Monday 24 August 2015

Mitos, Tapal Batas


            Pagar, batas Mangunrejo Tulungrejo -Singgahan Pelem

Mitos perbatasan Desa Tulungrejo dan Pelem, tepatnya Dusun Mangunrejo dengan Dusun Singgahan. Pada malam-malam tertentu akan muncul macan putih besar, berjalan melintasi perbatasan desa. Sepertinya sidak, turun lapangan memantau wilayah yang telah diamanahkan kepadanya untuk dijaga. Katanya… katanya…. Macan putih ini  adalah hewan yang setia mendampingi Mbah Lurah Tulungrejo keliling desa. Bahkan hingga Mbah Lurah meninggal pun macan putih tetap menjalankan tugasnya. Dengan mitos ini, katanya….katanya…. daerah sekitar tapal batas aman dari gangguan. Orang-orang yang mau berbuat jahat masih harus berpikir  ulang. Orang-orang yang mau masuk desa dan berniat jahat juga harus mikir-mikir dulu.

Mitos tidak boleh menggelar wayangan, jaranan dan banthengan di wilayah Desa Tulungrejo. Jika nekat maka desa akan mendapat bencana. Jika desa lain menggelar wayangan saat bersih desa, Tulungrejo tidak melakukannya. Sepertinya mitos ini masih terjaga. Dan kemarin ketika Singgahan mengadakan banthengan, dua mobil pendahulu yaitu pick up untuk mengangkut perlengkapan dan tangki air untuk mendinginkan suasana sudah melewati perbatasan desa, rombangan banthengan tidak segera menyusul. Mbulet saja di wilayah perbatasan, akhirnya berbelok mengambil jalan kecil untuk memutar kembali dan tetap berada di wilayah Singgahan. Dan mitos banthengan tidak boleh dan tidak berani masuk Tulungrejo tetap bertahan. 

Benarkah macan putih benar-benar  ada ? Wallahu a’lam. Selama ini tinggal dengan pagar kebun sebagai batas desa Tulungrejo, tidak pernah ketemu macan putih.

Benarkah jika menggelar acara wayang, jaranan atau banthengan akan tertimpa bencana ? Wallahu a’lam. Untuk banthengan, jika tetap nekat melewati tapal batas mungkin saya yang akan langsung nunggu di pinggir jalan dan menghalau, bukan menghalau banthengannya sich. Cuman mengepalkan tangan, ngawas-ngawasi murid-murid yang ikut rombongan banthengan, “ Awas ! Melu-melu ndadi titenono sesok ning sekolahan !” 

Sepertinya mitos yang sengaja dibuat. Macan putih, biar orang segan berbuat macam-macam di desa. Wayang, jaranan dan banthengan mendidik masyarakat agar tidak suka berfoya-foya. 

Bisa jadi mitos-mitos : pasangan kekasih akan putus hubungan jika mengunjungi air terjun X , mungkin untuk menjaga agar wilayahnya tidak dipakai bermaksiat. Karena pacaran kan maksiat, apalagi di air terjun yang pasti dingin banget. Pasti peluang maksiatnya lebih besar lagi. Dilarang meninggalkan/mengambil barang di Gua Y, jika nekat penunggu gua akan membayangi terus dalam mimpi, mungkin melatih untuk tidak buang sampah sembarangan, tetap menjaga lingkungan dan kelestarian objek wisata tersebut. 


Namun, percaya pada mitos hanyalah taraf berfikir yang rendah. Tidak ada realitasnya. Sulit dibuktikan. Akan tergerus ketika pelanggaran tidak berdampak apapun. 

Berpikirlah mustanir, cemerlang. Menyikapi segala sesuatu dengan ilmu, kesadaran dan tahu konsekuensinya di dunia maupun akhirat. Bertindak cepat, cermat dan tepat. Selalu mengingat, masa depan hakiki itu di akhirat. 

Pare, 24 Agustus 2015

Sunday 23 August 2015

Shalawatan Kok Untuk Menemani Setan



Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui (Surah Al Baqarah ayat 42)

Dari kejauhan sudah terdengar suara shalawat nabi melalui pengeras suara, semakin dekat suasana semakin ramai. Diiringi dengan musik banthengan. Tak lama kemudian, orang-orang dengan pakaian hitam dan memakai kepala banthengan menyusul. Di dekatnya ada pawang yang mengendalikan. Suara shalawatan serta memanggil penonton semakin keras terdengar. “ Dalam rangka memperingati HUT RI, mari saksikan kesenian banthengan”. “ Bapak-bapak, ibu-ibu semuanya , saksikanlah banthengan”.  Ga tau lah ngomong apa saja, brisik. 

