Saturday 27 June 2015

Tidak Berbeda



Takziyah, ibu salah seorang teman meninggal dunia.

Ngobrol dengan kerabatnya, bercerita ada seorang temannya yang selama ini bekerja di salah satu bank swasta terkenal di negeri ini berencana mengundurkan diri, sudah bersiap alih profesi. Memilih menjadi penjual makanan. Katanya setelah mengenal Hizbut Tahrir tidak mau kerja di bank. 

Bukan pertama kalinya mendengar berita seperti ini, orang-orang yang memilih tidak lagi kerja di bank yang menerapkan system ribawi, setelah berinteraksi dengan teman-teman HT. 

Agak tergelitik dengan pernyataan kerabat teman saya, “ Kenal orang HT jadi ga mau kerja di bank lagi”. Sebenarnya tidak harus kenal atau mengkaji di HT, selama muslim seharusnya juga menjauhkan dari hal-hal yang memang dilarang Islam. Kerja di bank sebenarnya tidak masalah selama aktivitasnya diperbolehkan. Namun, memang sudah menjadi fakta yang tak terelakkan, bank yang ada saat ini lebih banyak yang aktivitasnya ribawi. Dan jelas sekali Al Qur’an dengan tegas mengharamkan riba, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275].

Selain itu Rasulullah juga mengingatkan :
“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).

“Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).

 “Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)

Jelas sekali, riba haram. Selama muslim Al Qur’an nya sama dan Nabinya juga sama Nabi Muhammad saw, tentu yang menjadi rujukan sama. Dan seharusnya sikapnya pun juga sama. Tidak harus ngaji di HT, tidak harus kenal dengan HT. 

Cerita lain, dari teman yang audiensi ke salah satu ormas. Ketika menyampaikan latar belakang berdirinya Hizbut Tahrir, yaitu dalam rangka memenuhi seruan Allah dalam surat Ali Imran ayat 104 : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Tanggapan salah satu pengurus dengan nada bercanda, “ Lho itu kan ayat kita”. Ya, iyalah. Semua organisasi dakwah yang berjuang amar makruf nahi munkar pasti mengetahui ayat ini. Sama-sama jamaah dakwah Islam ya sama pula dasar hukumnya.termasuk Hizbut Tahrir.

Ada juga cerita tentang seorang peserta #RapatdanPawaiAkbar Mei kemarin, ketika dibagikan lembar tulisan istighasah. Nyeletuk; “ Lho kok tiru-tiru istighasah yo, dongane podho yo…”.

Memang istighasah – isti’anah, meminta pertolongan kepada Allah SWT seharusnya dilakukan semua muslim, dan doa nya pun maktsurat, wajar jika sama. Lha wong memintanya juga sama-sama kepada Allah SWT, untuk kebaikan tidak ada salahnya tiru-meniru. Selama didasarkan pada ilmu, insya Allah akan menjadi amal shalih.

Ya memang tidak ada yang aneh dengan Hizbut Tahrir, hukum yang disampaikan dan diamalkan adalah hukum Islam. Yang diperjuangkan juga apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, bukan yang lain. Jadi jika masih ada yang salah paham dengan Hizbut Tahrir, menuduh sesat, menyimpang, mengkhianati perjuangan pahlawan yang syahid, tidak mencintai Indonesia dan tuduhan lainnya, bisa dipastikan orang tersebut belum kenal dan paham sepenuhnya dengan aktivitas Hizbut Tahrir. 

Insya Allah akan selalu menjadi salah satu agenda Hizbut Tahrir, memperkenalkan diri dan menyampaikan ide yang diemban. Siap berinteraksi dengan umat. Karena yang diperjuangkan Hizbut Tahrir adalah hukum Allah, bukan yang lain. 

