Friday 30 October 2015

Jika Tidak Poligami, Apa Alternatif Solusinya ?



“Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (TQS an-Nisâ’ [4]: 3).

Allah SWT memubahkan poligami, tanpa menjadikan adil sebagai syarat, karena dalam ayat tersebut kalimat “ Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil …” adalah kalimat terpisah, bukan syarat kalimat sebelumnya, karena kalimat sebelumnya sudah menjadi kalimat sempurna /jumlah mufidah. Namun dalam hadits lain Rasulullah mengingatkan suami yang berpoligami agar tidak dzalim kepada istri-istrinya, lebih cenderung kepada satu istri dengan mengabaikan istri yang lain.

Siapa  saja  yang  mempunyai  dua  orang  isteri,  lalu  ia  lebih cenderung kepada salah satu dan mengabaikan yang lain, niscaya ia akan datang pada hari Kiamat nanti berjalan sementara salah satu kakinya lumpuh atau pincang.” (HR Ibn Hibbân di dalam Shahîh-nya).

Jadi poligami tetap mubah, namun harus paham konsekuensi ketika berpoligami. Baik suami maupun istri. Tidak boleh “memonopoli”.

Dan ketika Allah sudah menetapkan hukum, maka seorang muslim wajib meyakininya, dan tentu pasti ada hikmah dari hukum yang ditetapkan oleh Allah untuk manusia. Dan diantara permasalahan yang bisa terpecahkan dengan syariat poligami antara lain ( Sistem Pergaulan dalam Islam, Bab Poligami) :


  1. Ditemukan tabiat-tabiat yang tidak biasa pada sebagian pria, yakni tabiat  yang  tidak  bisa  puas  hanya  dengan  satu  orang  isteri. Akibatnya, mereka bisa saja menumpahkan hasrat seksualnya yang kuat itu kepada isterinya dan dapat berdampak buruk bagi isterinya itu. Atau bisa juga mereka akan mencari wanita lain jika terbuka pintu di hadapannya untuk melangsungkan pernikahan lagi yang kedua, ketiga dan keempat. Dalam keadaan demikian (ketika tidak ada peluang untuk berpoligami, pen), di antara dharar (kerusakan) yang  akan  muncul  adalah  berupa  tersebar  luasnya  kekejian (perzinaan)  di  tengah-tengah  manusia.  Juga  akan  meluasnya berbagai prasangka  dan kecurigaan di  antara  anggota-anggota keluarga (masyarakat). Karena itu, bagi orang yang memiliki tabiat seperti ini, harus ada peluang yang terbuka di hadapannya untuk bisa  memenuhi  dorongan  seksualnya  yang  kuat  itu  dengan pemenuhan yang halal yang telah disyariatkan oleh Allah SWT.
  2. Adakalanya terdapat wanita (isteri) yang mandul, tidak bisa memiliki anak. Akan tetapi, suaminya sangat mencintai dia dan sebaliknya dia pun sangat mencintai suaminya. Rasa cinta di antara keduanya itu menjadikan keduanya tetap mempertahankan keberlangsungan mahligai  kehidupan  rumah-tangga  mereka  dengan  penuh ketenteraman. Namun, sang suami ingin mempunyai anak dan cinta kepada  anak-anak.  Dalam  keadaan  demikian,  jika  ia  tidak diperbolehkan untuk menikahi wanita yang lain, sementara ruang di hadapannya (untuk memiliki anak) terasa sempit, maka boleh jadi ia  akan menceraikan  isteri  pertamanya itu. Dalam kondisi demikian,  ketenangan  rumah  tangga  itu  telah  hancur  dan ketenteraman kehidupan suami isteri pun hancur pula. Boleh jadi pula, ia akan terhalang sama sekali untuk merasakan kebahagiaan memiliki keturunan dan anak-anak. Dalam kondisi semacam ini telah  terjadi  pemberangusan  terhadap  penampakkan  rasa kebapakan yang merupakan bagian dari gharîzah an-naw’. Karena itu, seorang suami yang seperti ini harus mendapatkan kesempatan yang  terbuka  untuk  menikah  lagi  dengan  wanita  lain  agar mendapatkan anak-keturunan yang didambakannya.
  3. Kadang-kadang terdapat isteri yang menderita sakit sehingga tidak bisa melakukan hubungan suami-isteri, atau tidak dapat melakukan tugas mengurus rumah, suami, dan anak-anaknya. Padahal, sang isteri memiliki kedudukan yang istimewa di mata suaminya, dan sangat  dicintai  oleh  suaminya.  Si  suami  pun  tidak  ingin menceraikannya. Sementara pada saat yang sama, si suami itu merasa tidak akan sanggup hidup bersama isterinya (yang sakit itu) itu tanpa adanya isteri yang lain. Dalam kondisi semacam ini, tentu harus dibuka pintu kesempatan bagi sang suami untuk menikahi lebih dari satu isteri.
  4. Kadang terjadi berbagai peperangan atau pergolakan fisik yang mengakibatkan ribuan, bahkan jutaan pria menjadi korban (mati). Akibatnya, tidak ada keseimbangan antara jumlah kaum pria dan wanita. Hal itu seperti yang pernah terjadi secara riil pada Perang Dunia I dan II yang malanda dunia, khususnya di daratan Eropa. Jika kaum pria tidak bisa mengawini lebih dari satu wanita, lalu apa yang harus dilakukan oleh sejumlah besar kaum wanita yang ada?  Mereka  akan  hidup  tanpa  bisa  mengecap  nikmatnya kehidupan berumah-tangga sekaligus ketenteraman dan ketenangan hidup sebagai suami-isteri. Lebih dari itu, kondisi semacam ini dapat menimbulkan adanya bahaya yang dapat mengancam nilai-nilai akhlak akibat munculnya naluri seksual yang tidak bisa dibendung.
  5. Acapkali ditemukan bahwa angka kelahiran di suatu umat, bangsa atau wilayah tertentu tidak seimbang antara angka kelahiran lakilaki dan perempuan. Kadang-kadang jumlah kaum perempuannya lebih banyak dari pada jumlah kaum laki-lakinya. Akibatnya, tidak ada  keseimbangan  antara  populasi  laki-laki  dan  populasi perempuan. Realitas  seperti  ini nyaris  melanda  sebagian besar bangsa dan umat di dunia. Dalam keadaan seperti ini, tidak ada solusi yang  dapat  mengatasi problematika ini,  kecuali  dengan dibolehkannya poligami.