Ironi, acara yang melibatkan kekuatan jin dan setan tapi diiringi dengan shalawat Nabi, tidak tahu menggunakan dalil yang mana. Dan yang ikut bantengan pun juga sudah dikenal sebagai orang abangan, entahlah mereka masih shalat apa tidak.

Mencampuradukkan antara kebaikan dengan keburukan. Berharap syafaat tapi nyatanya bermaksiat. Tidak hanya banthengan yang diiringi shalawat Nabi. Ada beberapa contoh lain. Beberapa waktu lalu beredar video goyang oplosan di panggung dengan backdrop “ Panggung Seni Islam Nusantara”. Goyang campur-baur laki-laki perempuan, tidak menutup aurat, bertabarruj, tapi membawa nama Islam. Dan entah berapa banyak acara yang diawali dengan seremonial islami tetapi hanya berupa ajang maksiat saja. Acara dibuka dengan basmalah, ummul qur’an al fatihah tapi selanjutnya melanggar isi al qur’an. Selanjutnya menjalani aktivitas yang hanya layak dilakukan setan. 

Negeri ini memang benar-benar sudah sekuler. Agama hanya formalitas saja. Ideologi kapitalisme telah merasuk dalam pemikiran umat. Kapitalisme yang aqidahnya adalah fashluddin ‘anil hayah alias memisahkan aturan agama dari kehidupan alias sekuler telah mendarah daging. Agama diakui tetapi tidak untuk diamalkan dalam semua aspek kehidupan. Aturan diambil dari hasil pemikiran manusia. Keputusan baik buruk hanya distandarkan pada asas kemanfaatan. Merasa ada manfaatnya dikerjakan, jika merasa merugi diabaikan. Dan manfaat pun sebatas materi yang teraih. Mendatangkan uang, mendatangkan kepuasan, membuat terkenal maka akan dilakukan. Urusan hisab di akhirat tidak dipikirkan. Akhirnya cenderung menghalalkan segala cara, dan menganggap segala cara boleh-boleh saja dilakukan. 

Musuh Islam ( Barat pengemban ideologi kapitalisme dan anteknya)  berhasil mengalihkan pemikiran umat Islam, berhasil membuat umat Islam tidak melaksanakan syariat Islam kafah. Berhasil membuat umat Islam puas dengan perasaan Islam saja. Berhasil membuat umat Islam jauh dari syariat, merasa asing dengan aturan Allah dan bahkan sampai mencemooh syariat Allah. 

Jadi yang harus dilakukan adalah mengembalikan pemikiran Islam, mendekatkan syariat Islam ke umat, bersama umat terikat hukum Islam dalam semua aspek kehidupan, dan mengajak umat untuk hidup dalam sistem shahih yang telah diwariskan Rasulullah saw dan para sahabat yang  mulia. Khilafah rasyidah ‘ala minhajinnubuwwah. 

Mendambakan syafaat Rasulullah itu dengan meneladani beliau, berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits, bukan malah membuat aturan sendiri yang menjadi ciri khas sistem demokrasi. Sama seperti setan yang sukanya seenaknya sendiri.  Aturan dibuat wakil rakyat yang telah terbeli kepentingannya oleh para pemilik modal, atas nama rakyat membuat kebijakan yang ternyata membuat mayoritas rakyat sengsara. Naudzubillah.


Pare, 23 Agustus 2015

Saturday 15 August 2015

Jangan jadi mi instan mania

Peringatan, yang jijik tidak usah baca !

Mie Instan
Pada suatu hari….
17.35 : makan lauk sayur lodeh dan ayam goreng

18.10 : makan segenggam mete goreng

18. 50 : batuk dan muntah-muntah, seperti biasa yang keluar adalah makanan yang terakhir masuk. Jadi mete dan sebagian nasi keluar, hoeek ….byuuurrr !  (pake byur soalnya yang keluar banyak banget ).Hiks… padahal dari siang ingin makan mete. Muntah yang keluar sudah berbentuk cairan kental. Mete menjadi seperti bubur. Nasi pun juga sudah bercampur dengan lauk pauk. (Dalam rentang waktu sekitar 40 menit nasi telah jadi bubur, tercerna meski belum sempurna)

20.45 : berhubung, makanan tadi sore hampir semuanya keluar dan intensitas batuk lumayan bertambah. Jadilah lemes dan lapar. Buat mie goreng instan, bumbu penyedap hanya setengah saja biar tidak eneg. Alhamdulillah habis.

21.35 : batuk dan muntah-muntah lagi, dua gelombang. Byuuurr…. Byuuurr ! Lagi-lagi yang keluar adalah makanan terakhir. Hiks… mie nya keluar. Memang ada yang sudah terpotong-potong, tapi masih ada yang agak panjang berwujud mie yang baik-baik saja belum terkoyak, berarti belum tercerna. Padahal, perasaan sudah dikunyah.