Pare, 27 Juni 2015

Silakan mengenal HTI di sini

Website : www.hizbut-tahrir.or.id
Youtube : http://www.youtube.com/htiinfokom
Google+ : https://plus.google.com/+HizbuttahrirOrIdOfficial
Facebook : https://www.facebook.com/hizbindonesia
Twitter : https://twitter.com/hizbuttahrirID
Instagram : https://instagram.com/hizbuttahririd


Monday 22 June 2015

1,5 jam di Terminal Mojokerto




                                              Sumber gbr : syababindonesia.com



16 Juni 2015, 3 – 4.30 pm
Posisi sudah di dalam terminal, menunggu bis jurusan Pare. Satu pun tak ada, bahkan patas pun juga tak masuk terminal. Bis jurusan Pare baru ada setelah 1,5 jam menunggu. Penuh, tidak dapat tempat duduk. Cerita dari penumpang yang sudah naik dari Surabaya, juga nunggu 2 jam. Armada bis Surabaya Pare memang sedikit ditambah dengan volume kendaraan yang sangat padat, jadilah bis sangat terlambat.

Selama di terminal Mojokerto hanya duduk diam dan sedikit ngobrol. Duduk di ruang tunggu penumpang, ada calon penumpang lainnya. Tetapi lebih banyak yang duduk-duduk adalah para pedagang asongan dan pengamen. Pedagang asongannya lebih banyak bapak-bapak, sedangkan pengamennya banyak wanita dengan make up yang cenderung menor. Mendengar obrolan dan guyonan para pedagang dan pengamen.

Sudah sore, pedagang asongan berbagi bis untuk dinaiki pulang, ada yang mengatur pembagian urutan jatah bis. Dalam satu bis tidak boleh ada pedagang yang sejenis, hanya ada 1 pengamen. Mungkin biar tidak saingan dan awak bus membatasi penjual dan pengamen yang ikut numpang gratis. Berhubung jarak kedatangan antar bis lama sepertinya mereka gelisah, berarti mundur juga jadwal kepulangan mereka.

Mendengar obrolan para pengamen, ada satu pengamen laki-laki yang gaulnya dengan pengamen ibu-ibu, tiba-tiba duduk di lantai di depan para ibu. Ada sesuatu di tangannya yang berusaha dibukanya, lotion pemutih wajah, setelah berhasil membuka langsung ambil di telapak tangannya dan mengoles ke wajah, padahal tangannya terlihat kotor, kukunya hitam-hitam. Salah satu ibu menyeletuk “ Gak pantes arek lanang kok nganggo pemutih, wajahmu tambah nggilani lho”. Pengamen laki-laki sepertinya cuek, ambil cermin dan meratakan lotion ke seluruh wajahnya dan sebagian leher. Ada ibu lain yang nimbrung “ Anakku yo tak tukokne koyo ngono”. Hanya membatin “ Lotion mahal, susah-susah ngamen hanya buat beli barang tidak penting”.

Obrolan mereka selama satu jam lebih seputar hasil ngamen dan jualan, mengeluh alat musiknya rusak. Diselingi guyon dan berbicara kotor, saling menggoda, saling mengejek, tangan rangkul sana rangkul sini tidak risih, seolah biasa dengan pergaulan yang tidak layak dilakukan antar non mahram.

Tidak bisa menyalahkan mereka. Perilaku mereka cerminan pemikiran mereka, mereka berpikir apa yang dilakukan sah-sah saja, tidak salah. Dan apa yang mereka lakukan dianggap sudah biasa. Jauh dari perilaku akhlak mulia, jauh dari obrolan bermutu ilmiah dan visioner. Omongannya dangkal tak berarah, ra nggenah blas.

