Monday 4 June 2012

Intelektual Penentu Perubahan



Sejarah membuktikan perubahan selalu dipelopori oleh kalangan intelektual. Islam jaya karena jasa Rasulullah yang berhasil mencetak generasi sahabat dengan daya pikir dan daya juang yang tinggi. Eropa lepas dari masa kegelapan karena kegigihan kaum cendekiawannya. Begitu juga dengan negeri ini. Kebangkitan nasional dipelopori kaum terpelajar, tumbangnya orde baru, orde lama serta reformasi juga tidak bisa dilepaskan dari peran intelektual. Karena memang selayaknya kalangan intelektual selalu mempunyai posisi terhormat dalam mewujudkan perubahan, intelektual adalah pendobrak kebangkitan peradaban. Namun sebuah fakta yang menyayat hati, keberadaan intelektual saat ini belum bisa memberikan sumbangsih untuk mewujudkan perubahan yang berarti di negeri ini. Setiap tahun sekolah meluluskan pelajar, perguruan tinggi meluluskan mahasiswa S1 sampai S3, bahkan para penyandang gelar profesor juga selalu ada. Akan tetapi seolah peran para intelektual tidak begitu optimal, terbukti dengan tidak berubahnya kondisi negeri ini. Indonesia masih saja terjajah secara ekonomi, sumber daya alam dikeruk asing. Rakyat masih saja belum sejahtera. Dan parahnya lagi, korupsi  yang semakin hari semakin merajalela pelakunya berasal dari kalangan intelektual.
Kegagalan Pendidikan Kapitalis
                Minimnya peran intelektual tidak bisa dilepaskan dari proses pembentukannya yaitu proses pendidikan. Dan proses pendidikan sangat berkaitan erat dengan sistem pendidikan. Fakta yang begitu nyata, dunia pendidikan saat ini disetir kapitalis. Pendidikan bermotif bisnis untuk meraih keuntungan materi sebanyak-banyaknya yang memang ciri dari ideologi kapitalis, selalu berpijak pada asas manfaat dengan menghalalkan segala cara. Maka output pendidikan pun juga sangat kental dengan ide-ide kapitalis. Sekolah atau kuliah dengan tujuan utama mencari kerja, tercetaklah lulusan bermental pekerja. Menuntut ilmu dengan prinsip sekuler mengabaikan aturan agama, melahirkan generasi pintar secara intelektual namun rapuh kepribadiannya. Muncullah pelajar yang biasa dengan pergaulan bebas, mahasiswa minim prestasi dan pegawai yang begitu mudah tergiur indahnya dunia.
                Tidak lagi mempedulikan prestasi apa yang akan diukir, kreasi apa yang akan dibuat dan inovasi apa yang dilahirkan demi kemajuan peradaban bangsa. Kaum intelektual terjebak pada pragmatisme. Kapitalisasi pendidikan mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan, sehingga yang terpikir dalam benak adalah bisa lulus untuk mengembalikan modal dan berjuang bertahan hidup di tengah sulitnya keadaan. Akhirnya, intelektual pun mandul. Penemuan-penemuan sangat sedikit, penelitian hanya untuk menghabiskan anggaran, karya tulis dibuat hanya untuk menaikkan pangkat. Jadilah negeri ini semakin tergantung pada Barat. Tak berkutik ketika berbicara teknologi, kalah bersaing dalam hal  produk dan semakin terseret sebagai konsumen miskin.
Tak hanya terjebak pada bisnis pendidikan, pemikiran intelektual juga semakin terwarnai oleh ide-ide kapitalis sekuler yang mengagungkan kebebasan. Intelektual yang seharusnya menjadi motor perubahan mewujudkan peradaban mulia malah semakinmenjurumuskan generasi ke lembah nista. Ilmu yang tidak dikaitkan dengan syari’ah akibat ide sekuler hanya mencetak intelektual penghina ajaran agama. Kajian ilmiah menggugat hukum Allah bukanlah hal yang tabu. Dukungan terhadap kebebasan berekspresi, berpendapat, berkeyakinan dan kepemilikan pun semakin menguat.
Demikianlah buah pendidikan kapitalis, hanya melahirkan generasi pembebek, generasi rusak dan manusia individualis yang tidak peduli dengan kewajiban untuk terikat pada hukum syara’ secara sempurna.
Sistem Islam Mencetak Intelektual Cerdas Bertaqwa
Dalam Islam, pendidikan adalah kebutuhan primer bagi seluruh rakyat, bagian dari pelayanan umum dan kemaslahatan hidup terpenting serta kebutuhan asasi yang  harus dikecap oleh setiap manusia. Pendidikan diselenggarakan dengan biaya sangat murah bahkan gratis sehingga bisa dinikmati seluruh rakyat. Tujuan pendidikan bukan dalam rangka bisnis melainkan untuk membentuk manusia yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam,  serta menguasai sains-teknologi. Maka tak heran, dengan sistem pendidikan Islam lahirlah generasi cemerlang. Generasi hebat para pemimpin-panglima perang-mujahid , para faqih fiddin-mujtahid-ulama , ilmuwan sains-teknologi yang mampu membangun peradaban yang gemilang, penemu-penemu di berbagai bidang yang diakui dan diadopsi barat untuk kebangkitan Eropa.
Para imam madzhab dengan hasil ijtihad yang luar biasa sekaliber Imam Syafi’i dan imam madzhab lainnya, para perawi hadits yang mempunyai daya ingat tajam dan hafalan melimpah semisal Imam Bukhari, Imam Muslim dan lainnya,  Sholahuddin Al Ayubi dan Muhammad A Fatih para mujahid mulia. Di bidang astronomi ada Al-Khawārizmi, Ibn Jābir Al-Battāni , Abu Rayhān al-Biruni , serta Nāsir al-Dīn al-Tūsi. Ibn Al-Haytsam pakar fisika, Jābir ibn Hayyān dan Abu Bakr Zakariya al-Rāzi pakar kimia. Al-Kindi yang pertama kali mendemonstrasikan penggunaan ilmu hitung dan matematika dalam dunia medis dan farmakologi. Atau juga Al-Rāzi yang menemukan penyakit cacar (smallpox), Al-Khawarizmi, Ibn Sina dan lain-lain yang berjasa dalam pengembangan dunia kesehatan. Dengan prestasi yang gemilang mereka memajukan peradaban dunia melalui.
Dan satu hal yang tidak bisa dipungkiri, keberadaan generasi luar biasa tersebut tidak terlepas dari proses pendidikan yang mereka terima. Yaitu sistem pendidikan Islam.  Dan sistem pendidikan Islam akan berhasil jika berintegrasi dengan sistem lain seperti sistem politik, hukum, ekonomi dan lain-lain yang juga berdasarkan Islam dengan khilafah sebagai institusi utamanya . Maka menjadi kebutuhan sekaligus kewajiban bagi umat Islam, ketika menginginkan tercetaknya generasi cemerlang dan intelektual pendobrak kebangkitan peradaban yang harus dilakukan adalah dengan mewujudkan kembali khilafah. Dan tentu saja perjuangan menegakkan khilafah juga sangat membutuhkan peran intelektual, intelektual muslim yang rindu tegaknya sistem Islam.
Dengan demikian perubahan hakiki akan terjadi jika para intelektual muslim menjadikan akidah Islam sebagai landasan, menjadikan hukum Islam sebagai pijakan. Menjadikan pemikiran Islam untuk mengembangkan ilmu dan pengetahuan.

No comments:

Post a Comment