Liburan semester apalagi akhir tahun ajaran baru, Pare begitu rame.
Dua jalan utama, jl. Anyelir dan Brawijaya macet total. Seumur-umur di
Pare tak pernah terjebak macet. Mobil pengantar dimana-mana, bis, dan
minibus parkir di sepanjang jalan. Terlihat tak indah dipandang mata,
jalan yang tidak lebar namun begitu dipenuhi kendaraan dan jg manusia.
Terlihat jelas mobil-mobil yang berasal dari luar kota, plat S, W, N,
AE, M, L, AB, B dll. Masjid di jl. Anyelir pun rame dengan para orang
tua yang ishoma. Memanfaatkan liburan untuk belajar bahasa Inggris, itu
alasan mereka. Mumpung ada waktu.
Dan
kursusan-kursusan pun hampir semuanya penuh. Ada yang menerima
pendaftaran individu ada yang rombongan satu sekolah. Tak ketinggalan
kursusan instan pun berdiri, untuk menampung membludaknya peminat.
Sepertinya
Pare semakin rame sejak ada tayangan di TV yang meliput Kampung Bahasa
Inggris Pare beberapa waktu lalu, tayangan profil Pare.
Sebuah
fakta, di Jl. Anyelir saja yang panjang jalan hanya sekitar 1 km ada
puluhan (mungkin sekarang ratusan) tempat kursus. Kursus reguler, paket
holliday, hingga camp plus program. Bagi yang sama sekali tidak punya
info, bisa dipastikan akan bingung memilih. Seperti di Malioboro yang
begitu banyak penjual dengan barang dagangan yang sama berderet di
sepanjang jalan, jika tak pandai menawar dan banyak tanya tak kan dapat
barang yang sesuai dengan harganya (biasanya dapat barang yang terlalu
mahal), tak jauh berbeda dengan memilih tempat kursus di Pare.
Sebenarnya,
tempat kursus yang memberikan program berkualitas bisa dihitung dengan
jari. Rata-rata kursusan tersebut adalah kursusan yang mempunyai program
reguler, program yang dijalani dengan proses normal. Materi dan waktu
yang berimbang, bukan materi padat dalam waktu singkat, bukan cara
instan.
Sedangkan jika memasuki liburan seperti
ini, program yang ditawarkan rata-rata adalah program holliday, program
dengan masa belajar super singkat tapi materi super padat, maka sungguh
jadi pemandangan biasa. Pagi jam 5 program sudah mulai, dan baru
berakhir jam 10 malam. Jika tak kuat, kesehatan pun dipertaruhkan.
Hampir setiap detik dan setiap hembusan nafas hanya mikir materi program
(bahkan untuk meluangkan waktu 2 jam per minggu untuk ngaji pun sama
sekali tak bisa, sungguh menyesakkan dada, ketika sms masuk “Maaf lagi
ada program, kemarin belum selesai jadi lanjut hari Ahad”, bukan kecewa
karena merasa tak dianggap, tapi prihatin dengan buruknya skala
prioritas ). Tercengang ketika orang-orang yang sebelumnya kental dengan
mabda’ Islam dengan entengnya bilang “ Mumpung di Pare, ambil program
sebanyaknya” tidakkah terbersit “ Mumpung masih hidup, sayang melewatkan
kesempatan untuk berjuang demi tegaknya agama Allah “ ? Tambah melas
lagi kalo da yang membatalkan janji karena lagi da program outbond,
ngglethek...outbondnya di pemandian Surowono.... program pa seneng2 ????
Di
Pare kata “program” sangat familiar. Setiap aktivitas yang berkaitan
dengan kursus biasa disebut dengan program. Bisa bermakna program
kursus, bisa juga program tambahan (lha wong rujakan dibilang program
juga, gara2 sebelum/habis rujakan da sesi debate – biasanya program
speaking). Biasanya yang seperti ini anak2 luar kota atau luar Jawa.
Adaa aja acara “ashobiyahnya”. “ Afwan lagi rujak party mb, nanti agak
telat yaaa....” . “ Mbak punya teflon ga...mau bikin pisang...(lupa
namanya, nama daerah di Sulawesai) “.