Memang sudah biasa, dalam system kapitalisme. Pikirannya hanya materi, tidak terlalu ambil pusing dengan halal haram yang dikerjakan. Perekonomian yang hanya memihak para pemilik modal, orang miskin harus membanting tulang demi pendapatan yang sedikit namun biaya hidup semakin melambung. Negara hanya berperan sangat sedikit. Fungsi Negara sebagai pengurus urusan umat jauh api dari panggang. Negara hanya regulator, ciri Negara neolib, rakyat dibiarkan dengan permasalahan mereka sendiri, tak memberi solusi menyeluruh. Padahal banyak dari masyarakat yang tak terdidik, tak biasa berpikir kritis dan cemerlang. Seolah hidup hanya untuk mencari sesuap nasi demi keluarga. Sudah titik, tidak mikir jauh ke depan, ke depan hingga akhirat.

Begitulah, masyarakat terbentuk dari individu yang berinteraksi, mempunyai perasaan, pemikiran dan aturan hidup yang sama. Ketika sistem yang melingkupi mereka adalah system kapitalis sekuler individualis materialistis, maka itu pula yang terbentuk dalam masyarakat. Masyarakat kebanyakan hanya mengikuti arus. Apapun perubahannya, mereka ikut saja.

Ya sudahlah, setidaknya kelak ketika perubahan yang terwujud adalah perubahan yang sahih, syar’I mereka juga akan mengikuti dan lama-lama menjadi terbiasa.

Terus saja berusaha melakukan perubahan yang syar’I, perubahan yang telah dicontohkan Rasulullah saw, mengubah masyarakat jahiliyyah menjadi masyarakat mulia. Rasulullah tidak berjuang demi langgenggnya kebatilan, tapi Rasulullah berjuang menghilangkan kebatilan. Kapitalisme itu batil, demokrasi itu ide kufur tak layak dipertahankan, tak layak diperjuangkan. Terus saja meyakinkan bahwa yang layak diterapkan hanya system khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Khilafah yang dijalankan berdasarkan metode kenabian. Negara yang diatur sebagaimana Rasulullah dan para khulafa’ rasyidin menjalaninya. Terus saja belajar, khilafah tidak hanya 30 tahun saja, khilafah bukan kerajaan, khilafah tidak utopis. Teruslah bersabar menapaki tahapan dakwah Rasulullah saw. Tak perlu mundur karena celaan, terus memperbaiki cara berinteraksi, terus menambah ilmu, sabar dengan ujian.

Perjuangan ini tidak hanya demi diri sendiri yang akan mempertangunggjawabkan amalan sendiri di akhirat kelak, tetapi juga demi umat, mereka berhak hidup dalam system yang mulia, umat berhak hidup dalam rangka  beribadah kepada Allah dalam berbagai aspek kehidupan, umat berhak menyandang gelar umat terbaik. 

Pare, 22 Juni 2015

Wednesday 17 June 2015

Sama dan Beda ( Jalan dan Alun-alun Jombang – Bangil – Jogja )




Hampir di semua daerah, tidak hanya di Jombang, Bangil dan Jogja letak alun-alun selalu berdekatan dengan masjid, pusat pemerintahan, pasar dan kampung kauman.  Mirip dengan apa yang dicontohkan Rasulullah saw. Sejak hijrah ke Madinah, pertamakali yang dibangun adalah Masjid Nabawi, rumah Rasulullah sebagai kepala Negara juga tidak jauh dari masjid Nabawi. Dan Rasulullah menjalankan roda pemerintahan dengan masjid sebagai pusatnya.

Dahulu pada masa kesultanan Islam alun-alun adalah tanah kosong yang luas, biasa digunakan untuk berbagai kegiatan. Terutama aktivitas yang berkaitan antara hubungan penguasa dan rakyat, tempat rakyat menyalurkan aspirasi, tempat penguasa bertemu rakyat, tempat eksekusi hukuman pelaku criminal dll.Dan sekarang, hampir semua alun-alun jadi taman kota. Penguasanya Cuma butuh suara rakyat pas pemilu saja, habis itu lupa dengan janji saat kampanye, aspirasi rakyat hanya ditampung saja tanpa tindak lanjut yang berarti. Kebijakan pun tak sesuai kehendak mayoritas rakyat, kebijakan hanya menguntungkan segelintir orang yang dulu menjadi penyandang dana kampanye. Ga perlu alun-alun lagi, apalagi di mata pengembang tanah luas pasti tak kan dibiarkan begitu saja. Coba amati sekitar  alun-alun, pasti ada mall, supermarket atau setidaknya minimarket.

