Opini yang berkembang seputar penutupan lokalisasi di Surabaya :
Pro :
- Mengurangi penyakit sosial
- Mewujudkan lingkungan yang sehat
- Menyelamatkan generasi
- Mengurangai kemaksiatan
- Memperbaiki perilaku masyarakat
- Melindungi anak-anak
Kontra :
- Menghilangakan mata pencaharian pelacur, mucikari dan masyarakat sekitar yang terlibat
- Kesulitan melakukan pengawasan terhadap pelacur sehingga sulit mengendalikan penularan PMS
- Melanggar HAM
Dan lain-lain
Terlepas dari itu semua, mari berpikir jernih. Tak hanya mempertimbangkan untung dan rugi di dunia, tetapi berpikir visioner jauh ke depan, akhirat.
Ahad, 7 Agustus 2011 / Ramadhan 1432 H
Ingat betul dengan hari itu, karena pagi sempat ada acara
Sempat curiga ketika diminta datang ke Bong Cina Gedangsewu. Memang realitanya kompleks pemakaman Cina, tapi semua orang tahu tempat apa di dekat Bong Cina. Ya, lokalisasi atau katanya eks lokalisasi yang ada dii Pare.
Datang ke Bong tidak sendirian, bersama “seseorang” dan tentu ditemani mahram.
Masuk sebuah gang, sebelum masuk ada portal yang dijaga laki-laki bertubuh kekar dan lumayan sangar.
Laki-laki penjaga duduk di pos kecil sambil memegang tali pembuka-penutup portal, tapi di sebelah portal ada celah yang cukup untuk sepeda motor, jadi tanpa buka portal motor sudah bisa lewat.
Sepertinya “seseorang” yang mengajak sudah pernah datang, su’udzon saya malah sudah jadi langganan. Buktinya ketika masuk gang tidak ditanya-tanya, malah dipersilakan. Harusnya lihat saya dibelakang ditanya-tanya dulu ( tapi waktu itu memang saya sengaja memasukkan kerudung ke jaket, jadi meski kerudung lumayan lebar tapi tidak terlihat helm tertutup, jaga-jaga saja, khawatir ada anggapan yang macam2).
Langsung menuju TKP, merinding ketika dipersilakan masuk ke rumah. Dengan halus menolak, ngobrol di luar saja, sambil mata lirik sana-sini curi pandang mengamati, begini to lokalisasi…..
Sepanjang gang, berderet rumah-rumah kecil, hampir sama tata ruangnya. Teras, ruang tamu dengan kaca transparan, bukan riben jadi terlihat dari luar meski siang hari, tapi ada tirai. Baru setelah ruang tamu ada ruangan lain, tidak lihat ke dalam. Untung bulan Ramadhan, sepi.
Maksud hati menyelesaikan masalah hutang-piutang tapi malah berakhir cekcok. “ Seseorang” vs PSK.
Jadilah tetangga di sekitar keluar melihat keributan yang terjadi, walah malah jadi tahu, begini to tampang penghuni lokalisasi…. Kasihan, itu yang terbersit dalam hati.
Sungguh di luar dugaan, yang terpikir sebelumnya saya bisa menagih hutang, dibayar trus pulang.
To de poin ke orang yang saya kejar : Tidak mau mendengar lagi alasan-alasan dan keributan, jika tidak mau bayar kasus akan saya laporkan ke pihak yang berwajib, sambil potret sana-sini, mencari bukti, minimal punya foto wajahnya ( sudah saya hapus, entahlah kalo lihat foto-foto nya miris rasanya)
Singkat cerita : sedang mengejar orang yang dituduh melarikan uang hasil hutang , sebelumnya sudah ke beberapa tempat, sepertinya memang hobinya nggemplang sana-sini jadi lihai menghindar. Makanya ketika ada info orang tsb ada di Gedangsewu langsung ke TKP, khawatir kehilangan jejak lagi. Tak bisa menceritakan dengan detail, insya Allah yang terlibat sudah tobat. Semoga.