Dan fakta
seperti liburan saat ini merupakan kesempatan emas untuk meraup
keuntungan sebesarnya. Kursusan baru bermunculan, hanya buka program
holliday. Tak sekadar memberi pelayanan kursus, layanan plus pun
diberikan, kursus plus camp, plus makan, plus loundry, plus antar
jemput, plus tiket PP, plus paket keliling Pare. Layanan satu atap.
Memang tidak semua di handle kursusan yang bersangkutan, share layanan.
Satu kursusan biasanya punya link warung makan, loundry dan sarana
transport khusus. Tapi banyak juga yang secara keseluruhan ditangani
sendiri.
Hampir sama juga dengan di Malioboro,
para tukang becak punya link toko sendiri. Tukang becak akan
mempromosikan dan mengantarkan penumpangnya ke toko linknya, dapat uang
transport plus share dari pemilik toko, meski tak langsung diberikan.
Itu juga yang terjadi di Pare.
Dan satu hal lagi.
Fenomena yang lazim terjadi dalam sistem kapitalis yang kental dengan
motivasi bisnis. Belajar yang merupakan kewajiban,terwarnai dengan ide
kapitalis. meski hanya belajar bahasa Inggris namun penuh dengan aroma
bisnis.
Tempat kursus yang bermunculan hanya
dimanfaatkan untuk meraup pundi-pundi rupiah. Hanya bermodal spanduk,
poster, mini office jadilah tempat kursus yang menjanjikan program
instan. Kualitas hampir tak bisa diandalkan, tempat kursus yang
didirikan orang-orang semata bermotivasi bisnis. Akhirnya program yang
diberikan pun hanya materi-materi yang tak berkualitas. Biasanya tempat
kursus seperti ini didirikan oleh para pendatang, mereka pernah kursus
di Pare. Sewa rumah penduduk, hanya satu bulan untuk buka program,
setelah itu berakhir tanpa bekas, dan ada juga yang berakhir dengan
penuh masalah. Biaya sewa, loundry dan makan belum diberikan tetapi
pemilik kursusan sudah melarikan diri tanpa jejak.
Tak
hanya berhenti pada bisnis saja, sikap-sikap sekuler pun begitu kental.
Pergaulan yang tidak dijaga, program sampai malam dengan laki-laki dan
perempuan yang campur baur, umbar aurat yang tak terkendali karena
kursusan sudah tidak mempunyai idealisme, terserah mereka mau berpakaian
seperti apa yang penting belajar bahasa Inggris (padahal beberapa
kursusan yang memang sudah ada sejak dulu selalu mewajibkan muridnya
menutup aurat ). Semakin banyak yang daftar, semakin banyak keuntungan.
Metode
belajar sekuler pun tak ketinggalan. Dalam program speaking, debat
adalah materi wajib. Menyampaikan pendapat, mempertahankan pendapat
untuk melatih keberanian berbicara, namun agar debat hidup seringkali
tutor berpesan sejak awal, jangan bawa-bawa agama, jangan pake dalil
agama,di sini bebas berpendapat. Kalo pake dalil agama kasihan yang
tidak punya bekal, mereka pasti tak bisa mendebat. Jadilah debat hanya
sekadar debat kusir untuk latihan tanpa diakhiri dengan solusi dan
kesimpulan yang sesuai dengan hukum syara’, dan sengaja dibiarkan
mengambang dengan dalih ini hanya belajar bukan kajian. Hampir mirip
dengan program debat di salah satu TV swasta, dibiarakan mengambang,
kesimpulan diserahkan pada individu. Tak boleh memaksakan pendapat.
Masih
banyak lagi, permasalahan yang sebenarnya ingin mengungkapnnya, tapi
yang pasti penuh dengan pelanggaran terhadap hukum syara’, permasalahan
yang akan selalu muncul selama sistem yang diterapkan adalah sistem
kapitalis.
Dan besar harapan semoga tulisan ini
bisa membuat mata kita terbuka. Pare bukanlah satu-satunya tempat untuk
belajar bahasa, bukan satu-satunya tempat yang kondusif untuk belajar
bahasa. Dan yang lebih penting lagi, jangan sampai tergoda dengan Pare,
yang akhirnya mengabaikan kewajiban utama umat Islam untuk menjadikan
perjuangan penerapan syariah di bawah naungan khilafah sebagai poros.