Berhubung belum pernah mengunjungi banyak tempat, hanya tahu beberapa tempat saja.

Jombang - Bangil
Sekitar alun-alaun Jombang dan Bangil sepanjang  jalannya dihiasi tulisan asmaul husna, semoga selalu mengingat maknanya. Bukan sekadar hiasan saja. Jombang dan Bangil suasana wilayahnya hampir sama. Banyak ponpes, madrasah dan ma’had. Sama-sama layak mendapat julukan kota Santri, semoga menjadi motivasi untuk tetap mempertahankan perilaku santri yang selalu terikat dengan aturan Allah SWT. 

Jombang – Jogja
Di beberapa ruas jalan utama di Jombang Jogja sama-sama ada tulisan kalimat thayyibah, di Jogja dulu menjumpai di lingkar selatan, menuju terminal Giwangan.

Bangil – Jogja
Jika di Jogja semua nama jalan disertai tulisan huruf Jawa honocoroko, maka nama jalan di Bangil disertai tulisan Arab pego. Di jogja melestarikan tulisan Jawa, di Bangil melestarikan tulisan Arab.

Jadi ingat dengan cerita seorang nenek di majelis taklim, mengaku buta huruf. Bilanganya tidak bisa baca tulis, hanya bisa nulis dan baca Arab pego saja. Jadi menurut pemahaman nenek tersebut jika hanya bisa baca tulis Arab pego masih dikatakan buta huruf, dan dulu tidak ikut sekolah PBH pemberantasan buta huruf. Dulu juga pernah dengar langsung dari seseorang yang pernah menjadi guru PBH, tugasnya adalah mengajar huruf latin. Terjadi pada saat penjajahan Belanda. Jadi Belanda melatih beberapa guru yang kemudian para guru  inilah yang kemudian mengajari masyarakat. Sepertinya baik hati sekali penjajah Belanda, rela mendidik bangsa jajahannya. Iya, baik hati jika Belanda memberi setulus hati, itu jika tetap membiarkan tulisan Arab dipertahankan, meski dengan tambahan yang lain (tulisan latin )  . Tapi ternyata tidak, ada maksud jahat di balik semua taktiknya. PBH hanyalah sarana untuk menjauhkan rakyat Indonesia dari tulisan Arab, bangsa ini mengenal tulisan Arab jauh sebelum Belanda datang. Karena memang sudah menjadi kelebihan Islam, ketika melakukan dakwah dan futuhat berhasil melebur dengan masyarakat. Karena Islam tidak datang untuk menjajah tetapi untuk mengajak masyarakat menjemput hidayah, maka dengan dakwah memahamkan umat dengan Islam meengajarkan Al Qur’an dan bahasa Arab, Islam dengan mudah diterima siapa saja. Dengan penyatuan potensi Islam dan Bahasa Arab,kokohlah posisi Islam.

Kembali pada PBH, atas nama pemberantasan buta huruf, tulisan Arab semakin tidak dikenal bangsa ini. Kemampuan berbahasa Arab dan kebiasaan menulis Arab semakin menurun. Maka kedekatan dan pemahaman terhadap Al Qur’an dan Hadits yang berbahasa Arab semakin jauh. Jika tidak memahami Al Qur’an dan Hadits maka wajar jika akhirnya semakin jauh dari tuntunan Al Qur’an dan Hadits. Dan akhirnya seperti saat ini, umat Islam semakin jauh dari syariat Islam yang jelas berasal dari Allah SWT dan Rasulullah saw.