Intinya orang yang ngajak saya salah karena mau-maunya terlibat masalah dengan PSk, PSK juga salah mau-maunya dimanfaatkan trus menghalalkan segala cara, evaluasi juga untuk yang memberi hutang, lihat-lihat dulu tidak hanya sekadar percaya.
End.
Cerita lain, obrolan dengan seorang guru mengajar di SD sekitar Bong Cina. Saat itu sedang ujian SD, pengawas silang SD - MI, saya jadi panitia di sekolah. Biasa ngobrol basa-basi.
Me : “ Ngapunten nggih pak menawi lare-lare rame. Tahun ini memang periode agak ndableg”
Guru : “ Mboten nopo bu, naminipun lare, wajar menawi ndableg”
Me : “ Tapi niki benten lo Pak, kathah ingkang mboten dipun tenggo tiyang sepuhipun, wonten ingkang mboten tanggung jawab, dados TKI, dadosipun kirang perhatian”
Guru : “ Muridku tambah parah Bu, kathah sing ndableg, ra niat sekolah, saben dino guru ne ngoprak-ngoprak. Lare mriki kan nggenah bapak-ibu –e. Lha murid-murid kulo kathah sing bapak-e ra nggenah utawa malah akeh bapak-e” ( Pak Guru ini sudah lebih senior jadi kalo ngomong bahasanya campuran ngoko kasar/ alus- krama)
Me : “ Bapak – e kathah ?”
Guru : “ Lha ibu –e tiyang bong, langganan-e kathah to…”
Me : “ Ooo….”
Saya membayangkan bagaimana lingkungan lokalisasi yang sangat tidak kondusif untuk anak dan pendidikan.
Yang mau saya garis bawahi : lokalisasi pelacuran adalah tempat kemaksiatan yang sangat berpotensi memunculkan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain.
Jadi tidak ada alas an untuk menolak penutupan lokalisasi. Dengan keyakinan melaksanakan hukum Allah pasti ada kemaslahatan, diiringi usaha dengan pembekalan aqidah, konsep rezeki, sabar dalam kebaikan dan menjauhi kemasiatan, perbaikan sistemik insya Allah semua akan baik-baik saja. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Pro :
- Mengurangi penyakit sosial
- Mewujudkan lingkungan yang sehat
- Menyelamatkan generasi
- Mengurangai kemaksiatan
- Memperbaiki perilaku masyarakat
- Melindungi anak-anak
Kontra :
- Menghilangakan mata pencaharian pelacur, mucikari dan masyarakat sekitar yang terlibat
- Kesulitan melakukan pengawasan terhadap pelacur sehingga sulit mengendalikan penularan PMS
- Melanggar HAM
Dan lain-lain
Terlepas dari itu semua, mari berpikir jernih. Tak hanya mempertimbangkan untung dan rugi di dunia, tetapi berpikir visioner jauh ke depan, akhirat.
Ahad, 7 Agustus 2011 / Ramadhan 1432 H
Ingat betul dengan hari itu, karena pagi sempat ada acara
Sempat curiga ketika diminta datang ke Bong Cina Gedangsewu. Memang realitanya kompleks pemakaman Cina, tapi semua orang tahu tempat apa di dekat Bong Cina. Ya, lokalisasi atau katanya eks lokalisasi yang ada dii Pare.
Datang ke Bong tidak sendirian, bersama “seseorang” dan tentu ditemani mahram.
Masuk sebuah gang, sebelum masuk ada portal yang dijaga laki-laki bertubuh kekar dan lumayan sangar.
Laki-laki penjaga duduk di pos kecil sambil memegang tali pembuka-penutup portal, tapi di sebelah portal ada celah yang cukup untuk sepeda motor, jadi tanpa buka portal motor sudah bisa lewat.
Sepertinya “seseorang” yang mengajak sudah pernah datang, su’udzon saya malah sudah jadi langganan. Buktinya ketika masuk gang tidak ditanya-tanya, malah dipersilakan. Harusnya lihat saya dibelakang ditanya-tanya dulu ( tapi waktu itu memang saya sengaja memasukkan kerudung ke jaket, jadi meski kerudung lumayan lebar tapi tidak terlihat helm tertutup, jaga-jaga saja, khawatir ada anggapan yang macam2).