Itulah  beberapa  problem  riil yang  terjadi  di  tengah-tengah komunitas manusia dan melanda sejumlah bangsa atau  umat.  Jika poligami dilarang, problem-problem seperti itu akan tetap berlangsung, tanpa mendapat solusi. Sebab tidak ada solusi atas problem-problem itu kecuali dengan poligami. Dari sinilah, poligami harus diperbolehkan sehingga problem yang menimpa umat manusia itu dapat diselesaikan.

Mungkin ada pertanyaan, jika pada poin 2 dan 3 menimpa suami apa boleh juga istri poliandri ? Jawabannya, TIDAK. Haram wanita bersuami lebih dari satu. Ya kalau mau dan sudah tak cinta, cerai saja. Dalam Islam boleh seorang  istri mengajukan cerai dalam kondisi tertentu ( Bahasannya di bab Talak  masih di buku Sistem Pergaulan dalam Islam)

Jadi tak perlu menghujat poligami. Dan jika seorang muslim memilih poligami pahami betul hukum seputar poligami, agar tujuan menikah baik monogamy maupun poligami tetap terjaga.

Hanya sekadar membaca tulisan ini memang tak akan memuaskan dan membuat sangat jelas, akan lebih jelas ketika kita mengkajinya. Sedikit demi sedikit membaca kitab Arabnya, menukil dan memahami penjelasan dari guru, #YukNgaji.


Pare, 30 Oktober 2015

Tuesday 20 October 2015

Belajar Menyimpan dan Membagi

Belajar menyimpan dan membagi  file secara online :
1. via ziddu bisa belajar di sini membuat akun di ziddu
2. tes  uji coba posting :  operasi hitung pecahan kelas 6