Berhasillah penjajah Barat, melemahkan umat Islam. Mencengkeram pemikiran umat, mencekoki dengan pemikiran kapitalisme. Jauh dari bahasa Arab, jauh dari Al Qur’an, jauh dari Hadits dan asing dengan syariat Islam. Umat tidak bisa membedakan antara hadlarah-peradaban dengan madaniyah- yang mubah diambil.

Maka jika bangsa ini benar-benar ingin lepas dari penjajahan, harus melepas dan meninggalkan semua pemikiran dan peradaban warisan penjajah. Penjajah dulu yang membawa pemikiran kapitalis sekuler, berhasil ditancapkan kepada rakyat jajahan, hingga saat ini. Ide Negara bangsa – nation state lahir dari pemikiran yang diarahkan Barat. Bukan warisan dan cita-cita para pejuang pengusir penjajah yang ikhlas berjihad demi mempertahankan bumi pertiwi.

Jika mencintai Indonesia tentu tidak akan membiarkan kapitalisme, neoliberalisme, neoimperialisme semakin kokoh bercokol di negeri tercinta ini. Kembali memperjuangkan cita-cita para syuhada yang telah menumpahkan darah demi mengusir penjajah, berjuang semata demi tegaknya hukum Allah, tidak rela kehormatan bangsa ini diinjak  penjajah  .

Ideology kapitalisme hanya akan bisa dilawan dengan ideology juga, tentu bukan ideology social komunis yang kita pilih. Hanya ideology Islam saja satu-satunya pilihan. Dan ideology Islam akan sempurna dalam system Khilafah, menerapkan syariah Islam untuk mewujudkan rahmat bagi seluruh alam, mengayomi semua warga negaranya tak membedakan agama, suku dan bangsa. 



Pare, 17 Juni 2015

Monday 15 June 2015

Gembira di Surga






Mengawali bulan Juni 2015 dengan aktivitas yang sepertinya tidak tepat. Seharian penuh menuju dan berada di tempat rekreasi. Mencoba salah satu wahana yang menantang, namun berakhir dengan penyesalan. Alhamdulillah masih diberi keselamatan, entahlah harus menjawab apa ketika ditanya malaikat jika saat itu adalah saat ajal menjemput, mungkin akan malu sekali. Mati di wahana rekreasi L. Badan sakit semua, dan parahnya, badan tidak fit berhari-hari, capek sekali. Padahal awalnya hanya ingin mencoba. Tak ada salahnya sesekali mencoba. Begitulah, terkadang terlena dengan pikiran “ sesekali saja “, sesekali melakukan hal mubah (padahal tiap hari aktivitasnya hampir mubah semua), sesekali begini, sesekali begitu, padahal bisa jadi itu adalah kali terakhir nafas masih di kandung badan. Jika sedang beraktivitas wajib dan sunah insya Allah khusnul khatimah, jika sedang melakukan aktivitas mubah sungguh sia-sia, jika sedang melakukan aktivitas makruh sungguh merugi, jika sedang melakukan aktivitas haram sungguh celaka.
                                                            
Dan akhirnya memilih hanya melihat orang-orang yang menikmati main ini itu, naik ini itu, mengunjungi ini itu. Mereka menikmati dengan wajah ceria dan gembira.

Memang bukan hal terlarang memanfaatkan waktu untuk bergembira. Rasulullah saw juga pernah bermain bersama keluarga beliau, bermain bersama istri, bersama cucu. Akan menjadi ibadah selama yang dikerjakan tidak haram dan diniati untuk meraih ridha Allah, membahagiakan orang lain karena Allah SWT. Namun tetap tidak menjadikan kebahagiaan dan kegembiraan di dunia sebagai tujuan utama. Karena dunia ini fana, maka kegembiraan di dunia juga fana. Tetap mengingat, kegembiraan kekal hanyalah di surga. Jadi tak perlu risau jika kebahagiaan di dunia kadang tak terwujud, cukup pastikan aktivitas kita bernilai ibadah ( niat karena Allah SWT , sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah), pasti tidak akan sia-sia. Kebaikan sekecil apapun akan mendapat balasan dari Allah SWT. Balasan terindah adalah ijin Allah bagi kita untuk menikmati surga.