Langsung menuju TKP, merinding ketika dipersilakan masuk ke rumah. Dengan halus menolak, ngobrol di luar saja, sambil mata lirik sana-sini curi pandang mengamati, begini to lokalisasi…..
Sepanjang gang, berderet rumah-rumah kecil, hampir sama tata ruangnya. Teras, ruang tamu dengan kaca transparan, bukan riben jadi terlihat dari luar meski siang hari, tapi ada tirai. Baru setelah ruang tamu ada ruangan lain, tidak lihat ke dalam. Untung bulan Ramadhan, sepi.
Maksud hati menyelesaikan masalah hutang-piutang tapi malah berakhir cekcok. “ Seseorang” vs PSK.
Jadilah tetangga di sekitar keluar melihat keributan yang terjadi, walah malah jadi tahu, begini to tampang penghuni lokalisasi…. Kasihan, itu yang terbersit dalam hati.
Sungguh di luar dugaan, yang terpikir sebelumnya saya bisa menagih hutang, dibayar trus pulang.
To de poin ke orang yang saya kejar : Tidak mau mendengar lagi alasan-alasan dan keributan, jika tidak mau bayar kasus akan saya laporkan ke pihak yang berwajib, sambil potret sana-sini, mencari bukti, minimal punya foto wajahnya ( sudah saya hapus, entahlah kalo lihat foto-foto nya miris rasanya)
Singkat cerita : sedang mengejar orang yang dituduh melarikan uang hasil hutang , sebelumnya sudah ke beberapa tempat, sepertinya memang hobinya nggemplang sana-sini jadi lihai menghindar. Makanya ketika ada info orang tsb ada di Gedangsewu langsung ke TKP, khawatir kehilangan jejak lagi. Tak bisa menceritakan dengan detail, insya Allah yang terlibat sudah tobat. Semoga.
Intinya orang yang ngajak saya salah karena mau-maunya terlibat masalah dengan PSk, PSK juga salah mau-maunya dimanfaatkan trus menghalalkan segala cara, evaluasi juga untuk yang memberi hutang, lihat-lihat dulu tidak hanya sekadar percaya.
End.
Cerita lain, obrolan dengan seorang guru mengajar di SD sekitar Bong Cina. Saat itu sedang ujian SD, pengawas silang SD - MI, saya jadi panitia di sekolah. Biasa ngobrol basa-basi.
Me : “ Ngapunten nggih pak menawi lare-lare rame. Tahun ini memang periode agak ndableg”
Guru : “ Mboten nopo bu, naminipun lare, wajar menawi ndableg”
Me : “ Tapi niki benten lo Pak, kathah ingkang mboten dipun tenggo tiyang sepuhipun, wonten ingkang mboten tanggung jawab, dados TKI, dadosipun kirang perhatian”
Guru : “ Muridku tambah parah Bu, kathah sing ndableg, ra niat sekolah, saben dino guru ne ngoprak-ngoprak. Lare mriki kan nggenah bapak-ibu –e. Lha murid-murid kulo kathah sing bapak-e ra nggenah utawa malah akeh bapak-e” ( Pak Guru ini sudah lebih senior jadi kalo ngomong bahasanya campuran ngoko kasar/ alus- krama)
Me : “ Bapak – e kathah ?”
Guru : “ Lha ibu –e tiyang bong, langganan-e kathah to…”
Me : “ Ooo….”
Saya membayangkan bagaimana lingkungan lokalisasi yang sangat tidak kondusif untuk anak dan pendidikan.
Yang mau saya garis bawahi : lokalisasi pelacuran adalah tempat kemaksiatan yang sangat berpotensi memunculkan kemaksiatan-kemaksiatan yang lain.
Jadi tidak ada alas an untuk menolak penutupan lokalisasi. Dengan keyakinan melaksanakan hukum Allah pasti ada kemaslahatan, diiringi usaha dengan pembekalan aqidah, konsep rezeki, sabar dalam kebaikan dan menjauhi kemasiatan, perbaikan sistemik insya Allah semua akan baik-baik saja. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.