Silakan memberi masukan

Monday 19 October 2015

النحو الواضح : فى قواعد اللغة العربية


 Kaidah-kaidah Nahwu
النحو الواضح
فى قواعد اللغة العربية
1. التّركيبُ الَّذى يفِيدُ فَائِدَةً تَامَّةً يُسَمَّى جُمْلَةً مُفِيدَةً وَيُسَمَّى أيْضًا كَلاَمًا
2. الجُملةُ المفيدَةُ قَدْ تَتَركَّب مِنْ كَلِمَتَيْنِ. و قد تتركب من أَكْثَرَ . وَكُلُّ كَلِمَةٍ فِيهَا تُعدُّ جُزْءًا مِنْهَا
3. الكَلِمَةُ ثَلاَثَةُ أَنْوَاعٍ : اسْمٌ، وفِعْلٌ، وحَرْفٌ
-         فالاسم : كُلُّ لَفْظٍ يُسَمَّى بِهِ إنْسانٌ أو حيوانٌ أو نَبَاتٌ أوجمادٌ أو أَىُّ شيءٍ آخر
-         والْفِعْلُ : كُلُّ لَفْظٍ يَدُلُّ على حصُولِ عَمَلٍ فِى زَمَنٍ خَاصٍّ
-         والحَرْفُ :كُلُّ لفظٍ لايَظْهَرُ مَعْنَاه كَاملِاً إلاَّ مَعَ غَيْرِهِ
4. الفعْلُ الماَضِى هُوَ كُلُّ فِعلٍ يَدُلُّ عَلى حُصُوْلِ عَمَل فىِ الزَّمَنِ الماَضِى
5. الفعْلُ المضَارِعُ هُوَ كُلُّ فعلٍ يَدُلُّ عَلى حُصُوْلِ عمَل فىِ الزَّمَنِ الحِاضر أو المسْتَقْبَلِ . وَلاَبُدَّ أنْ يكُونَ مبدوْءً بِحَرْفٍ مِنْ أَحْرفِ المضَارِعَةِ و هي الهَمْزَةُ والنُّوْنُ واليَاءُ والتَّاءُ
6. فِعْلُ الأَمْرِ هُوَ كُلُّ فِعْلٍ يُطلبُ بهِ حُصُول شَىْءٍ فىِ الزَمَنِ المسْتَقْبَلِ
7. الفَاعِلُ : اسمٌ مَرْفُوعٌ تَقَدَّمَهُ فِعْلٌ. وَدَلَّ على الَّذِى فَعَلَ الفِعْلُ
8. الْمَفْعولُ به اسْمٌ مَنْصُوبٌ وقع عَليْهِ فِعْلُ الفَاعِل
9. الْمُبْتَدَأُ اسْمٌ مَرْفُوعٌ فى أَوَّل الجُمْلَةِ
10.                  الْخَبَرُ اسمٌ مرفوعٌ يُكَوِّنُ مَعَ المبْتَدَإِ جُمْلَةً مُفِيدَةً
11.                  كُلُّ جُمْلَةٍ تَترَكَّبُ مِنْ فِعْلٍ و فَاعِلٍ تُسَمَّى جُمْلَةً فِعْلِيَّةً
12.                  كُلُّ جُمْلَةٍ تَترَكَّبُ مِنْ مُبْتَدَإٍ و خَبَرٍ تُسَمَّى جُمْلَةً اسْمِيَّةً
13.                  يُنْصَبُ الْفَعْلُ المضَارِعُ مَتَى سَبَقَهُ أَحَدُ النَّوَاصبِ الأَرْبَعَةِ، وَهِىَ : أَنْ، لَنْ، إِذَنْ، كَىْ
14.                  يُجْزَمُ الفِعْلُ المضَارِعُ إِذَا سَبَقَهُ حَرْفٌ جَازمٌ كَالْحُرُوْفِ الآتيةِ، وَهِىَ: لَمْ، ولَاالنَّاهِيَّة، وإِنْ
15.                  لَمْ، ولَاالنَّاهِيَّة تجْزمَانِ فعْلاً مُضَارِعًا وَاحِدًا. والْحَرْفُالأَوَّلُ ينْفَى حُصولَ الفِعْلِ فِى الماض، والثَّانِى يَنْهَى عَن العَمَل الفعْلِ
16.                  إِن تَجْزمُ فِعْلَيْنِ وَ تُفيدُ أَنَّ حُصولَ الفِعْلِ الأَوَّلِ شرْطٌ فى حصولِ الفِعْلِ الثَّانِى
17.                  يُرْفَعُ الفِعْلُ المُضَارِعُ إِذَا لَمْ تَسْبِقْهُ أَدَاةٌ مِنْ أَدوَات النَّصْب أوِ الجَزْمِ
18.                  تَدْخُلُ كَانَ عَلَى المُبْتَدَإِ والخَبَرِ، فَتَرْفَعُ  الأَوَّلَ وَ يُسَمَّى اسْمَهَا وَتنْصِبُ الثَّانِى وَيُسَمَّى خَبَرَهَا
19.                  مثلُ كان فيما تَقَدَّمَ : صار، ولَيْسَ، و أَصْبَحَ، وأَمْسَى، وأَضْحَى، وظَلَّ، وبَاتَ، وتُسَمَّى هَذِهِ الأَفْعَالُ أَخواتِ كانَ
20.                  لِكُلِّ فِعْلٍ مِنْ هذِهِ الأَفْعَالِ مُضَارِعٌ وأَمْرٌيعملانِ عَمَلَ الماضى إلاَّ,,لَيْسَ,, فَلَايَأْتى مِنْهَا مُضارعٌ ولاأمرٌ
21.                  إِنَّ، و أَنَّ، وكَأَنَّ، و لَكِنَّ، و لَيْتَ، ولَعَلَّ تَدْخُلُ عَلَى المُبْتَدَإِ والخَبَرِ وتَنْصِبُ المبْتَدَأ ويُسَمَّى اسْمَها وتَرْفَعُ الخَبَرَ ويُسَمَّى خَبَرَهَا
22.                  يُجَرُّ الاسمُ إِذَا سَبَقَهُ حَرْفٌ مِنْ حُرُوْف الجَرِّ الآتيةِ وهى : مِنْ، و إِلَى، وعَنْ، وعَلَى، وفِى، و الْبَاءُ، واللَّامُ
23.                  النَّعْتُ لَفْظٌ يَدُلُّ عَلَى صَفَةٍ فِى اسمٍ قَبْلَهُ، وَيُسَمَّى الاسْمُ الموْصُوفُ مَنْعُوتًا
24.                  النَّعْتُ يَتْبَعُ المنْعوتَ فِى رَفْعِهِ ونَصْبِهِ وجَرِّهِ