Dan di antara kenikmatan surga yang telah dijanjikan Allah SWT adalah :
1.       Kenikmatan surga berupa pakaian
2.       Kenikmatan surga berupa makanan dan minuman
3.       Kenikmatan surga berupa pasangan hidup
4.       Kenikmatan surga berupa pelayan
5.       Kenikmatan surga berupa perkakas
6.       Kenikmatan surga berupa suhu udara yang sedang
7.       Kenikmatan surga berupa perkara-perkara yang diinginkan
Dalil-dalilnya bisa dibaca dalam buku Pilar-pilar Pengokoh Nafsiyah Islamiyah Bab 13 : Merindukan Surga dan Berlomba dalam Kebaikan. Disertai dengan penjelasan golongan-golongan penghuni surga

Dan tak ada salahnya berusaha menjadi 4 golongan yang akan dirindukan surga :
1.       Orang yang membaca al qur’an dengan istiqamah dan  memahami isinya. Tidak hanya sekadar membaca saja tidak memahami atau malah jarang sekali
2.       Orang yang menjaga lisan. Berucap untuk beramar makruf, mencegah yang mungkar, menyampaikan nasehat.
3.       Orang yang memberi makan orang-orang yang lapar
4.       Orang yang berpuasa hanya karena Allah SWT
( Kajian Ahad Pagi Masjid Darul Falah, 7Juni 2015)

Mari berlomba-lomba dalam kebaikan. Kebaikan hakiki adalah menjalankan semua syariah Allah SWT. Melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang Allah SWT. Berlomba menuju ampunan Allah SWT yang balasannya surga yang luasnya seluas langit dan bumi.

Berlomba melaksanakan hukum yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri ( hukum seputar makanan, pakaian dan akhlak). Berlomba melaksanakan hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan Allah  (ibadah dan akidah). Berlomba melaksanakan hukum Allah yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia (muamalah dan uqubat/sanksi). Dan juga berusaha berjuang mewujudkan sistem yang memungkinkan diterapkannya hukum Allah SWT, yaitu system khilafah. Fakta, system yang ada saat ini tidak mengijinkan kita menerapkan aturan Allah secara kaffah. Yang haram dibolehkan. Muamalah riba legal dimana-mana, minuman keras boleh diperjualbelikan, zina difasilitasi, acara gossip dibiarkan. Yang wajib dimubahkan bahkan ada yang dilarang. Sholat dibiarkan tidak sholat tidak apa-apa, puasa dibiarkan tidak puasa boleh-boleh  saja, berkerudung dilarang di instansi tertentu. 


Maka jangan menyepelekan perjuangan dan pengorbanan dalam mewujudkan sistem Islam, Khilafah. Sebuah aktivitas untuk mewujudkan sistem yang akan mengantarkan orang beriman untuk gembira di dunia dan akhirat. Sistem yang membuat orang senantiasa berlomba dalam kebaikan. Bukan sistem yang penuh persaingan, permusuhan dan penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan. Bukan system sekuler yang mencampakkan aturan Allah SWT, bukan system kapitalisme yang memberi kesempatan para pemilik modal menindas orang miskin, bukan system demokrasi yang mendewakan aturan buatan manusia.

Jangan mencukupkan diri dengan perapan syariat Allah secara parsial, terus berjuang agar aturan Allah SWT diterapkan secara total.

Selesai agenda #RapatdanPawaiAkbar, melanjutkan agenda dakwah, menuju Ramadhan 1436 H



Pare, 15 Juni 2015