23.42 : batuk dan muntah lagi. Byuuur …. Lagi-lagi mie keluar. Dan keadaan mie masih baik-baik saja belum terkoyak, belum tercerna.

Jadi mie instan sudah berada di perut selama sekitar 2,5 jam tetap saja wujudnya mie utuh. Beda dengan makanan lain.

NB :
Waktunya tidak tepat yang tertulis, perkiraan saja. Muntahnya di kran belakang, melewati jam dinding digital yang font size nya besar, jadi terlihat meski sepintas lewat.

Insya Allah kondisi organ pencernaan baik-baik saja, meski batuk flu nafsu makan tidak terganggu, jadi kemungkinan gangguan organ pencernaan tidak ada. Flu itu ya harus doyan makan.

Jadi pertimbangan yang suka makan mie instan, kasihan organ pencernaan. Harus kerja keras mencerna mie instan. 

Tuesday 11 August 2015

Ghalat, Galat, Guilt dan Islam Nusantara



Jujur, baru tahu kalo kata galat itu berasal dari bahasa Arab. Dulu waktu masih kuliah sangat familiar dengan istilah galat. Padahal mayoritas istilah dalam perkuliahan diambil dari istilah asing non Arab. Data, datum, sample, populasi, distribusi data, varian, standar deviasi, analisis regresi, data heterogen, uji validasi, uji homogenitasi dan lain sebagainya. Mengira istilah galat juga tidak jauh berbeda, diambil dari bahasa Inggris or Latin. 

Menemukan kata galat pada pembahasan tentang  badal atau kata pengganti

Dua versi penjelasan :
Di kitab Mukhtashar jiddan




Di Kitab Jamiuddurus


Mari kita lihat di kamus saja :
Al Ghalatu (   الغَلَطُ) :  kesalahan,kekeliruan (kamus al munawwir)

Galat : kekeliruan, kesalahan, cacat ( kbbi.web.id)

Guilt : kesalahan

Mirip kan huruf pokoknya. Jika ditranslate ke Indonesia huruf dasar konsonannya adalah  g – l – t.

Badal ghalat digunakan untuk meralat kesalahan.

Dari segi bahasa dan kata, harus diakui bahwa bahasa Indonesia banyak menyerap dari Bahasa Arab. Membuktikan bahwa para pendahulu kita, entah itu ulama maupun orang awam sudah terbiasa menggunakan kata serapan bahasa Arab. Di sinilah luar biasanya potensi bahasa Arab dan potensi Islam dalam penyebaran Islam, dan membuktikan bahwa Islam mudah melebur dengan semua umat dan bangsa. Semua umat manusia bisa menerima Islam dan menyesuaikan apa yang ada pada dirinya dengan Islam dan hukumnya. Tidak terbalik, Islam yang menyesuaikan masyarakat.

Begitu pula dengan negeri ini yang dahulu dikenal sebagai Nusantara. Para wali yang diutus Khilafah Utsmani berdakwah di Nusantara. Para wali terkenal sebagai ulama yang berpegang teguh pada syariat Islam. Dengan kepiawaian mereka, masyarakat mudah menerima ajaran Islam. Dan dengan usaha keras para wali memahamkan masyarakat, mengajarkan Al Quran, mengajarkan agama Islam. Dan hasilnya, banyak penduduk Nusantara  yang ridlo masuk Islam dan meninggalkan kepercayaan mereka sebelumnya.
Jadi, jika kemarin ada yang heboh dengan mengopinikan Islam Nusantara (tapi ternyata mereka heboh sendiri), perlu diperjelas lagi definisi Islam Nusantara. Jika Islam Nusantara versi ulama awal pembawa Islam ke Nusantara ya tidak masalah, meneruskan perjuangan para ulama menerapkan aturan Allah di Nusantara. Tapi jika Islam Nusantara sebagai metamorphosis dari Islam Liberal yang seenaknya sendiri, mengagungkan kebebasan, ide-idenya terkontaminasi dengan pemikiran Barat ya harus ditolak. Haram mencampuradukkan yang benar dengan yang salah. Islam itu terikat dengan syariat Allah tapi liberal itu membebaskan umat manusia memakai aturan manusia. Jadi jelas bertolak belakang. 

Jika ada yang masih terpesona dengan ide Islam Nusantara yang hanya akal-akalan kaum liberal, maka menjadi pekerjaan bagi orang-orang yang berpegang teguh pada syariat Allah dan ajaran Rasulullah saw untuk terus memahamkan umat tentang Islam ideologis dan membendung ide Islam Nusantara sekuat tenaga. Hingga Islam Nusantara senasib dengan JIL. Tak mendapat tempat di hati umat. 

Pare, 11 Agustus 2015