Nahwu Wadhih Jilid I

Jika ada kesalahan penulisan mohon memberitahukan. Jazakumullah khairan katsir

Pare, 19 Oktober 2015

Friday 16 October 2015

Surat Ad Dhuha - Al Kafirun - At Takatsur



والضحى﴿١﴾ والليل إذا سجى ﴿٢﴾ ما ودعك ر‌بك وما قلى ﴿٣﴾ وللآخر‌ة خير‌ لك من الأولى ﴿٤﴾ ولسوف يعطيك ر‌بك فتر‌ضى ﴿٥﴾ ألم يجدك يتيما فآوى ﴿٦﴾ ووجدك ضالا فهدى ﴿٧﴾ ووجدك عائلا فأغنى ﴿٨﴾ فأما اليتيم فلا تقهر‌ ﴿٩﴾ وأما السائل فلا تنهر‌ ﴿١٠﴾ وأما بنعمة ر‌بك فحدث ﴿١١


قل يا أيها الكافر‌ون ﴿١﴾ لا أعبد ما تعبدون ﴿٢﴾ ولا أنتم عابدون ما أعبد ﴿٣﴾ ولا أنا عابد ما عبدتم ﴿٤﴾ ولا أنتم عابدون ما أعبد ﴿٥﴾ لكم دينكم ولي دين ﴿٦



ألهاكم التكاثر‌ ﴿١﴾ حتى زر‌تم المقابر‌ ﴿٢﴾ كلا سوف تعلمون ﴿٣﴾ ثم كلا سوف تعلمون ﴿٤﴾ كلا لو تعلمون علم اليقين ﴿٥﴾ لتر‌ون الجحيم ﴿٦﴾ ثم لتر‌ونها عين اليقين ﴿٧﴾ ثم لتسألن يومئذ عن النعيم ﴿٨
 

Diedit dari tanzil.net
Tanpa harakat untuk latihan mengharakati, pelajaran Qur'an Hadits Kelas V dan VI MI




Thursday 1 October 2015

Menyambut Khilafah Dengan : Tidak Menyebarkan Hoax, Menjaga Fisik Generasi



Nyuplik salah satu paragraph di Bab Politik Luar Negeri Daulah Islam Kitab Daulah Islam
“ Sebelum  melakukan  perang  harus  didahului  upaya mewujudkan opini umum tentang Islam, memberikan pikiran yang benar tentang dakwah Islam, dan  berupaya untuk  menyampaikan hukum hukum  Islam  kepada  seluruh  manusia;  sehingga  mereka punya kesempatan untuk memperoleh  pemahaman  yang di  dalamnya ada jaminan hukum yang dapat menyelamatkan mereka, walaupun dalam bentuk global. Daulah Islam wajib menjalankan tugas-tugas politik yang di antaranya berkaitan dengan pemberian informasi yang jelas tentang Islam,  menyebarkan  pikiran-pikiran  Islam  dan  berdak wah  serta mempropagandakan Islam. Di antaranya adalah yang berkaitan dengan menampakkan kekuatan dan kemampuan Daulah Islam serta keberanian dan keperkasaan kaum Muslim.”