Karena tak sedikit, orang-orang yang sebelumnya berkomitmen untuk
istiqomah di jalan dakwah melalaikan aktivitas dakwah dan terlena dengan
program belajar bahasa yang begitu padat. Tetaplah pada metode
pembelajaran yang shahih, belajar karena iman dan taqwa, belajar untuk
diamalkan, belajar dengan mendalam, yang konsekuensinya membutuhkan
waktu tidak sebentar, proses belajar yang membutuhkan kesabaran dan
keikhlasan, bukan belajar dengan instan.
Tips memilih kursus singkat
- Rekomendasi dari kenalan
- Cari
info program yang sesuai dengan kebutuhan ( jadi datang ke Pare jgn
bonek “ pingin belajar bahasa Inggris” tanpa tau program yang akan
diambil). Speaking, grammar, translation,pronounciation, TOEFL.
Sesuaikan dengan kebutuhan. Untuk melanjutkan study ke luar negeri,
untuk buat karya ilmiah, untuk interview, atau hanya sekadar pingin
ngomong.
- Pastikan info program sekaligus biaya dan masa belajarnya
- Saran
saya sebagai orang asli Pare, pilih kursusan dengan pemilik dan tempat
kursus (fasilitas ) yang jelas. Sebuah fakta, beberapa kursusan yang
dikelola pendatang sementara seringkali bermasalah. Salah satu cirinya,
jika pernah dapat rekom dari teman kursusan A trus saat datang sendiri
alamat sudah pindah maka menjadi salah satu indikasi hubungan pemilik
kursusan dengan pemilik gedung/rumah yg dikontrak “kurang harmonis”.
Jika tidak cocok dengan pemilik gedung bisa jadi tidak cocok dengan
masyarakat sekitar.
- Pilih program yang dibutuhkan saja, jangan
ambil program seharian penuh. Setiap hembusan nafas yang dipikir hanya
materi program saja. Intinya tidak menjadikan kursus bahasa Inggris
sebagai poros. Biasa saja, layaknya belajar atau kuliah. Tak perlu
bernafsu ingin bisa dalam waktu singkat.
- Pilih camp yang syar’i.
Pastikan pergaulan di camp terjaga. Memang camp terpisah namun untuk
beberapa program kadang gabung. Bekali diri dengan hukum Islam agar
tidak terjerumus pada pergaulan bebas. Prihatin kalo ngobrol dengan
pamong atau orang dinkes, ngeri dengar cerita bobroknya pergaulan di
Pare yang mayoritas pelakunya anak kos.
- Untuk pendaftaran online, usahakan ada kesepakatan jika ada yang tidak sesuai dengan promo, uang bisa diminta kembali.
- Hindari
calo kursusan. Sebenarnya biaya kursus di Pare tidak terlalu mahal tapi
ada beberapa orang yang mengeluhkan biayanya sangat mahal dan apa yang
dirasakan tidak sesuai dengan biaya yang telah mereka keluarkan, dan
ketika komplain ke tempat mereka kursus tak banyak membantu karena bisa
jadi masalahnya tidak pada tempat kursus, tapi pada calonya. Calo
mematok biaya tinggi. Mulai dari tiket PP, camp, tempat kursus sampai
paket wisata (muter-muter Pare n Kediri, Garuda-Candi Surowono-Candi
Tegowangi-SLG-Gunung Klotok-Gunung Kelud dll). Kalo ada anak kos yang
mengeluh capek gara-gara muter-muter Kediri, hanya bisa ketawa...
ndeso... lha wong muter2nya pake kreta kelinci ya jelas aja super capek.
Pare tak seperti obyek wisata Yogya or Bali. Tak heran, biaya kursus
hanya 600rb kena calo bisa-bisa 5jt. Begitulah calo...
- Yang terpenting, niatkan menuntut ilmu semata karena ridho Allah SWT.
NB
: Tulisan yg harusnya publish pas liburan sekolah kemarin, tp tak
sempat. Memanfaatkan liburan untuk “istirahat” sesuai saran banyak orang
. Liburan di saat pergantian musim, sudah mengingat betul harus
waspada, namun telat antisipasi, dan akhirnya tetap “istirahat”. Tapi
ini masuk liburan PT, barangkali bs nambah info.
Sengaja ngetag temen2 yg di luar kota...Semoga bisa jadi masukan untuk orang2 yang "ngeyel" pingin ke Pare...