tidak menjadi solusi
Kontrak perusahaan asing diperpanjang ternyata tidak membuat semua rakyat sejahtera
Rupiah melemah pemerintah santai dan menganggap suatu saat pasti menguat sendiri
Hukum runcing ke bawah, tumpul ke atas. Pencuri jati dihukum berat koruptor kakap dibiarkan saja
Dan masih banyak masalah yang terjadi
Semua harus diselesaikan, berpikir apa akar masalahnya

Negeri ini pernah gagal dengan sosialis komunis
Negeri ini semakin terpuruk dengan solusi ala neolib kapitalis
Mengapa tidak mencoba solusi khilafah ‘ala minhajinubuwwah
Sudah terbukti sepanjang sejarah dan dicontohkan Rasulullah
Memang tak semudah membalikkan tangan
Memang memerlukan pengorbanan dan perjuangan
Terkadang berhadapana dengan objek yang banyak kata dan seenaknya sendiri
Terkadang berhadapan dengan objek yang kepentingannya tak mau dicampuri
Terus saja memahami masalah sampai ke akar
Terus saja belajar, ikhlas dan sabar
Jadi dokter umat juga harus pintar


#YukNgaji
#SAVEINDONESIADARINEOLIBERALISMEDANNEOIMPERIALISME

Pare, 17 Maret 2015