Asas dari politik luar negeri daulah Islam adalah dakwah dan jihad. Selamanya akan seperti itu, namun jangan dibayangkan daulah langsung main serang, hobi perang. Ulama sepakat, haram memerangi siapa saja yang belum menerima dakwah Islam. Jadi, jihad bermakna perang adalah alternative terakhir dalam menghilangkan hambatan fisik yang menghalangi dakwah Islam. Politik luar negeri Daulah Islam adalah dalam rangka merealisasikan Islam sebagai rahmatan lil’alamin. 

Seperti dalam secuplik paragraph pendahulu di atas, daulah berkewajiban mewujudkan opini umum yang benar di tengah - tengah umat, memberikan pemikiran yang benar tentang dakwah Islam, menyampaikan hukum-hukum Islam. Ibarat guru, ngajar dengan benar, menerangkan materi dengan jelas baru kasih soal ujian. Bukan ujug-ujug ujian padahal belum dijelaskan materi pelajarannya. Intinya, memberikan informasi terlebih dahulu, menjelaskan tentang Islam, bagaimana hukum Islam menyelesaikan masalah kehidupan. Menyampaikan Islam sebagai fikrah dan thariqah, meski dalam bentuk yang global.

Jadi jangan sampai menjadi penyebar opini yang tidak jelas, pemikiran sesat, informasi hoax. Jaga kemurnian pemikiran Islam. Biasakan mengklarifikasi info, biasakan tabayun, biasakan menyikapi segala sesuatu dengan ilmu. Tidak grusa-grusu. Berpikirlah dengan logika yang jernih, jangan campuradukkan dengan emosi, kebencian, dan kemarahan. 


Selain itu, sebelum berjihad daulah juga akan menampakkan kekuatan dan kemampuan Daulah Islam serta keberanian dan keperkasaan kaum Muslim. Hal ini pernah dilakukan Rasulullah sebelum perang Tabuk. Beliau menyiapkan pasukan jauh-jauh hari, keberangkatan ke perbatasan wilayah Romawi didahului dengan parade pasukan kaum muslimin. Iya, sengaja pamer kekuatan. 

Jadi, jika kelak khilafah tegak, dibutuhkan tentara khusus jihad dan relawan yang fisiknya memang OK. Badannya tegap, besar, berotot, sehat, pintar mengatur strategi. Membawa senjata-senjata canggih, menguasai teknologi. Sehingga menciutkan nyali musuh. 

Bukan pasukan krempeng, kurang gizi, sakit-sakitan, sistem imun tubuhnya bermasalah, tidak pandai, sedikit-sedikit mengeluh, jalan sebentar capek lemes, cepet lapar, bawa senjata seadanya. 

Oleh karena itu, dalam rangka menyambut tegakknya khilafah, banyak hal yang harus disiapkan. Mengasah diri dengan berbagai tsaqafah Islam, berdakwah di tengah umat, mengedukasi umat, menyampaikan pemikiran Islam yang benar, bersama jamaah dakwah yang memperjuangkan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah. Menjaga kualitas fisik dan pemikiran generasi penerus. Jangan biarkan fisik dan pemikiran umat teracuni dengan makanan yang tidak halal dan tidak thayyib, teracuni dengan pemikiran kapitalisme dan social-komunis. Ukirlah prestasi setinggi langit, bekali generasi dengan ilmu bermanfaat. Bekali diri dan generasi dengan kepribadian Islam, agar tahan banting menjalani kehidupan yang tercengkeram kapitalisme. Tidak terbawa arus kapitalisme. 

Jadi, muhasabah atau mengingatkan penguasa agar menjamin masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pokok, tidak tergantung dengan asing, memastikan rakyat mendapat ilmu dan lain sebagainya adalah sebagian dari upaya menyongsong tegakknya khilafah, tentu dengan tetap menjalani tahapan dakwah yang telah dicontohkan Rasulullah, dakwah politik dan pemikiran tanpa kekerasan sebelum tegaknya daulah di Madinah.

Khilafah adalah janji Allah SWT, pasti tegak. Dan segala sesuatu yang akan datang adalah dekat,
 كُلُّ آتٍ قَرِيْبٌ

Pare, 1 Oktober 2015